Forum Mengeja Hujan #4 bersama Ustadz Anton Ismunanto pada 10 April 2021. Rekaman seluruh kegiatan Forum Mengeja Hujan dapat diakses di bit.ly/RekamanFMH.
Buku ini akan membantu kita untuk memahami bahwa agama Islam itu terdiri di atas fondasi ilmu pengetahuan yang solid atau kokoh. Karena bukunya berbahasa Malaysia jadi ada beberapa hambatan seperti, bahasa yang sama dengan kita namun agak berbeda makna dikarenakan cara pengambilan serapan dari bahasa asing seperti Inggris, dan Arab antara Indonesia dan Malaysia berbeda.
Buku Budaya Ilmu: Satu Penjelasan diterbitkan pada tahun 2007 dan terus berkembang. Ia ditulis pertama kali tahun ’89 atau ’91, atas permintaan kementerian pendidikan Malaysia sebagai upaya untuk membangun budaya ilmu di Malaysia. Buku ini juga mengalami revisi dan pengembangan yang terbit sendiri. Jika kita melihat kandungannya buku ini termasuk edisi kedua, di sini beliau memiliki 8 Bab yaitu:
“Budaya Ilmu dan Tamadun” maksudnya adalah hubungan antara budaya ilmu dan peradaban. Budaya ilmu itu mirip dengan kata tradisi intelektual, jadi intinya tidak mungkin ada peradaban tanpa budaya ilmu, jika kita menggunakan istilah 2 pekan lalu, kita akan menyadari bahwa di masyarakat mana pun pasti ada kebudayaan, selama ada orang yang beraktivitas pasti ada kebudayaan, baik itu banyak atau sedikit jumlah orangnya, tapi tidak semua kebudayaan berakhir dengan sebuah peradaban. Jadi bisa dikatakan peradaban itu adalah sebuah yang lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Pertanyaannya adalah apakah yang membuat sebuah peradaban itu muncul? Atau apakah yang membuat kebudayaan itu mampu berubah menjadi suatu peradaban? Tidak lain adalah karena budaya ilmu. Meskipun demikian apa itu budaya ilmu? Akan beliau jelaskan di konsep budaya ilmu, meskipun di situ beliau tidak mempunyai definisi yang bersifat final atau definisi bersifat tegas, namun kita kan paham maksud beliau akan ke mana.
Di sistem nilai budaya ilmu dan jelmaan sejarahnya, di sini akan mengevaluasi tujuan kita secara personal dan komunal, sesungguhnya kita ini sebagai seorang cluster itu berorientasi terhadap ilmu atau materi? Di sistem ini, budaya ilmu dan sejarahnya ini membantu kita untuk menganalisis.
Bagaimana dengan Islamisasi ilmu-ilmu semasa? Jadi beliau menggunakan pengetahuan temporer. Biasanya bahasan Islamisasi ini saya akhirkan karena membutuhkan konseptual. Terus beliau juga membahas budaya ilmu di alam Melayu, yang akan menyadarkan kita bahwa di nusantara ini, jadi Melayu itu Nusantara, karena beliau sering menggunakan istilah Melayu Nusantara itu merujuk kepada kebudayaan bukan Negara, dan Nusantara merujuk pada geografinya, dan beliau ingin menegaskan kita itu ber-Islam di topang oleh budaya ilmu yang tinggi, sehingga Islam kita dan kebudayaan kita menjadi sesuatu yang melekat dan tidak bisa dipisahkan. Kenapa bisa begitu? Karena kita punya ulama-ulama yang mereformasi pengetahuan, bahkan pada batasan tertentu kita punya para wali songo yang berdiri di atas ilmu pengetahuan. Kemudian beliau juga menjelaskan pelaksanaannya di masyarakat, bagaimana sih jika kita ingin menerapkan tentang budaya ilmu, minimal terhadap diri kita dan lingkungan kita, beliau memberikan contoh bagaimana budaya ilmu diterapkan dalam institusi pendidikan oleh Prof. Alatas. Di sini akan di tampilkan sebuah syaír mengenai buku ini yaitu:
Ilmu syakki itu adalah ilmu spekulatif, yaitu suatu ilmu yang tidak dituntut oleh wahyu. Maksudnya ilmu yang tidak dituntut oleh wahyu yaitu suatu ilmu yang akan menghantarkan orang kepada kebenaran yang bersifat relatif, bukan pada kebenaran puncak atau final.
