Tsiqoh : Akhirnya Kau Kembali

vivapalestine

Malam hari itu, kegelisahan kami memuncak. Terasa hari demi hari yang telah kami lalui seakan tidak berarti. Harapan yang selama ini dirangkai, roboh begitu saja. Rasanya seperti tulang punggung ini lepas dari tempatnya. Ketidak-pastian yang terus menerus merundung kami, membuat sebagian dari kami mengalami degradasi semangat. Dan sejak saat itulah, syaitan tengah bermain di antara hati kami. Menyelusup kedalam sanubari dan melemahkan kesolidan yang selama ini terbangun. Seakan-akan tidak ada lagi untuk percaya. Sehingga pertanyaan-pertanyaan liar mengisi penuh kepala ini. Sangkaan-sangkaan pun menguasai diri. Mungkin sepeti itulah penggambaran kondisi kamiketika keberangkatan menuju El-Arish untuk menuju Gaza dalam konvoi Viva Palestina 5 (VP5) yang sudah didepan mata, lagi-lagi harus ditunda.

Diriku dan relawan dari Indonesia lainnya mungkin tidak terlalu merasakan hal sebegitu kecewa dibandingkan dengan relawan yang sudah bergabung dengan konvoi sejak konvoi mulai bergerak dari London, karena kami baru bergabung dengan konvoi ketika rombongan konvoi sampai di Syria. Akan tetapi tetap saja, rasa itu semakin tidak terkelola sehingga berdampak pada hati ini. Dan jujur ku katakan bahwa harapanku ketika itu hancur begitu saja.Speechles. Seakan pesona keindahan kota pelabuhan Lattakia di Syria tak dapat membendung emosi yang meluap-luap.

Dalam hatiku pun berkata, “Diriku saja seperti ini, lalu bagaimana dengan yang lainnya, secara mereka lebih lama merasakan kelelahan daripada diriku ?”.

Tapi ku mencoba untuk tetap berbaik sangka dan sedikit demi sedikit membangun rasa optimis itu dari puing-puing harapan. “ah, mungkin hanya diriku saja yang kurang kuat, lemah dan belum banyak pengalaman dalam menghadapi kondisi ini, mungkin saja yang lainnya dapat mengatasi rasa ini karena banyaknya pengalaman yang telah mereka rasakan. ya, ku harap memang seperti itu”, gumamku.

Rombongan VP5 yang sudah sejak lebih kurang seminggu di “Camp Penantian” yang terletak di kawasan mukhayyam Ramallah Filistin menunggu kepastian keberangkatan ke destinasi selanjutnya sebelum nantinya menuju titik terminasi pamungkas yaitu Gaza. Banyak hal yang sebelumnya kami dapatkan sembari menunggu perizinan yang terus diusahakan oleh kami kepada pemerintah Mesir yang memegang otoritas penuh akan akses masuk ke Gaza melalui pintu Rafah. Harapan dan juga asa yang kami miliki naik turun sepertinya layaknya fluktuasi titik yang mendefinisikan nilai sinus dengan besarnya sudut pada grafik sinus.

Sudah sejak tiga hari yang lalu, ekspektasi kami meninggi karena kabar baik yang kami dapati dari pemberitaan di Al-Jazeera TV yang menyebutkan bahwa telah diizinkan rombongan VP5 untuk singgah sementara di El-Arish, Mesir dan selanjutnya diperbolehkan menuju Gaza oleh pemerintah. Kegembiraan dan haru tak lagi terbendung. Rasa syukur kami ekspresikan dengan seketika itu pula bersujud, merendahkan diri kehadirat-Nya, bersyukur atas skenario baik yang Allah berikan pada kita. Tergambar jelas dari beberapa wajah relawan, haru yang tak terbendung. Saat itu dapat dikatakan sebagai titik kulminasi ekspektasi yang kami miliki. Harapan kami membumbung tinggi untuk dapat segera bertemu dengan saudara-saudara kami di Gaza. Waktu-waktu setelahnya menjadi waktu-waktu terindah yang kami rasakan.

Dua-tiga hari berselang, kualitas semangat kami masih tetap terjaga. Begitu pula panitia penyelenggara konvoi yang saat itu pun tengah bersiap untuk menyiapkan perpisahan dengan warga sekitar camp, mereka dengan semangat menyiapkan segalanya. Hingga di puncak tiga hari itu haflah wada’ pun di gelar di malam harinya. Akan tetapi, saat itu Allah berkehendak lain. Skenario Allah mengharuskan ku dan yang lainnya untuk bertahan lebih lama di Lattakia. Rasa kecewa pastilah ada dan rasa itu tidak dapat ditutup-tutupi. Haflah wada’yang dirancang sebagai acara perpisahan kami dengan penduduk di sana, seketika hilanglah atmosfer kegembiraannya karena suatu maklumat dari panitia di sore harinya. Sebuah maklumat yang menyesakkan. Bayan dari pimpinan konvoi yang mengatakkan kami harus bersabar, karena sepertinya keberangkatan untuk yang kesekian kalinya akan di undur.

