Pandangan Islam Terkait Kelistrikan

listrik

(Tanggapan terhadap kenaikan TDL)

1 Juli 2010 yang lalu, secara resmi, akhirnya, pemerintah, dengan disetujui oleh DPR, menaikan Tarif Dasar Listrik(TDL) dengan kisaran antara 10-18%. Dua kelompok pelanggan yang tidak mengalami kenaikan adalah pelanggan rumah tangga kecil dengan daya 450-900 VA karena dianggap tidak mampu serta pelanggan dengan daya di atas 6.600 VA karena sudah membayar TDL sesuai harga pasar.

Jika melihat latar belakang mengapa kebijakan ini dikeluarkan, sungguh rasanya kurang berpihak pada rakyat, menaikan TDL dilakukan agar APBN-P 2010 tidak jebol atau mengalami defisit yang lebih besar. Seperti diketahui, dalam APBN-P 2010 yang diputuskan pada awal Mei lalu, subsidi listrik yang dianggarkan mencapai Rp 54 triliun. Untuk itu, diperlukan kenaikan TDL sebesar 10% agar dapat menutupi kebutuhan PLN akibat pengurangan subsidi sekitar Rp 10 triliun dari APBN 2009 sebesar Rp 64,46 triliun. Kebutuhan PLN harus disubsidi karena saat ini biaya yang dikeluarkan PLN untuk memproduksi listrik sekitar Rp 1.200 per kilowatt hour (KWh), sementara harga jual listrik BUMN listrik itu ke para pelanggannya hanya sekitar Rp 630 per Kwh.

Namun kenaikan TDL sesungguhnya tidak membuat PT PLN diuntungkan maupun dirugikan. Hal ini karena kenaikan TDL dilakukan dengan tujuan untuk menekan subsidi listrik yang jumlahnya semakin membengkak dalam APBN. Bagi PT PLN sendiri, berapapun selisih antara BPP listrik dengan harga jual ke pelanggan itu kan akan dibayar dari dana subsidi dalam APBN. Peningkatan kualitas pelayanan kelistrikan pun sesungguhnya tidak ada hubungannya dengan kenaikan TDL ini.

Alasan lain pemerintah menaikkan harga TDL adalah karena hingga kini sekitar 18,9 juta keluarga miskin masih belum menikmati listrik. Oleh karena itu, kenaikan TDL pada bulan Juli mendatang diharapkan dapat meningkatkan jumlah masyarakat yang teraliri listrik. Menurut pemerintah, dengan kenaikan TDL sebesar 10%, sesungguhnya seluruh masyarakat yang sudah menikmati listrik termasuk pelanggan 450-900 Volt Ampere (VA) turut membantu pemerintah agar 18,9 juta keluarga miskin tersebut bisa ikut menikmati listrik.

Namun, laksana tambal sulam pada ban kendaraan yang bocor, pemerintah menyelesaikan masalah dengan menciptakan masalah yang baru. Yang pasti kenaikan TDL ini akan menyebabkan efek domino. Akan diawali dengan kenaikan harga bahan baku, biaya proses produksi, hingga berkurangnya daya beli konsumen. Para produsen dengan alasan kenaikan bahan baku dapat menaikan harga jual produk. Dan akhirnya pasti akan menyebabkan multiplier efek yang bermuara pada kenaikkan harga dan penurunan daya beli dan berujung pada penurunan produksi yang berdampak pada pemutusan hubungan karyawan/pengangguran.

Jika ditilik lebih dalam, sesungguhnya mahalnya biaya produksi listrik dan kurangnya pasokan listrik adalah penyebab munculnya problematia kelistrikan di Indonesia sehingga banyak masyarakat yang tidak dapat menikmati aliran listrik. Hal itu terjadi karena masih adanya inefisiensi dan mahalnya bahan bakar pembangkit listrik yang berasal dari BBM, serta pasokan bahan bakar pembangkit listrik yang masih kurang mencukupi. Jika bahan bakar pembangkit adalah BBM, maka kenaikan BBM pasti akan menyebabkan naiknya biaya produksi.

Kemudian, jika bahan pembangkitnya adalah batu bara dan gas yang harganya jauh lebih murah, ternyata pasokan untuk kebutuhan dalam negeri justru tidak mencukupi, karena lebih banyak untuk kepentingan ekspor. Ini adalah hal yang sangat ironis.