“Tiada tetap berpegang, setiap masa bergoyang” maksudnya yaitu dampak ilmu pengetahuan itu sendiri besar, tidak punya sandaran wahyu.
“Lalang” itu rerumputan, artinya mudah tergoyang oleh angin. Maksudnya adalah mudah mengikuti petunjuk penguasa, yang di mana di sini menunjukkan bahwa ulama di negeri kita sering mengikuti petunjuk penguasa.
Ulama penguasa maksudnya adalah yang menggulirkan opini mengikuti selera penguasa, dan kemungkinan akhlaknya yang buruk atau ilmunya yang rusak. Lalu ada ilmu zanni, kalau ilmu syak itu keraguan, kalau ilmu zanni ini sedikit lebih tinggi. Zanni itu dalam struktur pengetahuan Islam itu di bawah ilmu, jadi kalau kita belajar usul fiqih akan dikenalkan dengan tingkatan-tingkatan ilmu pengetahuan. Kalau syak itu levelnya di tengah-tengah kebenarannya, tapi kalau zanni itu sedikit lebih tinggi rentang kebenarannya 60-80% persangkaan yang dekat dengan kebenaran.
“Seperti sesetengah umatku ini: Islam disayanginya tanpa bukti qat’i aqli” maksudnya giroh kepada Islam tetapi tanpa penopang kekuatan ilmu terhadap Islam, maka dampaknya akan menafsirkan Islam di akhlak, syariat, dan sebagainya sesuka hati, jadi Islam bisa jadi sesuai kata orang, sesuai keinginan.
“Tetapi bila kalbu dicuci…” maksudnya adalah kerelaan akal dibersihkan, terus muaddid mulia, menunjuk pada pendidikan Prof. Alatas yang memang beliau memaknai secara filosofis, yang memang dulu guru sering disebut muaddid.
“Fikiran kan terbuka…” jadi persoalan yang terbentuk akan terurai dengan perlahan, diri mencapai diri akan mencapai makna. Maksudnya makna adalah hubungan sesuatu yang benar yang saling terhubung. Contoh makna Allah yang semuanya bermula dari Allah dan ke bawahnya kita akan tahu hubungan dari semuanya yang ada dengan Allah. Definisi ilmu dalam tradisi Islam itu banyak sekali, ada sekitar 120 definisi, dan itu luar biasa. Di antara definisi yang banyak itu, dua di antaranya dipakai oleh Prof. Alatas, bahwa ilmu itu makna terhadap jiwa yang beliau gabungkan dalam satu kalimat yaitu “Anugerah Allah ke dalam jiwa gigih berusaha”. Kata jiwa di sini menunjukkan bahwa jiwa manusia itu kreatif, kita belajar, berpikir, beribadah, menyucikan jiwa, itu membuat jiwa kita berkembang terhadap makna-makna yang lebih tinggi.
Lalu, beliau berbicara tentang keyakinan, “bila tiga keyakinan dapat dicapai”, yaitu ilmu yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin. Dalam tradisi Islam itu sangat terkenal, jadi mau dipuji ataupun mau dicaci orang akan berpegang kokoh dalam memegang kebenaran.
“Ilmu di peringkat maknawi dan yaqini”. Jadi ilmu di peringkat yang makna yang puncak itu, dia tidak nisbi atau relatif, bukan ciptaan basyari. Basyari itu manusia yang diubah dalam aspek fisik. Ilmu yang begitu adalah anugerah yang harus disyukuri dan dinikmati, diamalkan sepenuh hati, dan disebarkan ke seluruh negeri. Di sini, beliau menunjukkan bahwa ilmu itu harus diamalkan. Jadi, bentuk disyukuri dan dinikmati yaitu dengan cara diamalkan. Syair ini menurut ungkapan yang sangat indah baik dari segi arti dan bobotnya sangat dalam.
