Sabar: Cabang Keimanan dan Penyempurna Tauhid

Oleh: Yarabisa Yanuar
Departemen Pelayanan dan Syiar

Dalam hidup ini, seringkali kita diingatkan untuk sabar. Namun, seringkali hal itu mudah untuk diucapkan, tetapi sulit untuk dilakukan. Secara bahasa, sabar berasal dari kata al habsu, yang berarti menahan. Secara istilah syariat sabar berarti menahan jiwa di atas ketaatan kepada Allah dan meninggalkan kemaksiatan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah, salah seorang ulama membagi sabar menjadi 3 bagian macam1, yakni:

1.Sabar di Dalam Ketaatan kepada Allah

yaitu menjalankan peritah-perintah Allah. Walau terasa sulit karena seringkali bertentangan dengan nafsu yang ada pada manusia. Misalnya bersenang senang, bersantai santai, dsb.

2.Sabar di Dalam Meninggalkan Kemaksiatan kepada Allah

yaitu dengan menjauhi larangan-larangan Allah. Dan ini pun hal yang sulit karena sesungguhnya hal-hal yang diharamkan adalah perkara yang nikmat di dunia.

3.Sabar terhadap Takdir Takdir Allah yang Pedih

yaitu sikap sabar yang ada dalam diri manusia ketika tertimpa musibah. Namun, dia menyadari bahwa sesungguhnya semua yang terjadi di muka bumi adalah takdir yang telah dituliskan oleh Allah. Serta mengetahui hal tersebut membuat seseorang menjadi sabar atas berbagai bentuk musibah yang menimpa dirinya.

Selain ketiga macam sabar tersebut, ada juga sabar ketika seseorang tertimpa musibah. Seperti menahan lisannya dari berkeluh kesah kepada selain Allah, atau menahan hatinya dari rasa marah atau menahan anggota badan dari ekspresi rasa marah. Saat tertimpa musibah, seorang manusia akan berada di antara 4 kondisi, yakni:

1.Marah

Rasa marah yang ada di dalam hati manusia terhadap takdir Allah yang terjadi pada dirinya dan ia tidak mampu bersabar atas musibah yang menimpa dirinya. Dan hal ini sebenarnya menunjukkan kebodohan yang ada di dalam diri manusia. Sebab pada hakikatnya ia belum memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi pada dirinya adalah telah ditetapkan Allah bahkan sebelum diciptakannya langit dan bumi.

2.Sabar

Sabar itu seperti nama suatu buah yang rasanya pahit yang biasa digunakan untuk obat dan khasiatnya sangat manjur. Seperti ketika tertimpa musibah ia merasakan sakit dan tidak senang atas musibah yang menimpa dirinya, tetapi keimanannya kepada Allah membuatnya sabar.

3.Ridho

Derajatnya lebih tinggi dari sabar. Ada yang menganggapnya sebagai dua perkara yaitu nikmat dan musibah. Ada yang menganggapnya berbeda, ada yang menganggap keduanya sebagai ujian. Nikmat adalah ujian agar bisa tetap bersyukur, sementara musibah adalah ujian agar dapat meningkatkan keimanan kepada Allah.

4.Syukur

Dan ini adalah tingkatan paling tinggi. Ketika tertimpa musibah dia malah bersyukur kepada Allah. Karena ia memandang bahwa dibalik suatu musibah yang ia alami ada musibah yang lebih besar. Dan ia meyakini bahwa musibah dunia adalah lebih ringan dari musibah agama, Serta ia memandang bahwa adzab dunia jauh lebih ringan dar adzab di akhirat.

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun:11)

Maka sesungguhnya sabar adalah cabang keimanan, sebaliknya kalau seseorang tidak sabar maka hakekatnya ia masuk ke dalam cabang kekufuran. Salah satu contoh ketidaksabaran yang biasa terjadi seperti meratapi keluarga yang meninggal, kemudian sedih berlebihan, menangis bahkan hingga histeris.

Dari contoh tersebut dapat kita ambil bahwa sesungguhnya sabar berkaitan dengan iman kepada takdir Allah, iman kepada seluruh yang telah Allah tetapkan kepada manusia. Dengan demikian sabar dapat memperbaiki iman kepada takdir allah adalah termasuk penyempurna tauhid seseorang. Karena seseorang yang beriman kepada takdir Allah berarti meyakini bahwa seluruh kehidupan di dunia telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, dan hanya Allah yang dapat melakukannya, dan dini adalah bentuk daripada tauhid. Sehingga dari beberapa bahasan tersebut, poin penting yang dapat kita ambil ialah:

  1. Seluruh musibah itu sesungguhnya termasuk takdir Allah.
  2. Sabar termasuk daripada cabanag keimanan yang menjadi penyempurna tauhid seseorang
  3. Ridho terhadap takdir Allah adalah sebab mendaptkan hidayah hati. Berupa kelapangan hati atas buah dari kesabaran yang dikerjakan
  4. Mencela nasab seseorang dan meratapi mayit termasuk sifat-sifat jahiliyyah. Dan ini termasuk haram, dan termasuk dosa besar
  5. Bahwasannya tanda kebaikan bagi seorang muslim adalah ia ditimpakan suatu musibah. Baik secara fisik, harta, serta melalui keluarga atau orang orang yang dicintai. Dan sebaliknya, tanda keburukan bagi sesorang adalah karena ditunda adzabnya oleh Allah di akhirat, tidak disegerakan di dunia sebagaimana orang-orang yang benar benar beriman.

Daftar Pustaka

[1]Muhammad, Syaikh bin Ibn Shalih Al-’Utsaimin. 1993. Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid. Riyadh: Dar Al-’Ashimah.
[2]Ibn Abdul Aziz alu Syaikh, Salih. At Tamhid Syarh Kitab Tauhid. Riyadh:Dar At Tauhid
[3]Shalih Alu Fauzan, Asy Syaikh. I’anah Al Mustafid. Beirut: Muassah Ar Risalah.

One thought on “Sabar: Cabang Keimanan dan Penyempurna Tauhid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.