Mukhtasar Syamsuddin Sebut Iman dan Pemikiran Bukan hal yang Dikotomis

Guru besar Fakultas Filsafat UGM, Prof Drs Mukhtasar Syamsuddin, M. Hum., Ph. D. of Arts mengisi ceramah pada Ramadhan Public Lecture di Masjid Kampus UGM pada (28/3)

 

Mukhtasar mengajak para jamaah untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah Swt. berikan. Beliau menjelaskan bahwa Q.S. Al-Baqarah ayat 183 memanggil orang-orang yang beriman untuk melaksanakan perintah puasa. Pada akhir ayat ini, dijelaskan tujuan berpuasa, yaitu agar menjadi orang yang bertaqwa. Maka dari itu, hendaknya kita menjalankan perintah Allah Swt. dengan menggunakan ilmu sebagai dasarnya, seperti perintah puasa yang manfaatnya telah terbukti secara ilmiah bagi kesehatan tubuh manusia.

 

Iman dan pemikiran bukanlah hal yang dikotomis. Kualitas iman seseorang selaras dengan kemampuan intelektualnya dalam memahami ayat-ayat Allah. Hati (kepercayaan) dan akal juga tidak dapat dipisahkan, keduanya bersatu untuk menguatkan keimanan yang dimiliki oleh manusia.

 

Dalam berislam, kita tidak boleh hanya melihat ritualitasnya saja tetapi juga melihat dimensi sosialnya, contohnya adalah pada pelaksanaan ibadah tarawih. Kita tidak hanya beribadah kepada Allah tetapi juga berinteraksi dengan orang lain untuk mewujudkan solidaritas. Solidaritas telah dijelaskan dalam QS Ali Imran ayat 2, bahwa manusia diperintahkan untuk saling menolong dalam hal kebaikan dan dilarang bekerja sama dalam kejahatan Jadi, harapan untuk mencapai ketaqwaan dapat kita raih contohnya dalam melaksanakan puasa, kita harus memperhatikan hukum-hukumnya baik yang bersifat qauliyah maupun empiris, contohnya penentuan waktu puasa dengan rukyatul hilal maupun hisab Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterpaduan antara akal dan iman.

 

Beliau menjelaskan bahwa Prof Kuntowijoyo telah memberikan contoh terkait interpretasi untuk memahami ayat-ayat Allah menggunakan dimensi historis, empiris dan mewujudkannya dalam bentuk aksi dalam bukunya “Paradigma Aksi pada Interpretasi Menuju Aksi.” 

 

Setiap ayat Al-Qur’an diturunkan dengan asbabun nuzulnya, begitu pula  dalam berislam yang harus melaksanakan sesuai dengan konteksnya. Contohnya, Islam yang dibangun atas pluralisme merupakan interpretasi Islam dari sejarah Indonesia, yaitu keberagaman latar belakang seperti suku bangsa, budaya, dan agama. Kedudukan manusia pada dasarnya sama, yang membedakannya adalah tingkat ketakwaannya. Perwujudan dari ketakwaan dalam pluralisme adalah saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada.

 

Dalam Al-Qur’an, terdapat ayat yang menjelaskan tentang perintah pengambilan sebagian harta yang telah mencapai ukuran tertentu yang kemudian diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan untuk mensucikan jiwa. Ayat ini dapat diinterpretasikan sebagai perintah membayar zakat dan pembayaran pajak. Dalam konteks pembayaran zakat, Kuntowijoyo melarang kita menggunakan pendekatan normatif untuk mewujudkan aksi dalam beragama, tetapi menggunakan pendekatan empiris dengan melihat realita sosial. Hal ini menunjukkan bahwa adanya integrasi antara norma dan aksi dalam mewujudkan Islam yang sukses.

 

Paradigma baru dalam menjalankan ajaran Islam dapat ditemukan dari pendekatan secara historis, ketika ajaran Islam tidak hanya dilihat sebagai ikatan transendental tetapi juga diinterpretasikan berdasarkan fakta sosial empiris, sehingga dapat diwujudkan menjadi aksi dalam kehidupan sehari-hari. 

 

Beliau menambahkan bahwa ilmu yang kita miliki sangatlah sedikit, bagaikan setetes air yang dituangkan ke dalam lautan yang tidak bisa mengubah rasa asin air laut menjadi tawar. Beliau juga berpesan agar kita tidak mendewakan pemikiran dan intelektualitas, karena ilmu yang kita peroleh tidak hanya didapatkan melalui usaha individu, tetapi juga karena adanya kemudahan yang diberikan oleh Allah Swt, pencipta akal dan pikiran manusia. Jadi, kita harus mengintegrasikan iman dan intelektualitas serta menjadikannya paradigma dalam menjalani kehidupan sehari-hari maupun kehidupan berbangsa dalam pluralitas, sehingga pluralitas menjadi rahmat bagi kita semua. (Sayyidah Khalimatussakdiah/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif RDK)

 

 

 

Saksikan videonya berikut ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.