Pada pengenalan ini, menjelaskan kondisi sosial politik Malaysia saat itu yang sedang mendorong penguatan budaya ilmu di negaranya. Tahun 1988, Mahatir Muhammad menistiharkan istilah-istilah politik yang maknanya belum jelas, misal kalau di Indonesia “Revolusi mental”, “saya Indonesia, saya Pancasila”, dsb. Nah, berangkat dari sini ada istilah-istilah lain yang lain yang arahnya positif dan beliau menulis ini. Pada saat itu, beliau masih menjadi menteri pendidikan dan saat beliau pulang dari Amerika, beliau ditarik jadi menteri pendidikan. Saat itu, menterinya adalah Anwar Ibrahim. Anwar Ibrahim ini sendiri merupakan murid Alatas.
Budaya Ilmu dan Tamadun (Peradaban)
Nah, berkaitan dengan ini, kita akan menyadari bahwa tidak akan ada sebuah peradaban tanpa ada budaya ilmu yang memadai. Beliau akan menunjukkan bahwa masyarakat yang kuat secara politik dan lemah terhadap budaya ilmu maka itu juga akan takluk terhadap peradaban yang lebih kuat terhadap budaya ilmu, meskipun mereka menang secara politik. “Malah kaum Biadab itu sendiri yang telah ditaklukki oleh kebudayaan Roma dengan mengikuti cara dan kebiasaan hidup Romawi sehingga meniru kedudukan golongan feoderatinnya.” Jadi ketika orang-orang Romawi itu mempengaruhi cara hidup orang yang ditaklukkannya, sedangkan bangsa Mongol yang dinisbatkan dengan orang-orang China, akhirnya orang Mongol di China-kan. Termasuk yang paling jelas orang Mongol ini mengalahkan kaum muslim di Baghdad, sehingga mereka orang Mongol malah masuk Islam dan mendirikan kerajaan Islam di India yang kita kenal sebagai Mugholl.
Budaya Ilmu Yunani
Ada kalimat yang menarik dari Will Durrant, “Setiap isu yang menggegerkan dunia hari ini pernah diketengahkan di Athens zaman dahulu…”. Will Durrant ini merupakan sejarawan yang besar di Barat. Ini mungkin agak berlebihan, tapi mungkin apa yang dibarakan Atena zaman dulu akan berkembang seperti benih-benih yang terjadi pada masa sekarang, meskipun kadang-kadang kalau dengan umat Islam di filsafat ada pengaruh dari Yunani. Jadi, filsafat Islam pun gak murni dari Islam tapi ada pengaruh dari yang lain.
Kemudian di sini, beliau menyebutkan peradaban-peradaban besar dunia, dan Islam akan berhadapan dengan mereka. Salah satunya dengan Yunani. Filsafat-filsafat Yunani itu juga lebih tua dari zaman nabi. Namun, dapat diakui budaya ilmu di Yunani itu Masya Allah luar biasa juga.
Budaya Ilmu di Yahudi
Budaya ilmu di Yahudi ini harus menjadi perhatian bersama. Di sini beliau menunjukkan orang-orang Yahudi di bidang-bidang ilmu yang sangat luar biasa seperti Albert Einstein, Karl Marx, dan Henrry Kissinger. Bahkan kalau kita renungkan lebih jauh ilmu itu pasti ada kaitan sama orang Yahudi-nya. Emang orang Yahudi ini pintar. Yahudi ini hanya 1% dari muslim tapi pengaruhnya luar biasa.
Kutipan perkataan Abba Eban ini luar biasa menunjukkan kepedean mereka bahwa Yahudi memiliki pengaruh yang luar biasa.
Budaya Ilmu di Cina dan India
Cina dan India lebih banyak menggunakan intuisi dibanding rasio. Di Cina sendiri lebih banyak menggunakan moralitas. Kalau di India aliran mistiknya banyak sekali. Meskipun demikian hal ini menunjukkan budaya ilmu di India itu bagus sekali.
Budaya Ilmu di Barat
Itu kita udah gak usah tanyakan lagi saat ini sudah sangat lekat dengan kita, dan ternyata kemajuan Barat gak bisa lepas dari peran islam. Nah, nanti budaya ilmu di Islam akan di bahas juga dengan sendirinya.
Budaya Ilmu di Jepang
Budaya ilmu di Jepang 50 tahun lalu sangat mengagumkan, namun value-nya saat sekarang ada perbedaan-perbedaannya.
Forum Mengeja Hujan
Sebelumnya: Forum Mengeja Hujan #3: Peradaban Islam (27 Maret 2021)
Selanjutnya: Forum Mengeja Hujan #5: Budaya Ilmu dan Peradaban (29 Mei 2021)