Forum Mengeja Hujan #8 bersama Ustadz Anton Ismunanto pada 19 Juni 2021. Rekaman seluruh kegiatan Forum Mengeja Hujan dapat diakses di bit.ly/RekamanFMH.
Budaya Ilmu dan Kebahagiaan Hakiki
Ilmu yang disebutkan oleh pengarang adalah ilmu yang merujuk pada kebenaran. Sains modern yang sekuler dan sofisme yang berkembang di zaman post-modern membuat kita mengandaikan ilmu dan kebenaran adalah dua hal yang berbeda. Padahal dalam Islam, jika disebut kata ilmu maka itu merujuk pada kebenaran. Semua yang sifatnya tidak benar seperti prasangka, keraguan, wahn, dan zhan tidak bisa disebut sebagai ilmu. Dalam bahasa Arab, kebenaran disebut dengan “al-haqq” yang merujuk kepada makna tegas, konstan, dan stabil. Maka, ketika orang mengenali kebenaran dalam bertindak, dia akan cenderung merasakan kestabilan, dan kebahagiaan. Jika kita renungkan, kebahagiaan lebih kepada makna ketenangan daripada kesenangan. Ketenangan itu melekat pada makna ”haqq”, maka budaya ilmu merupakan sesuatu yang harus kita kembangkan karena ia mengantarkan manusia kepada kebenaran. Sedangkan yang bertentangan dengan budaya ilmu akan menimbulkan problem kejiwaan. Kenapa budaya ilmu Islam perlu ditanamkan dalam pendidikan adalah karena hal tersebut adalah sesuatu yang akan mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan.
Budaya Ilmu dan Ekonomi
Jangan sampai pengetahuan melayani ekonomi, sebaliknya pengetahuan sifatnya memandu aktivitas ekonomi. Hari ini yang terjadi adalah pengetahuan dan pendidikan dikapitalisasi, sehingga pengetahuan bernilai uang. Pada batas tertentu, Islam menghormati hak cipta, akan tetapi motifnya berbeda. Hal tersebut berbeda dengan pandangan barat yang mendudukkan hak cipta sebagai individualisme dan tidak mengetahui bahwa pendidikan adalah kewajiban seseorang adalah hak terhadap masyarakatnya. Ilmu itu mulia, tidak boleh disetarakan nilainya dengan barang-barang, Pendidikan itu mulia tidak boleh dinilai seperti barang-barang. Pendidikan itu mahal, tujuan dari hal tersebut adalah untuk memuliakan ilmu, bukan untuk eksploitasi. Ekonomi berbasis ilmu harus dilestarikan, hal ini ditujukan untuk mengorientasi ekonomi kita sekarang. Jika bukan ilmu yang memandu, maka manusia akan cenderung kepada hawa nafsunya.
Budaya Ilmu dan Penguasaan Bahasa
Bahasa perlu menjadi perhatian, karena terlalu banyak pengetahuan yang terkunci dalam bahasa yang tidak dikuasai oleh semua orang. Sebagai seorang muslim, sekurang-kurangnya kita harus menguasai 2 bahasa, karena Islam tidak mungkin dipahami tanpa bahasa Arab dan bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling banyak digunakan sebagai bahasa pengetahuan, selain bahasa Inggris, Jerman, dan Prancis. Selain bahasa asing, bahasa lokal juga harus dikuasai dengan baik,
Budaya Ilmu dan Demokrasi
Dalam tradisi filsafat klasik, demokrasi adalah hal yang dipersoalkan. Sampai pada abad ke-16 dan 17, kata demokrasi memiliki makna yang negatif. Akan tetapi, di zaman modern, setelah mengalami problematisasi yang cukup panjang, dan perkembangan yang signifikan, demokrasi menjadi sistem pemerintahan yang alternatif di posisi sekarang.
Kerusakan Budaya Ilmu yang Luhur
Budaya ilmu tidak merujuk pada ilmu umumnya atau ilmu yang direproduksi oleh peradaban barat. Tantangan terbesar manusia, terutama umat Islam bukan semata-mata karena tidak ada budaya ilmu, tapi karena kesalahpahaman dan penyelewengan terhadap budaya ilmu. Tantangan tersebut bisa terjadi karena tidak ada budaya ilmu, atau budaya ilmu disalahpahami/menyeleweng. Ilmu dituntut sebanyak-banyaknya dan dipelajari sampai dalam, namun tujuannya hanya untuk uang, perdebatan, dan tidak dijalani menjadi kepribadian, hal tersebut adalah tindakan yang salah dan tidak bisa mencapai tujuan serta manfaat ilmu. Ada sebuah hadits nabi yang memiliki relevansi tinggi berkaitan dengan penyimpangan ilmu, yaitu hadits tentang ta’wiilu jahilin, imtihal muqtirin.
Forum Mengeja Hujan
Sebelumnya: Forum Mengeja Hujan #7: Budaya Ilmu dan Peradaban (12 Juni 2021)
Selanjutnya: Forum Mengeja Hujan #9: Pengantar (3 Juli 2021)