Dari Penggembalaan Kambing Menuju Kepemimpinan Umat

Oleh: Setia Budi Sumandra

A. Pendahuluan

“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali telah menggembalakan kambing.” Lalu para sahabat beliau bertanya: “Demikian juga engkau?” Beliau menjawab: “Ya, aku dahulu menggembalakan kambing milik seorang penduduk Mekkah dengan imbalan beberapa qiraath.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Rasulullah SAW dan para Rasul yang lain merupakan pemimpin-pemimpin umat yang sudah terbukti berhasil memimpin umatnya dengan seni kepemimpinan yang sampai saat ini tetap menyisakan pengaruh dan keagungan nama mereka. Di balik kepemimpinan gemilang mereka, tentunya terdapat proses untuk mencapai seni kepemimpinan yang luar biasa tersebut. Proses ini dibekali oleh Allah dengan pekerjaan mulia yang zaman saat ini banyak ditinggalkan manusia milenial karena dianggap ndeso. Pekerjaan tersebut adalah menggembala kambing.

Dari hadist Bukhori dan Muslim pada pembukaan di atas kita ketahui bahwa sejak Nabi Adam a.s sampai Nabi Muhammad SAW, tidak ada satupun Nabi yang tidak pernah Angon Wedhus (menggembala kambing). Jika kita lihat gereja-gereja, di dinding-dindingnya nampak gambar domba-domba yang mengelilingi Yesus. Nabi Musa a.s pun mendapatkan jodoh beliau ketika membantu putri Nabi Ya’kub a.s untuk menggembalakan kambing mereka ketika membutuhkan minuman. Begitu pula Nabi-Nabi yang lain.

Para ulama menyampaikan bahwa untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan pada diri seorang anak, orang tua bisa memberi tanggung jawab menggembala ternak kepada seorang anak. Seorang pakar sejarah islam, Profesor Muhammad Mahmud Imaro, menyampaikan dalam bukunya sebuah komentar menarik tentang hadist tersebut yang mana ini menjadi inspirasi bagi penulis dalam memberikan judul artikel yang Anda sedang baca ini. Beliau menyampaikan sebuah kalimat yang artinya, “dari penggembalaan kambing menuju kepemimpinan umat.” Beliau menyampaikan hal tersebut dalam kapasitas beliau sebagai pakar sejarah islam yang mana ini mengindikasikan bahwa begitu pentingnya menggembala kambing dalam mempersiapkan generasi kepemimpinan umat yang baik ke depannya. Bahkan ada salah seorang yang pernah menjadi menteri Indonesia mengatakan sebuah joke, pantas saja negeri ini tidak makmur karena para pemimpinnya tidak ada yang pernah menggembala kambing.

B. Manfaat menggembala kambing dalam pembentukan jiwa kepemimpinan
Para ulama mengatakan bahwa tidak ada satupun kegiatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW melainkan itu semua adalah hikmah dan teladan. Termasuk juga proses menggembala kambing. Rasulullah SAW mulai menggembala kambing sejak usia yang kecil ketika masih dalam pemeliharaan ibu susuannya (Halimah Al-Sa’diyah) di pedalaman Bani Sa’ad.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, menyatakan bahwa tidak ada seorang Nabi yang Allah utus kecuali menggembalakan kambing. Seluruh nabi yang Allah utus pertama kali menggembalakan kambing, agar mereka mengetahui dan berlatih mengurus dan mengatur dengan baik. Allah mengatur kambing sebagai hewan gembala mereka, karena penggembala kambing akan mendapatkan ketenangan, kelembutan dan kasih sayang. Hal ini karena ia menggembalakan hewan ternak yang lemah, berbeda dengan penggembala unta, karena penggembala unta lebih banyak memiliki kekerasan dan kekasaran. Ini memang karena unta sendiri kasar, kuat dan keras. Adapun beberapa manfaat menggembala kambing adalah sbb:

1. Memberikan inspirasi dalam menghasilkan generasi keturunan yang baik
Terdapat sebuah kisah menarik dari Ustadz Muhaimin Iqbal. Suatu saat beliau memiliki beberapa kambing yang dapat diperas susunya. Susu kambing tersebut diperebutkan oleh banyak orang dikarenakan harganya 10 kali lebih besar dari susu sapi. Karena harganya mahal, maka susu kambing tersebut dijual. Kemudian beliau membeli susu sapi untuk menyusui anak kambingnya karena harganya lebih murah. Apa yang terjadi? Yang terjadi adalah generasi berikutnya dari kambing-kambing tersebut mengalami kerontokan. Ini dikarenakan anak-anak kambing yang harus disusui oleh ibunya, digantikan dengan susu sapi. Bukankah itu yang sering terjadi pada zaman ini?

Ibu-ibu pada zaman ini seringkali tidak sempat memberikan ASI kepada anaknya secara penuh 2 tahun dikarenakan kesibukan dalam bekerja. Alhasil ASI digantikan susu sapi dalam bentuk susu formula yang banyak kita kenal seperti SGM Explor, Bebelove, Nutribaby Royal, BMT, Lactogrow, dan lain sebagainya. Semuanya dikemas dengan manfaat-manfaat yang akan didapatkan si bayi yang didukung oleh hasil penelitian mutakhir dalam skala laboratorium.