Penggunaan bahan baku batu bara dan gas sudah dilakukan oleh PLN seperti di Paiton Jawa Timur dengan batu bara dan proyek Donggi Senoro untuk gas alam. Namun pada saat PT PLN mengalami defisit pasokan gas, pemerintah telah mengesahkan alokasi gas dari lapangan Donggi-Senoro. Porsi gas domestik dari lapangan tersebut maksimal hanya 25 persen, sisanya untuk alokasi ekspor.

Sungguh ironis, pada saat kebutuhan akan gas terutama dari PT PLN begitu besarnya, pemerintah justru mengalokasikan 75 % untuk ekspor. Padahal jika kebutuhan pasokan gas domestik mendapat prioritas, maka kekurangan pasokan gas untuk PLN akan terpenuhi. Hal ini akan membuat harga produksi listrik turun, sehingga harga TDL tidak perlu dinaikkan atau mengurangi subsidi. Dengan ketersediaan bahan bakar pembangkit yang jauh lebih murah dan sangat besar, maka pemerintah melalui PT PLN dapat segera memperbesar kapasitas produksi listrik dan ini akan segera dapat mengatasi kekurangan pasokan serta menambah luasnya jangkauan pelayanan listrik kepada masyarakat.

Pandangan Islam terkait Kelistrikan

Sesungguhnya problematika kelistrikan ini dapat diatasi ketika bahan baku minyak bumi diganti dengan batubara dan gas alam. Namun karena batubara dan gas alam lebih banyak diekspor, maka pasokan dalam negeri termasuk untuk keperluan pembangkit listrik tidak dapat dipenuhi. Alhasil terjadi inefisiensi.

Menurut Islam, listrik merupakan kepemilikan umum yang wajib dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Karena, Listrik merupakan kebutuhan pokok rakyat dan merupakan bentuk pelayanan masyarakat yang wajib dilakukan negara. Oleh karena itu, negara tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan listrik kepada swasta sebagaimana mana negara juga tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan bahan baku pembangkit listrik kepada swasta. Hal ini karena listrik dan barang tambang yang jumlahnya sangat besar adalah milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh swasta dan individu.

Berkaitan dengan ini Rasulullah saw bersabda:

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.”

(HR. Abu Daud).

Termasuk dalam api disini adalah energi berupa listrik. Yang juga termasuk kepemilikan umum adalah barang tambang yang jumlahmya sangat besar.

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia meminta kepada Rasulullah saw untuk dibolehkan mengelola tambang garam. Lalu Rasulullah saw memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki bertanya : “Wahai Rasullullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir.”Rasulullah saw kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya”(HR. At-Tirmidzi).

Tindakan rasul saw yang membatalkan pengelolaan tambang yang sangat besar (bagaikan air yang mengalir) menunjukkan bahwa barang tambang yang jumlah sangat besar tidak boleh dimiliki oleh pribadi, karena tambang tersebut merupakan milik umum.

Oleh karena itu, barang-barang tambang seperti migas, batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, dan lain sebagainya adalah kepemilikan umum. Dalam Islam, kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara karena negara adalah wakil ummat. Kepemilikan umum tidak boleh dikuasai dan dikelola pribadi atau swasta apalagi pihak asing. Karena listrik termasuk milik umum, seharusnya listrik dapat diperoleh masyarakat dengan harga murah bahkan kalau perlu gratis.

Penutup.

Solusi pragmatis yang bisa dilakukan oleh Pemerintah dan DPR dalam waktu dekat ini adalah melakukan renegosiasi dan membuat perubahan UU yang mengatur masalah pengelolaan Sumber Daya Alam agar kebutuhan gas dan batu bara di dalam negara lebih bisa diprioritaskan.

Namun, selain solusi pragmatis, hendaknya umat islam pun harus segera menyadari bahwa sudah saatnya kita gencar menawarkan sistem alternatif di tengah kuatnya arus sistem kapitalisme yang perlahan-perlahan akan runtuh. Yaitu, sistem pemerintahan Islam. Sistem pemerintahan yang dijalankan pada landasan yang dijamin kebenarannya dan kekuatannya, yaitu berdasar pada Al Qur’an dan Al Hadist. Sistem yang akan mampu mensejahterakan umat secara menyuluruh, baik yang muslim maupun yang non-muslim. Wallahu a’lam bi showab. (MVS)

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin ?
(TQS. Al Maidah : 50)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.