Pemuda dan Hari Jum’at

shalat-jumat

Di antara hal yang sangat memprihatinkan yaitu adanya sebuah kenyataan yang kita saksikan dari segolongan pemuda yang tidak memiliki kepedulian terhadap waktu, khususnya waktu-waktu yang utama. Padahal mereka mengetahui dengan baik bahwasanya hidup itu pendek meskipun panjang. Kesenangan itu akan sirna meskipun abadi. Sehat akan digantikan oleh sakit, dan masa muda akan digantikan masa tua.

Di antara waktu-waktu utama yang sering diremehkan oleh sebagian pemuda adalah hari Jum’at yang Allah subhanahu wata’ala telah menunjukkan umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepadanya dan membiarkan umat-umat terdahulu tanpa petunjuk untuk menggapainya. Berikut ini adalah beberapa tindakan yang hendaknya dapat dilakukan oleh para pemuda untuk mengisi hari Jum’at:

(1) Hendaknya seorang pemuda menghindarkan dirinya dari begadang sampai larut malam.

Karena begadang akan menghalangi dari bergegas menuju masjid untuk menunaikan shalat Jum’at dengan segera. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencela kami karena begadang setelah Isya”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).

(2) Berdiam diri di Masjid setelah menunaikan shalat Fajar untuk berdzikir dan membaca al-Qur’an.

(3) Beristirahat sebentar kemudian menyantap sarapan pagi, mandi, bersiwak, mencukur kumis dan memakai pakaian yang bagus/paling bersih dan memakai minyak wangi.

Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at, lalu menyucikan diri semampunya, memakai minyak rambut atau mengoleskan minyak wangi yang ada di rumahnya, kemudian ia pergi keluar rumahnya menuju masjid, dan tidak memisahkan antara dua orang (yang datang lebih awal) untuk selanjutnya ia mengerjakan shalat sebagaimana yang ditentukan kepadanya lalu memperhatikan khutbah pada saat khatib sedang berkhutbah, melainkan diampuni dosa-dosa yang dilakukan hari itu dan Jum’at yang lain”. (HR. al-Bukhari).

Telah berkata Muhammad ibn Ibrahim At-Taimi rahimahullah, “Barangsiapa memotong kukunya pada hari Jum’at, memotong kumisnya, dan menghiasi diri dengan sunnah, maka ia telah menyempurnakan Jum’at.” (Abdur Razzaq di dalam karangannya). Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu tidaklah berangkat menuju shalat Jum’at, melainkan ia memakai minyak rambut dan minyak wangi. Berkata Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, “Tiga perkara yang menjadi kewajian seorang muslim pada hari Jum’at: Mandi, bersiwak, dan memakai minyak wangi jika ia mendapatkannya.”

(4) Bersegera menghadiri shalat Jum’at dengan berjalan kaki, tidak menaiki kendaraan untuk meraih pahala yang besar dalam kesegeraannya.

Sebagaimana disebutkan dalam shahihain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub, lalu dia berangkat (menuju masjid), maka seakan-akan dia berkurban unta. Barangsiapa berangkat pada saat ke dua, maka seakan-akan dia berkurban sapi. Barangsiapa berangkat pada saat ke tiga, maka seakan-akan dia berkurban kambing. Barangsiapa berangkat pada saat yang ke empat, maka seakan-akan ia berkurban ayam. Barangsiapa berangkat pada saat yang ke lima, maka seakan-akan dia berkurban telor. Sedangkan jika imam telah datang, maka para malaikat berdatangan untuk mendengarkan peringatan (nasihat) “.

Ats-Tsaqofi radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mandi hari Jum’at dan membersihkan diri, lalu bersegera dan bergegas, berjalan kaki dan tidak menaiki kendaraan, mendekati posisi imam kemudian mendengarkan dan tidak berbuat sia-sia, maka baginya setiap langkah amalan satu tahun, termasuk pahala puasa dan qiyamul lail yang ada pada tahun itu.” (HR. Ahmad). Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami bersegera menuju Jum’at dan beristirahat setelah Jum’at.” (HR. al-Bukhari).

(5) Hendaknya seorang pemuda memanfaatkan waktu duduknya di Masjid dengan amalan ibadah yang cocok dengan hati dan kondisinya.

Salah satunya adalah dengan memperbanyak shalat. Disebutkan dalam shahih Muslim dari hadits Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslamy radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Saya bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka saya membawakan air wudhu dan kebutuhannya. Maka beliau berkata kepadaku, “Mintalah”. Maka saya berkata, “Saya meminta agar bisa menemanimu di Surga”. Beliau berkata, “Ada yang lain selain itu”. Maka aku berkata, “Cukup itu saja”. Beliau berkata, “Bantulah aku agar bisa membantumu dengan memperbanyak sujud”. Sudah sewajarnya kita semua mempunyai harapan untuk tinggal bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di surga. Harapan ini tidak akan terealisasi setelah rahmat dari Allah subhanahu wata’ala, kecuali dengan mengerjakan sebab-sebabnya. Dan di antara sebab-sebab tersebut adalah memperbanyak shalat.

Nafi’ berkata, “Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu senantiasa shalat pada hari Jum’at. Maka ketika mendekati waktu keluarnya imam, ia duduk sebelum keluarnya imam.” (Abdurrozzak 3/210).

Dan di antara sebab-sebab yang lainnya yaitu membaca surat Al-Kahfi. Terdapat banyak nash yang menjelaskan keutamaan membacanya. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam sunannya dari Abu Said Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu dia bekata, “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dia akan diterangi oleh cahaya dalam jarak antara dia dengan Baitul ‘Atiq”. (Sanadnya memiliki hukum marfu’ sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh al-Albani).

