Tema | : Be an Ideal Muslimah: Upaya Mengenal Diri dan Peran Muslimah |
Subtema | : Wanita Muslimah Bersama Tetangga, Teman, dan Masyarakatnya |
Pembicara | : Fathiah Islam Abadan S.P. |
Hari, tanggal | : Ahad, 7 Februari 2021 |
Waktu | : 09.00 – 10.45 |
Tempat | : Google Meeting |
Sesi Pematerian
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, sehingga perlu memperhatikan hubungan dengan sesama, baik itu teman, tetangga maupun masyarakat di sekitarnya. Teman, tetangga dan masyarakat juga termasuk orang-orang yang memiliki hak atas kita untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Allah subhahanahu wa ta’ala kelak. Hak-hak tersebut dibagi menjadi dua, yaitu hak yang bersifat khusus dan hak yang bersifat umum berupa keutamaan-keutamaan. Teman adalah mereka yang mempunyai relasi dengan kita karena pekerjaan, hobi, dan sebab lainnya. Tetangga adalah orang yang bertempat tinggal dekat dengan kita. Sedangkan, masyarakat mencakup teman, tetangga dan manusia secara umum. Terdapat beberapa dalil yang berkaitan dengan keutamaan interaksi dengan manusia (hablum minannas), antara lain:
- “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, rekan di perjalanan, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan apa yang dia miliki.” (QS An-Nisa: 36)
- “Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira, tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya.” (HR. Bukhari 6014 dan Muslim 2624)
- “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)
Para ulama memiliki perbedaan pendapat terkait definisi tetangga yang cukup luas, sehingga mereka membagi tetangga menjadi 3 macam, yaitu tetangga muslim yang merupakan karib kerabat, tetangga muslim yang bukan karib kerabat, dan tetangga non muslim. Masing-masing jenis tetangga memiliki hak yang berbeda-beda, sebagai contoh tetangga pertama memiliki hak sebagai tetangga, hak muslim dan hak karib kerabat (keluarga), sedangkan tetangga kedua hanya memiliki hak sebagai tetangga dan hak sebagai muslim, begitu pula tetangga ketiga yang mempunyai hak sebagai tetangga saja. Berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, ada 6 hak seorang muslim atas muslim lainnya: 1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya, 2) Apabila engkau diundang, maka penuhilah undangannya, 3) Apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya, 4) Apabila dia bersin lalu memuji Allah, maka doakan dengan “yarhamukallah”, 5) Apabila dia sakit, maka jenguklah dia, 6) Apabila dia meninggal dunia, maka iringilah jenazahnya hingga di pemakaman.
Adab-adab terhadap tetangga, teman dan masyarakat adalah sebagai berikut:
- Hendaklah dia menyukai untuk orang lain apa-apa yang dia sukai untuk dirinya dan hendaklah dia membenci untuk orang lain apa-apa yang dia benci untuk dirinya.
- Tidak mengganggu dengan perkataan ataupun perbuatan. Sebagai contoh, tidak menyetel ceramah agama atau murottal dengan suara yang keras dan tidak mengatakan ucapan yang diharamkan (umpatan, ejekan dan bercanda yang mengandung hinaan), dll. Hal ini sebagaimana hadits yang diceritakan dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di masjid, lalu beliau mendengar mereka (para sahabat) mengeraskan bacaan (Al-Qur’an) mereka. Kemudian beliau membuka tirai sambil bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya kalian sedang berdialog dengan Rabb kalian. Oleh karena itu, janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan terhadap sebagian yang lain di dalam membaca Al-Qur’an” atau beliau mengatakan, “atau dalam shalatnya.”” (HR. Abu Dawud no. 1332, shahih)
- Berbuat baik kepada mereka dan memperhatikan keadaan mereka. Tunjukkanlah akhlak yang baik kepada tetangga, meskipun mereka non-muslim. Di antara akhlak baik adalah bersedekah untuk tetangga yang membutuhkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Al Baihaqi). Beliau juga bersabda: “Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” (HR. Muslim 4766).
- Hendaknya ikut merasakan kegembiraan dan kesedihan mereka. Jika mendapat kabar baik dari mereka, dianjurkan memberi ucapan keberkahan seperti “Barakallahu fiik”, dan jika mendengar kabar buruk, maka ikut merasa prihatin dan berusaha membantu semaksimal mungkin.