Maklumat yang kami terima dari panitia mengesankan panitia tidak profesional sehingga sedikit hilang kepercayaan kami terhadap panitia. Maklumat tersebut menyatakan bahwa ada aturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah Mesir atas pelarangan beberapa nama yang termasuk dalam rombongan konvoi kami kali ini. Kontan saja mood beberapa dari kami hilang untuk menikmati haflah. Pun juga diriku, lantas ku memilh untuk sama sekali tidak peduli dengan haflah yang masih tetap diselenggarakan dengan kemeriahan yang palsu.

Mengapa bayan tersebut ku anggap memperlihatkan ketidak-becusan panitia dalam mengelola sebuah konvoi. Karena bayan itu tidak disampaikan disaat yang tepat. Maksudnya, ketika bayan itu berisi tentang pelarangan beberapa nama dari kami, mengapa baru di sampaikan saat-saat ini, saat dimana ekspektasi dan semangat tengah memuncak, bukan disampaikan sedari awal ketika perihal izin belum diberikan oleh pemerintah Mesir. Di sanalah poin permasalahannya. Dari sana terlihat panitia tidak profesional mengelola tim.

Hal ini diperburuk oleh timbulnya prasangka di tengah-tengah kami yang menyangka ada unsur politis dibalik penundaan ini. Panitia bisa jadi mengorbankan peserta yang diizinkan atas beberapa nama yang sebelumnya masuk dalam daftar nama yang tidak diperbolehkan masuk ke Gaza. Karena asumsi kami pada saat itu adalah beberapa nama yang tidak diperbolehkan untuk memasuki Gaza, adalah panitia itu sendiri. Dan syaithan jahat pun langsung menyergap kami dengan menghembuskan prasangka-prasangka negatif yang tujukan pada panitia.

Teringat sebuah firman Allah tentang ketentuan mengangkat seorang pemimpin dari Agama lain, mengingat pada rombongan konvoi kali ini pemimpin yang kami angkat bukanlah seorang muslim. “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu)” (Q.S. Ali-Imron 28).

“Benar juga ya, mungkin saja Allah tidak ridho dengan kami, sehingga sulit sekali rasanya untuk bertolak dari tempat ini. Ada saja hal yang itu merintangi” pikirku seketika menyergap.

“Bagaimana kalau pemimpinnya diganti saja ?. Kami di sini terdiri dari beberapa orang hebat yang dia adalah seorang muslim dan juga memiliki posisi strategis di Negaranya”. Pikiran liarku membayang-bayang, mencoba untuk mencari solusi.

Setelah disergap oleh rasa kekecewaan yang mendalam, bahkan hingga merencanakan untuk protes dan mengusulkan penggantian pimpinan konvoi terhadap panitia atas asumsi-asumsi negatif diriku terhadap mereka, dirikupun mencoba sekuat tenaga untuk menenangkan diri. Karena betapapun hebatnya badai kekecewaan yang sedang membuat hati gelap gulita yang menginginkan adanya bentuk protes, akan tetapi tetap saja tidak akan menyelesaikan masalah ketika kondisinya sudah serumit ini.

“Ya kupikir, sekaranglah saatnya untuk mengelola hati dengan bersabar” gumamku dengan sedikit melonggarkan tensi yang sedang memanas malam itu.

Seorang sahabat satu bilik dari Negeri Jiran yang sepertinya lebih cocok dianggap sebagai paman, karena rentang umur kami yang begitu jauh, sedikit menjadi penawar kekesalan diriku. Ketika itu beliau bercerita banyak tentang hakikat perjuangan, tentang pengorbanan, dan tentang musyarokah dengan non-Muslim. Cara bicaranya menunjukkan kedalaman ilmu sahabat ku itu. Dan sedikit banyak ucapannya meyakinkanku atas kondisi yang ada disekitarku.

Apa yang sahabatku itu bicarakan sedikit melegakan. Beliau mengatakan bahwa apa yang kita lakukan saat ini adalah bentuk sebuah perjuangan. Dan ketika genderang perjuangan sudah ditabuh maka tidak ada keraguan bagi kita untuk tidak merelakan apa yang kita miliki. Disitulah letak sebuah pengorbanan. Pun juga saat ini, Konvoi ini adalah salah satu bentuk perjuangan kecil untuk mencapai sebuah kulminasi perjuangan ummat Islam. Perjuangan yang didamba-dambakan umat Islam se-dunia. Perjuangan untuk membebaskan Al-Quds dari cengkraman Israel La’natullah ‘alaih. Tersirat sebuah goresan yang besar dari setiap tetes darah dan keringat para syuhada yang membasahi bumi suci Palestina dan juga Umat Islam di belahan bumi yang lainnya yang senantiasa menyediakan beberapa jengkal dalam hidupnya rasa peduli dan berempati pada mereka.