Hal ini sangat membuat saya miris karena jika susu sapi saja dikasih ke anak-anak kambing dapat merontokkan mereka, bagaimana halnya jikalau susu sapi dikasih ke anak-anak manusia? Bukankah Rasulullah SAW telah memberikan teladan kepada kita bahwa jikalau seorang ibu tidak dapat menyusui, maka susukanlah kepada wanita lain yang mampu menyusukan? Ketika ibu Rasulullah SAW, Siti Aminah, tidak dapat menyusui beliau ketika kecil, maka beliau dititipkan kepada Halimah Al-Sa’diyah untuk menyusui beliau. Bukan dengan susu kambing, bukan pula dengan susu sapi dan unta.

Oleh karena itu beliau tumbuh secara alami sebagai pemimpin yang tangguh dan kuat serta tidak mudah sakit. Kita sangat membutuhkan pemimpin dengan sifat badan yang kuat dan sehat. Adapun menghasilkan generasi dengan sifat seperti ini dimulai dengan peran dari sang ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya selama 2 tahun penuh seperti yang Allah perintahkan:

“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna…..” (Q.S Al-Baqarah: 233)

2. Belajar membedakan makanan halal dan haram
Terkadang ketika proses penggembalaan, terdapat beberapa kambing yang memakan rerumputan pekarangan rumah orang lain atau rerumputan di tanah lapang orang lain. Di sinilah peran penggembala untuk memandu kambing-kambing mereka agar tidak memakan rerumputan yang bukan hak mereka. Penggembala juga harus jeli sekaligus teliti melihat padang rumput yang mana yang merupakan milik umum dan yang mana merupakan milik orang lain. Selain itu, penggembala juga harus pandai memilih rerumputan yang baik atau tidak untuk dimakan oleh kambingnya.

Pemimpin umat harus memiliki kemampuan untuk membedakan mana hal-hal yang halal dan mana yang haram. Selain membedakan, pemimpin umat juga harus pandai mensosialisasikan dan memandu masyarakatnya agar tidak terjebak dalam perkara yang haram baik yang menyangkut dengan makanan, perdagangan, transportasi, pendidikan, perekonomian, dan layanan lainnya. Di samping itu, pemimpin umat harus berani bekerja tulus, bukan bekerja fulus.

3. Belajar kesabaran
Kambing sejatinya adalah hewan liar. Setelah dipelihara oleh manusia, sifat sejatinya tersebut berubah menjadi hewan yang cukup jinak. Akan tetapi kambing merupakan salah satu tipe hewan koloni yang hidup bersama dengan kelompoknya. Sebagai hewan koloni tentunya dibutuhkan kesabaran untuk mengurusi setiap kebutuhan mereka seperti makanan, minuman, kotoran, kandang, dan lain sebagainya. Apalagi jika ada kambing yang keluar dari koloni, maka penggembala harus bersusah payah dan penuh kesabaran untuk mengarahkan kambing tersebut agar kembali ke koloninya. Selain itu, penggembala juga harus bersabar untuk menggembala kambingnya dari pagi sampai sore. Para penggembala juga harus rela untuk tidur di bawah pohon rindang sembari menunggu kambing-kambingnya makan.

Penggembala yang baik akan memerhatikan kesejahteraan kambing yang dimilikinya. Begitu pun pemimpin umat yang baik pasti akan memerhatikan kesejahteraan rakyat yang dimilikinya. Jikalau ada pemimpin yang tidak memerhatikan rakyatnya, maka ada yang salah dari pemimpin tersebut.

4. Belajar sebagai pelindung
Jika kita perhatikan secara seksama, penggembala kambing tidak pernah berada di depan gembalaannya. Ini ditujukan agar penggembala bisa memantau kemungkinan adanya bahaya dari serigala atau pun hewan buas lainnya yang ingin memakan kambingnya. Ini juga dimaksudkan agar penggembala dapat memantau kambing yang sekiranya keluar dari gerombolan.

Sifat pelindung yang bahkan mempertaruhkan nyawa seperti ini sangat diperlukan untuk dimiliki oleh seorang pemimpin umat. Karena manusia akan menghadapi masalah yang lebih kompleks daripada kambing, maka seni dan taktik serta kepedulian pemimpin untuk melindungi rakyatnya harus lah lebih tinggi.

5. Belajar Kepekaan
Dalam salah satu ceramah Ustadz Budi Ashari tentang kepemimpinan, beliau bercerita bahwa ada seorang peternak kambing di tanah yang luasnya kurang lebih 15 ha. Adapun kandang kambingnya berada di paling ujung dari pintu masuk rumahnya. Tetapi beliau dapat membedakan secara pasti suara kambing yang berbunyi, “mbekkk” apakah kambing tersebut lapar, takut, atau dia ingin kawin. Begitulah kepekaan yang dimiliki oleh seorang penggembala kambing.

Kepekaan seorang pemimpin umat terhadap keluhan rakyatnya sangat penting. Kepekaan ini dapat dilatih dengan menggembala kambing. Hal ini merupakan bekal penting bagi seorang pemimpin yang kelak menjadi pemimpin umat.

 

 

Daftar Pustaka:

https://www.w-islam.com/2013/02/577/rasulullah-saw-sebagai-penggembala-kambing/. Diakses 06 Februari 2019.

Ashari, Budi. https://www.youtube.com/watch?v=cYnvgYSiWfw. Diakses 06 Februari 2019.

Iqbal, Muhaimin. https://www.youtube.com/watch?v=WR9ITlRzccA. Diakses 06 Februari 2019.

Izzah, Nailatul. https://sditmutiarahatingargoyoso.blogspot.com/2016/05/dari-penggembala-kambing-hingga.html. Diakses 06 Februari 2019

2 thoughts on “Dari Penggembalaan Kambing Menuju Kepemimpinan Umat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.