- Tidak mendiamkan mereka. Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (Muttafaqun ‘alaih)
- Beramar ma’ruf nahi mungkar kepada mereka dengan cara yang baik sesuai syariat, apalagi jika kemunkaran tersebut dilakukan secara terang-terangan. Terdapat 3 syarat yang perlu dipenuhi sebelum beramar ma’ruf nahi mungkar, yaitu: memiliki ilmu, bersikap lemah lembut dan santun (ar rifq wal hilm), dan bersabar.
- Menjaga kehormatan mereka, bersikap jujur dan menjauhi khianat. Hendaknya menjauhi dosa-dosa yang menjatuhkan kehormatan mereka, meskipun sering kali terjadi di lingkungan masyarakat, seperti ghibah (menceritakan suatu fakta dari seorang muslim, padahal dia tidak suka jika hal itu disebutkan) dan namimah (adu domba). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan dalam suatu hadits bahwa tetangga yang baik merupakan lambang kebahagiaan dan
kesengsaraan. - Melaksanakan hak-hak muslim.
- Jika berencana menjual rumah atau tanah, sebaiknya ditawarkan terlebih dahulu kepada tetangganya. Hal ini menunjukkan besarnya hak tetangga dalam Islam.
- Memperhatikan adab istidzan (meminta izin). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Hai, orang orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat.” (An Nur: 27). Rasulullah juga mengajarkan untuk tidak berdiri tepat di depan pintu saat mendatangai rumah orang karena dikhawatirkan akan melihat hal-hal yang tidak layak dilihat saat pintu dibuka. Contoh adab istidzan yang sederhana adalah tidak memakai barang orang lain sebelum meminta izin, tidak memasuki kamar pribadi orang tua tanpa seizin mereka, dan sebagainya.
- Selalu berprasangka baik kepada mereka. Jika melihat sesuatu dari saudara kita yang belum jelas kebenerannya, maka jauhilah prasangka buruk yang bisa mendorong pada ghibah atau fitnah. Dari Ja’far bin Muhammad rahimahullah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila sampai kepadamu dari saudaramu sesuatu yang kamu ingkari, maka berilah ia sebuah udzur sampai 70 udzur. Bila kamu tidak mendapatkan udzur, maka katakanlah, “Barangkali ia mempunyai udzur yang aku tidak ketahui.” (HR Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman no 8344).
- Bersikap dermawan kepada mereka. Sikap dermawan (senang memberi) ini bisa dipraktikkan dengan cara memberi kelebihan rizki bagi yang membutuhkan, melunasi hutangnya, atau saling memberi hadiah. Sikap dermawan memiliki banyak keutamaan, salah satunya yang dijelaskan dalam QS Ali ‘Imran ayat 133-134, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
- Itsar dalam perkara dunia. Itsar merupakan sikap mendahulukan kepentingan orang lain di atas dirinya. Itsar dalam hal duniawi sangat dianjurkan bagi seorang muslim, sebagai contoh memenuhi keperluan mereka, mendahulukan mereka dalam hal kepemilikan, dll.
- Lembut, dekat, tawadhu, dan memudahkan. Sifat-sifat tersebut mempunyai keutamaan, sebagaimana hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram baginya tersentuh api neraka?” Para sahabat berkata, “Mau, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab: “(Yang haram tersentuh api neraka adalah) orang yang Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl.” (HR. At-Tirmidzi & Ibnu Hibban, dishahihkan Al-Albani). Hayyin adalah seseorang yang tawadhu kepada orang lain, layyin ialah mereka yang berlemah lembut, qarib artinya menyenangkan saat berbicara dan dekat dengannya, dan sahl adalah orang yang memudahkan segala sesuatunya atau tidak mempersulit orang lain. Sifat kelembutan berkaitan dengan rahmat dan kebaikan, sedangkan sifat marah dan dendam dekat dengan setan.
- Memuliakan tamu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
- Bergaul dengan orang-orang sholih. Hendaknya mencari lingkungan pergaulan yang membuat kita semakin dekat dengan Allah, sebab agama seseorang bergantung pada agama teman karibnya. Selain itu, di akhirat kelak orang-orang yang sholih akan memberi syafaat untuk memasukkan saudaranya yang beriman ke dalam surga. Meskipun begitu, tidak boleh juga membatasi pergaulan dengan manusia secara umum seperti dalam hal muamalah.
- Sabar atas gangguan dan mudah memaafkan.
- Berterima kasih atas pemberian mereka dan tidak menyebut-nyebut pemberian diri sendiri. Allah ta’ala mengingatkan kita dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian … “ (Al Baqarah:264).
