Setiap Hari Adalah Tahun Baru

Oleh: Rama Shidqi Pratama (Fakultas ISIPOL 2015)

Gegap gempita Tahun Baru 2019 sudah kita lewati beberapa hari lalu. Banyak yang mencoba mengenang masa-masa setahun ke belakang, dan berharap akan hal-hal yang baik dalam setahun ke depan. Namun, apakah yang disebut Tahun Baru selalu terjadi pada 1 Januari?

Ada banyak sekali kalender di dunia ini, dengan basis penanggalan yang beraneka rupa. Ada kalender Hijriyah, yang dipakai oleh umat Islam. Ada kalender Saka yang dipakai orang Hindu. Ada kalender Majusi yang dulu dipakai orang Persia. Ada kalender suku Aztec. Ada kalender Julian, yang menjadi kalender Masehi – sebelum dipresisikan ulang menjadi sistem Gregorian. Bahkan ada kalender Juche di Korea Utara, yang perhitungannya dimulai dari tahun Kim Il-Sung, pendiri negara itu lahir.
Ada yang berdasar pada perhitungan matahari atas bumi, seperti kalender Masehi. Ada juga yang berdasar pada perhitungan bulan atas bumi, seperti kalender Hijriyah dan kalender Jawa. Ada juga yang memadukan keduanya.

Lantas, kenapa banyak umat manusia merayakan tahun baru pada 1 Januari? Sederhana. Kalender Masehi adalah kalender yang paling umum digunakan di seluruh dunia – dan 1 Januari dijadikan awal tahun. Kalender ini bertumpu pada revolusi bumi, yang berlangsung rata-rata 365 hari sekali jalan. Juga, dalam kalender Masehi 1 Januari jatuh pada Selasa lalu.

Seandainya yang paling umum digunakan adalah kalender Hijriyah, tentu tahun baru sudah berlalu 4 bulan lalu. Atau seandainya kalender Imlek mendominasi dunia internasional, tahun akan berganti pada 5 Februari mendatang.
Seperti yang kita tahu, kalender Masehi yang dipakai sekarang adalah sistem Gregorian. Sebelumnya ada sistem Julian, di mana tahun baru jatuh pada 1 Maret. Itulah kenapa bulan September, Oktober, November, dan Desember dinamakan demikian – nama-namanya menunjukkan urutan bulan.

Di sisi lain, Planet Bumi melakukan revolusi selama 365,256 hari. Istilah revolusi di sini mengacu pada argumen heliosentris bahwa “bumi mengitari matahari”, bertentangan dengan argumen “matahari mengitari bumi” dalam paham geosentris. Seandainya kita tinggal di Planet Merkurius, kita mengalami tahun baru setiap sekitar 88 hari sekali. Atau di Planet Mars, kita mengalami tahun baru setiap sekitar 686 hari sekali. Atau di planet-planet ‘yang mirip bumi’, yang bisa jadi rentang satu tahunnya berbeda.

Penentuan “1 Januari” pun bisa saja berbeda. Bukan pada Selasa lalu. Bisa saja tahun baru Masehi terjadi kemarin, besok, 3 hari lagi, atau bahkan malam ini. Bisa pula pergantian tahunnya bukan saat jam 00.00. Bisa saja jam 12.00 siang, kalau mau. Atau di saat tertentu, seperti satu hari di kalender Hijriyah yang berganti setiap tenggelamnya matahari, alias Maghrib. Tapi kenyataannya berbeda.

Maka, kalau kita perhatikan lagi, setiap hari bisa menjadi tahun baru. Bahkan setiap saat pun bisa dijadikan tahun baru. Iya kan? Lantas, apa yang kita rayakan saat pergantian tahun?

***
Waktu demi waktu terus bergulir, dari tahun ke bulan ke pekan ke hari ke jam ke menit ke detik. Satu-satu insan terlahir ke dunia, satu-satu insan harus kembali kepada Allah ta’ala. Sudah saatnya kita, sebagai makhluk sempurna namun diciptakan HANYA untuk beribadah kepada-Nya, untuk bersama-sama menghitung ulang apa yang telah kita lakukan selama ini. Setiap saat. Ya, karena tidak ada yang mengetahui ajal kita selain Rabb kita, Allah subhanahu wa ta’ala.
(3) وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.