Kemudian selayaknya ia berusaha menghafal ayat-ayat al-Qur’an yang mulia agar hati dan dadanya terisi oleh ayat-ayat al-Qur’an. Karena sebaik-baik yang mengisi hati adalah Kitabullah. Imam At-Tirmidzi telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Sesungguhnya seseorang yang di dalam rongga dadanya tidak ada sesuatu dari al-Qur’an seperti rumah yang runtuh”. (Berkata At-Tirmidzi: Hadits ini hasan shahih).

(6) Jika khatib telah masuk untuk menyampaikan khutbah dan menunaikan shalat, hendaknya ia diam untuk mendengarkan khutbah yang disampaikannya agar dapat mengambil faidah dari khutbah tersebut.

Hendaknya seorang pemuda berkonsentrasi ketika mendengarkan isi khutbah, seolah-olah nanti ia akan ditanya tentang materi khutbah atau ia diminta untuk berbicara tentang materi yang disampaikan Khotib. Maka dengan cara ini akal dan pikirannya akan terpusat lebih banyak pada pembicaraan sang Khotib.

(7) Munaikan shalat sunnah Jumat seusai shalat Jum’at.

Jika di masjid shalatlah empat rakaat. Sebagaimana yang telah diriwayatkan At-Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barangsiapa di antara kalian shalat setelah Jum’at, maka shalatlah empat raka’at setelahnya”. Dan jika engkau lakukan di rumah maka shalatlah dua raka’at. Sebagaimana telah ditetapkan dalam shahihain, bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dua raka’at setelah Jum’at di rumahnya. Setelah itu menyantap makanan dan beristirahat. Sebagaimana yang telah diriwayatkan Imam al-Bukhari dari hadits Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Kami tidak beristirahat dan makan siang, kecuali setelah shalat Jum’at.”

(8) Setelah Ashar seorang pemuda bisa mengisinya dengan mengunjungi kerabat atau menengok orang sakit atau bisa juga dengan mengulangi pelajaran-pelajaran yang telah diberikan sebelumnya.

(9) Jika telah mendekti waktu Maghrib, selayaknya seorang pemuda berjalan menuju masjid untuk berdoa dan memanfaatkan waktu yang mustajab.

Sebagaimana yang terdapat dalam shahihain dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut hari Jum’at, lalu dia berkata, “Di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan dengan waktu tersebut, melainkan Dia akan memberikan kepadanya.” Dan beliau mengisyaratkan (pendeknya waktu tersebut) dengan tangannya.”

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan waktu ini dengan pendapat-pendapat yang banyak. Tetapi sepertinya pendapat yang paling kuat adalah akhir waktu Ashar. Maka selayaknya seorang pemuda muslim yang mengetahui kefakiran dan kebutuhannya kepada Rabb-nya menggunakan kesempatan ini dengan memohon hidayah dan keteguhan di atas agamanya untuk dirinya sendiri dan berdoa untuk saudara-saudaranya kaum muslimin di negara-negara bagian timur bumi dan bagian baratnya.

(10) Setelah shalat Maghrib, hendaknya seorang pemuda membaca wirid sore hari kemudian mengerjakan shalat sunnah Maghrib.

(11) Setelah Maghrib ia bisa berkumpul bersama keluarganya untuk bercengkerama dengan mereka dan memberi manfaat dengan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka atau bisa juga memanfaatkan waktu itu untuk mengulangi pelajarannya sehari-hari.

Seorang pemuda hendaknya mengingat bahwasanya pengulangan pelajaran yang ia lakukan adalah dalam rangka meraih ilmu. Dan menuntut ilmu merupakan ibadah yang sangat agung yang seorang hamba memperoleh pahala jika melaksanakannya. Hadits riwayat At-Tirmidzi, Ad-Darimi dan Abu Daud, menyebutkan bahwa seseorang datang kepada Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu saat itu ia sedang berada di Damaskus, lalu ia bertanya, “Wahai Abu Darda! Sesunggunya aku mendatangimu dari kota Madinah Rasul untuk mengklarifikasi sebuah hadits yang engkau riwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Apa yang menyebabkan anda datang ke sini, apakah karena suatu perniagaan? Ia menjawab,” Tidak”. Ia bertanya lagi, “Apakah tidak ada hal lain yang anda cari? Orang itu menjawab, “Tidak”. Maka Abu Darda radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa berjalan (keluar) untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga, dan malaikat akan meletakkan sayapnya sebagai keridhoan terhadap penuntut ilmu. Sesungguhnya para penghuni langit dan bumi sampai makhluk yang ada di laut akan memohonkan ampunan baginya dan keutamaan seorang penutut ilmu daripada seorang yang beribadah adalah seperti keutamaan bulan dari bintang-bintang yang lainnya.

Para ulama adalah pewaris nabi-nabi dan sesunggunya nabi-nabi itu tidak mewariskan dinar maupun dirham tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambilnya (ilmu) sesungguhnya ia telah mengambil keuntungan yang besar”

(12) Setelah menunaikan shalat Isya dan menyantap makan malam, jika seorang pemuda ingin membaca kitab ilmu yang cocok baginya, maka ini adalah sebuah kebaikan.

Jikaia malas/enggan melakukan yang demikian itu maka hendaknya ia shalat witir sebelum tidur untuk mengakhiri hari dengan sesuatu yang diridhoi Allah subhanahu wata’ala. Dan tidak melupakan dzikir-dzikir menjelang tidur dan etika-etikanya. Semoga dengan ini Allah subhanahu wata’ala senantiasa menjaga dan melindungi kita. Allahu’alam.

Maraji’: “Kai Yastafiidusy Syaab Min Yaumil Jumu’ah,

Syaikh Muhammad Abdullah Al-Habdan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.