- Mencintai dan membenci karena Allah. Mereka yang saling mencintai karena Allah termasuk orang-orang yang akan mendapat naungan Allah di padang mahsyar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Siapa yang cintanya karena Allah, bencinya karena Allah, memberinya karena Allah dan tidak memberi pun karena Allah, maka sungguh telah sempurna keimanannya.” (HR. Abu Dawud 4.681)
- Saling mendoakan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sesungguhnya do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yangmustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.” (HR. Muslim)
Sesi Tanya Jawab
1. Bagaimana menasihati teman yang suka berprasangka buruk dan berpendapat bahwa lebih baik suudzon tapi kenyataannya adalah kebalikannya, daripada kecewa karena sudah huznudzon tetapi kenyataannya tidak seperti yang diharapkan?
Jawaban: Sebaiknya, tetap berprasangka baik dan berhusnudzon dengan niat karena Allah subhanahu wa ta’ala, bukan karena tidak ingin kecewa dengan yang sebenarnya terjadi. Sebab, husnudzon merupakan perintah Allah dan sunnah Rasulullah yang memiliki banyak keutamaan. Jika mendapatkan berita yang memicu munculnya prasangka negatif, maka lakukan tabayyun atau meneliti informasi kepada mereka yang bersangkutan. Prasangka buruk juga akan menyebabkan hati semakin kotor dan iman semakin berkurang.
2. Apakah boleh membenci seseorang karena sering berperilaku buruk dan menyakiti kita?
Jawaban: Faktanya, memaafkan itu jauh lebih baik dan memberi kebahagiaan di hati dibanding menyimpan kebencian atau dendam. Dalam QS ‘Ali Imran ayat 133-134, Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman bahwa ganjaran untuk orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain adalah surga yang seluas langit dan bumi. Selain itu, Rasulullah mengingatkan kita untuk memaafkan orang yang mendzolimi, membalasnya dengan kebaikan, serta mendoakannya agar diberi hidayah dan berhenti berbuat kedzaliman. Tidak lupa untuk selalu meminta pertolongan kepada Allah agar diberi kelapangan hati dalam memaafkan.
3. Bagaimana seharusnya bersikap terhadap teman yang sering meminta tolong dibuatkan tugas dan akhirnya menimbulkan dampak negatif terhadap kita berdua? Padahal, sebelumnya dijelaskan bahwa salah satu adab terhadap teman adalah berbuat baik.
Jawaban: Berbuat baik dengan memberikan bantuan kepada teman tidak bisa dipraktikkan untuk semua hal, sebab di Al-Qur’an diperintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Artinya, jika bantuan yang kita berikan bisa berdampak buruk bagi teman karena memunculkan rasa malas, tidak mandiri dan tidak bertanggung jawab, maka sebaiknya mencari solusi lain dalam membantunya. Solusi yang bisa ditawarkan adalah memberikan motivasi dan semangat kepadanya, mengalihkan tugasnya kepada teman yang sekiranya satu bidang keilmuan, atau mengajak mengerjakan tugas masing-masing secara bersama-sama.
4. Bagaimana cara menyikapi teman yang sering membicarakan orang yang disukainya?
Jawaban: Sebagai teman, kita sebaiknya menjadi pendengar yang baik dengan syarat pembicaraan tersebut tidak melalaikan. Selain itu, memberikan nasihat kepada teman dengan cara yang baik agar perasaan suka tetap bisa dikontrol dan tidak menjerumuskan ke hal-hal yang diharamkan oleh syariat.
5. Sejak kecil, hubungan orang tua dengan tetangga tidak terlalu baik karena tetangga kami sering menimbulkan kerugian, seperti merusak tanaman dan mencuri ternak. Bagaimana sikap saya sebagai anak?
Jawaban: Pertama, sebaiknya memperhatikan terlebih dulu keadaan tetangga kita karena tindakan mencuri biasanya terjadi karena kebutuhan ekonomi yang kurang. Perhatikan apakah kita sudah memenuhi hak-hak tetangga dengan baik, apakah mereka kelaparan atau terlilit hutang, dll. Setelah itu, menasihatinya dengan cara yang baik. Jika mereka tetap menimbulkan kerugian, maka serahkan pada pihak yang berhak untuk memberi konseling kepada mereka.
Rumah Aisyah Seri 2
Kajian sebelumnya: Wanita Muslimah Bersama Kerabat dan Sanak Familinya