Rekonstruksi Diri dalam Pergerakan Mahasiswa Muslim

Rekonstruksi Diri dalam Pergerakan Mahasiswa Muslim

Organisasi mahasiswa muslim selalu menarik perhatian untuk dibahas. Ikut bergabung di dalamnya merupakan salah satu penerapan gerakan dakwah Islam sebagaimana sesuai dengan dalil QS. As-Shaff, 61: 4 yang artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bagunan yang tersusun kokoh.” Artinya, sesuatu yang tersusun rapi dan sistematis akan menghasilkan hasil yang lebih baik, begitupun dalam dakwah. Sampai saat ini pula telah banyak tokoh besar negara yang lahir dari gerakan Islam, terkhusus tokoh-tokoh besar Republik Indonesia.

Artikel ini berjudul Rekonstruksi Diri dalam Pergerakan Mahasiswa Muslim, di mana poin pentingnya ialah diri itu sendiri. Mengapa demikian? Apabila kita membaca tren hari ini, “citra baik” selalu dibangun diiringi dengan perkembangan serta pemanfaatan beragamnya media sosial sehingga memudahkan untuk membangun ‘kesan’ seperti apa yang diinginkan oleh seseorang tanpa harus melalui televisi seperti pada 2-5 dekade yang lalu.

Hal itu tidak sepenuhnya salah, seorang muslim haruslah baik, lahir maupun batin. Namun menjadi suatu kesalahan bila motivasi dia mengikuti lembaga dakwah ataupun pergerakan hanya untuk ‘pencitraan’. Allah SWT telah berfirman dalam QS. Asy-Syura, 42: 20 yang artinya: “Barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), namun dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.” Ayat ini jelas menjamin hasil yang akan diproleh dari suatu motivasi namun sekaligus mempertegas konsekuensi yang akan diperoleh apabila orientasinya hanya sebatas dunia, bahwa akhirat ia tidak akan dapatkan. Maka pertanyaan selanjutnya, tujuan mana yang lebih baik daripada akhirat?

Selanjutnya mari kerucutkan kata motivasi tersebut menjadi lebih sederhana dengan mengunakan kata niat, seperti tercantum dalam kitab populer Fathul Qarib yang menjadikan bab tentang niat sebagai pembuka kitab dengan tujuan untuk memperingatkan diri penulis sendiri tentang niatnya menulis kitab tersebut, serta menularkannya kepada pembaca bahwa sebelum memulai sesuatu menata niat merupakan fondasi awal untuk menuju keberkahan suatu amalan.

Niat yang baik biasanya diwakilkan dengan kata ikhlas. Menurut Huzaifah Al-Mar’asyi, ikhlas adalah samanya perbuatan hamba antara yang tampak maupun yang tersembunyi (At-Tibyan: 25). Bila kita merefleksikan diri sendiri sekali saja, hal yang diperlihatkan di depan mahluk seperti tepat waktu, salat sunah lengkap, baca Alquran rajin dan sejenisnya, itu semua sangat berbeda kualitasnya ketika sendiri, tidak sedikit yang melalaikan hal tersebut, artinya apa, niatnya ternyata masih bercampur dengan hal-hal yang sangat duniawi sehingga tidak merasakan bahwa Allah SWT sangat dekat dan mengawasi makhluknya. “Apabila hamba-hamba ku bertanya kepadamu (Muhammad)  tentang aku, Maka sesungguhnya Aku dekat.” (QS. Al-baqarah, 2: 186).

Lalu mengenai gerakan mahasiswa muslim yang menjadi salah satu wadah di mana tidak sedikit yang memasuki organisasi tersebut karena ingin tercitrakan menjadi orang saleh bahkan mungkin mengharapkan keuntungan-keuntungan dunawi lainnya, sehingga tidak perlu heran ketika banyak kader lembaga dakwah maupun pergerakan tidak memahami visi dan misi lembaga atau malah ada yang berbuat maksiat di kemudian hari karena tolak ukurnya tidak lain tidak bukan yaitu manusia.

Pada kesimpulan artikel ini ingin mengatakan bahwa, tidak ada yang salah dari bergabung dengan pergerakan mahasiswa muslim atau lembaga dakwah karena keduanya merupakan salah dua instrumen dalam berdakwah. Bergabung berarti siap berkorban dan siap menjadi lebih baik, bukan siap menjadi terkenal baik atau terkenal saleh. Yakini niat yang berlandaskan pada dunia akan diwujudkan oleh Allah SWT, begitu juga niat yang karena akhirat akan diwujudkan dan digaransi oleh Allah SWT. Diawali dengan menata diri terutama niat dalam mengikuti suatu lembaga menjadi poin dasar yang sangat penting, ketika dasar tersebut terpenuhi insya Allah hati tersebut akan langsung dituntun Allah SWT menuju langkah-langkah yang penuh berkah dampaknya secara luas bagi masyarakat melalui oraganisasi maupun instrumen dakwah yang kita pilih masing-masing. Wallahualam.

Oleh: Lalu Syaeful Arif (Departemen Jaringan JS)

Editor: Nindy Oktavia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.