Sahabatku kemudian melanjutkan menjelaskan padaku bahwa sesungguhnya perjuangan kecil yang kita lakukan ini tidak seberapa dibandingkan dengan perjuangan yang dilakukan oleh para syuhada di Bumi Palestina. Pengorbanan yang dikeluarkan oleh kita pun terbilang tidak ada apa-apanya, walau mungkin terasa berat sekali ketika meninggalkan hal-hal yang kita korbankan. Sahabatku yang setelah ku tahu tentang dirinya adalah seorang bisnisman yang memiliki omset jutaan Dollar tiap bulannya juga meninggalkan bisnis yang digelutinya hanya untuk bisa membersamai perjuangan relawan lainnya untuk dapat masuk ke Gaza. Dan itu pun, sahabatku berkata itu tidak ada apa-apanya. “astagfirullah”. Ku pun terharu dibuatnya.

Kembali menyangkut persoalan seorang pemimpin konvoi. Walau nampak bahwa pada konvoi kali ini, umat Islam tidak mengambil alih tampuk kepemimpinan, akan tetapi cobalah untuk kembali berpikir lebih dalam dan lebih bijak. Prioritas akan sesuatu yang memiliki kemaslahatan yang lebih itu diutamakan daripada sesuatu yang memiliki kemudharatan, walau pada awalnya nampak sebuah hamparan kebaikan padanya. Bisa jadi skenario Allah menghendaki seperti ini agar kami dapat belajar banyak dan mengambil hikmah dari sebuah nilai-nilai kepemimpinan. Karena sekiranya tidaklah menjadi sebuah persoalan ketika mengangkat pemimpin dari kalangan non-Muslim (ahlu dzimmah) ketika dari kepemimpinannya itu dihasilkan banyak kemaslahatan yang dirasakan oleh umat Islam secara langsung maupun tidak langsung, lagipula posisi pimpinan konvoi ini dapat dikatakan bukanlah posisi-posisi strategis yang dimaksud dalam beberapa dalil dan ijtihad ulama yang kemudian mengharamkan perihal pengangkatan non-muslim sebagai pemimpin.

Diriku pun melanjutkan untuk berpikir lebih dalam untuk melihat jauh kedepan. Saat ini memang yang memiliki akses strategis untuk kelancaran jalannya konvoi ini adalah mereka, denganbanyaknya pengalaman yang sudah mereka lakukan pada konvoi-konvoi sebelumnya , pun juga dengan jaringan yang sudah mereka miliki. Bisa jadi hal yang tidak diinginkan terjadi, ketika konvoi ini diambil alih oleh orang Islam yang notabene tidak tahu apa-apa tentang konvoi dan memiliki pengalaman yang tidak cukup mumpuni untuk mengurusi konvoi.

Ku rasakan keadaan sekitarku menjadi hening dan tenang walau di luar sana hiruk pikuk peserta konvoi lainnya masih larut dalam keceriaan haflah. Kurasakan saat itu diriku sedang dalam fase cooling down atas tensi yang meninggi yang kualami sebelumnya. Ibarat api yang tengah berkobar dan tiba-tiba padam. Dan sejenak kemudian terasa hilang beban-beban kekecewaan dan kegundahan yang kurasakan.

Semangat kembali kutemukan bersamaan dengan padamnya asumsi-asumsi negatif yang membakar. Kutemukan kembali bentuk ke-tsiqoh-an terhadap pimpinan, siapapun dia. Bahaya akibatnya ketika kita mencoba untuk tidak tsiqoh. Telah kudapati banyak materi dalam perjalanan tarbiyahku bahwasannya tsiqoh tau menaruh rasa kepercayaan terhadap pemimpin itu adalah syarat mutlak berjalannya suatu jama’ah. Dan ku pun lantas berpikir. Ketika di Tanah Air membaca satu buku yang menginspirasi Karya Ust. Salim A Fillah. Betapa indah jalan yang Allah berikan ini. Penuh dengan hikmah sebagai bentuk cinta-Nya Allah pada hamba-Nya. Jalan yang penuh kecintaan dari para hamba-hamba-Nya untuk saling mengautkan dan menasihati. Karena sejatinya kita adalah pejuang yang berderap di jalan cinta para pejuang. Dan selanjutnya hari-hari penantian dirikupun di Lattakia, Syiria kulalui dengan penuh rasa bangga atas ikatan ukhuwah yang kami rasakan.

Satu perjuangan untuk bebaskan bumi Palestina. Bersama berderap melangkah untuk bebaskan Al-Quds. Karena itulah yang menjadi tujuan. Jangan sampai terlalaikan oleh nikmat dunia. Sungguh, mereka membutuhkan kita. Walau hanya sebaris do’a yang kita dapat sumbangkan pada mereka. Tetaplah menjadi semangat yang terus bersemayam dalam sanubari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.