Najib Azca Sebut Perdamaian dan Harmonisasi Sosial Merupakan Mandat Agama Islam

Ramadan Public Lecture (RPL) menghadirkan Muhammad Najib Azca, Ph.D., Wakil Sekretaris Jenderal Nahdlatul Ulama, sebagai pemateri pada Kamis, 4 April 2024, dengan tajuk “Harmonisasi Sosial dan Perdamaian sebagai Pilar Penting dalam Proses Pembangunan”. Beliau mengingatkan kilas balik harmonisasi sosial dan perdamaian pada periode awal memasuki masa reformasi menjadi situasi yang serius ketika reformasi dan demokratisasi diikuti dengan maraknya kekerasan kolektif di hampir seluruh penjuru tanah air. Bahkan, pada masa itu, berbagai negara memprediksi bahwa Indonesia tidak akan bertahan karena sebab kekerasan kolektif tersebut. Angka kekerasan sangat tinggi pada masa itu, sehingga berbagai lembaga di Timur Tengah menyebutkan bahwa Indonesia yang merupakan negara besar dan luas tidak akan bertahan dan akan mengalami proses balkanisasi. Hal tersebut sebagaimana yang terjadi di Eropa Timur yang akhirnya hancur dan mengalami perpecahan. 

 

Lalu, apa yang dimaksud dengan perdamaian? Beliau mengulas dua makna perdamaian yang dirumuskan seorang tokoh yang seringkali disebut ‘Bapak Perdamaian,’ yaitu Prof. Johan Galtung. Perdamaian memiliki dua arti, perdamaian dalam arti yang positif dan perdamaian dalam arti yang negatif. Perdamaian yang negatif ditandai dengan ketidakhadirannya dari perang. Menurut Johan Galtung, definisi ini tidak cukup menggambarkan perdamaian. Secara umum, perdamaian negatif telah hadir, meskipun masih ada kekerasan, pertentangan, dan permusuhan di Indonesia. Namun, jumlahnya tidak sebanyak sebelumnya. Perdamaian dalam arti yang positif adalah suatu kehadiran dalam relasi-relasi yang bersifat harmonis dan kehadiran dari keadilan. Ketika menilik situasi perdamaian positif di Indonesia, keadaan sekarang jauh lebih baik dari masa reformasi. 

 

Beliau menyampaikan bahwa tanggung jawab Indonesia ke depannya adalah menghadirkan relasi yang harmoni antar warga dan mewujudkan keadilan bersama. Situasi permusuhan dan kebencian masih banyak di Indonesia, salah satunya ujaran kebencian di media sosial. Selain itu, pembangunan yang merata dapat mewujudkan tujuan mencapai perdamaian dan relasi yang harmoni. Menurut survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga internasional, menunjukkan bahwa meskipun secara umum tingkat kemakmuran meningkat, baik di Indonesia maupun global, tingkat ketimpangan juga semakin tinggi. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi perdamaian dan harmoni sosial. 

 

Beliau menyampaikan bahwa hal ini menjadi masalah serius yang perlu diperhatikan agar ada upaya-upaya menuju perdamaian yang dilakukan bangsa. Upaya yang dapat ditempuh untuk mewujudkan perdamaian adalah memulainya dari diri sendiri dan keluarga, seperti menjaga etika ketika bermain media sosial agar tidak terjadi sengketa sosial.

 

Beliau mengajak jamaah yang hadir untuk melakukan refleksi dalam upaya membangun perdamaian dan harmoni sosial, baik dalam makna positif maupun negatif yang sesungguhnya merupakan mandat dari agama Islam. Beliau mengutip Surah Al-Anbiya’ ayat ke-107 yang artinya, “Aku tidak mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi Rahmat bagi alam semesta.” Dari ayat tersebut, menjelaskan bahwa kehadiran risalah nubuwwah adalah untuk menghadirkan rahmat bagi seluruh entitas di bumi ini. “Saya kira dengan pesan itu, merupakan hal yang penting bagi kita untuk melakukan upaya-upaya melakukan harmoni sosial dan membangun perdamaian dalam kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, maupun lingkungan yang lebih luas,” pesan beliau. (Efi Munasifah/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif RDK)

 

 

 

Saksikan videonya berikut ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.