Diskusi Terbatas : “Islam Sebagai Sumber Ilmu”

kitab

Senin (11/7/2011), Jamaah Shalahuddin sebagai Unit Kerohaniaan Islam Universitas Gadjah Mada mengadakan dialog terbatas menghadirkan Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, Dr. Adian Husaini, M.A., Dr Khalif Muammar dan beberapa tokoh lainnya seperti Fathurrahman Kamal, Lc., MA yang sebelumnya Prof. Wan Daud sendiri diundang dihadapan para professor UGM guna menyampaikan sebuah gagasan/konsep tentang epistimologis ilmu pengetahuan. Dalam diskusi tersebut diundang berbagai aktifis islam dari berbagai elemen, diantaranya perwakilan SKI Se-UGM, Lembaga Dakwah Kampus di DIY, dan beberapa pergerakan seperi HMI, KAMMI, PMII, IMM dan Gema Pembebasan. Acara bertempat di ruang B-19 UGM (barat SKKK) dari pukul 13.00 hingga waktu ashar tiba.

Jika dalam sejarah perjuangan kemerdekaan RI dikenal tiga serangkai, maka ada juga sebutan untuk Trio Chicago yang beranggotakan Prof. Wan Daud, Prof. Dr. H. Amien Rais, MA dan Prof. DR. Syafii Maarif. Prof. Wan Daud adalah murid dari Syekh Naquib Al-Attas yang terkenal dengan konsep islamisasi ilmu pengetahuan-nya. Dalam diskusi tersebut membahas tentang “Islam sebagai Sumber Ilmu”. Jika muncul sebuah pertanyaan apa yang membuat islam sekarang lemah, Beliau sampaikan ini tidak selesai hanya pada permasalahan ekonomi dan teknologi saja. Mengutip dari Syekh Naquib Al-Attas, Beliau menyebutkan bahwa “this is caused by confusion and error in knowledge”, disebabkan karena adanya kebingungan dan error dalam ilmu pengetahuan itu sendiri. Sehingga mesti ada tindak perbaikan sistem dari akar ilmu pengetahuan. Oleh karenanya Syekh Naquib Al-Attas muncul dengan gagasannya tentang “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”.

Dr Khalif Muammar menyebutkan ada dua kelebihan Syekh Naquib yang sangat jarang dimiliki oleh cendekiawan-cendikiawan muslim lainnya. Pertama, pemahaman Beliau tentang dunia barat yang luas, seluk beluk dari akar hingga perkembangan aktual secara terperinci. Kedua, Syekh Naquib mengakar pada tradisi, yang dimaksudkan adalah pemahaman akan keislamannya orisinal yakni sesuai dengan zaman para Nabi dan Sahabat.

Prof. Wan menambahkan bahwa ilmu adalah pemaknaan dari fakta-fakta yang ada, ia tebangun dari kebenaran yang bersifat mutlak, bukan relatif. Untuk mengambarkan hal ini, Adian Husaini menguraikan sebuah ilustrasi yang menggelitik. Ada seorang istri yang ditinggal oleh suaminya. Hingga tibalah suaminya tersebut dimakamkan. Saat semua orang meninggalkan pemakaman, istri tersebut tetap berada di samping kuburan istrinya. Semua orang yang lalu lalang melihatnya heran, sampai seperti itu kesetian seorang istri terhadap suaminya. Tetapi apa yang ada dibalik itu ? Ternyata sebelum suaminya meninggal, ia berwasiat kepada istrinya jika istrinya tersebut boleh menikah setelah kuburan suaminya itu kering. Sebuah ilustrasi cantik Beliau nukilkan tentang sudut pandang yang relatif.

Dr Khalif Muammar memberikan ungkapan diakhir sesi tentang empat pilar penyangga dunia dimana keempat pilar tersebut tertulis di pintu masuk Universitas di Andalusia. Beliau menyampaikan agar dunia itu kokoh dalam keseimbangannya, mesti ada kombinasi empat penyangga yakni para ilmuan yang bijaksana, keadilan pemerintah, keberanian para kesatria dan doa orang-orang yang shalih. //(Ard-Um)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.