Umat Islam tidak akan terbelakang atau mengalami kemunduran dari posisi kepemimpinannya atas dunia ketika tetap berpegang teguh terhadap agamanya. Kemunduran umat islam akan tampak ketika mereka mulai meremehkan dan meninggalkan ajaran agamanya, serta membiarkan prinsip pemikiran-pemikiran libealistik-sekularistik bercokol di benak umat islam. Alhasil, keterjajahan, kehinaan, penindasan, keterendahan harga diri, hingga masalah keterbelakangan pendidikan dan kesejahteraan, menjangkit pada tubuh umat islam dewasa ini. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengembalikan posisi umat islam dengan menumbuhkan dakwah islam yang berorientasi pada pembentukan qiyadah fikriyah islamiyah atau kepemimpinan berfikir islami. Pembentukan qiyadah fikriyah islam ini adalah dalam rangka mengembalikan kebangkitan umat Islam, karena hanya dengan mabda islam sajalah kebangkitan yang hakiki itu akan terwujud.
Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa pembentukan qiyadah fikriyah itu sangatlah penting. Qiyadah Fikriyah ini akan membentuk pola pikir pada seseorang, pola pikir ini nantinya akan membentuk persepsi-persepsi dalam kehidupan, dan ujungnya akan muncul berupa kebijakan, perliku sehari-hari, dan atau aksi nyata.
Termasuk halnya bagi para pengemban dakwah. Ketidaktepatan qiyadah fikriyahyang dimiliki akan menyebabkan terjadinya disorientasi dalam berdakwah yang dapat berakibat fatal, mulai dari tidak diterimanya segala amal da’awy sang pengemban dakwah, hingga dimintainya pertanggungjawaban di yaumul akhir.
Sang pengemban dakwah, ketika telah memiliki qiyadah fikriyah islam, akan senantiasa meneladani Rosulullah dalam menjalankan prinsip berdakwahnya. Salah satu prinsip yang harus diteladani oleh para pengemban dakwah adalah keberanian dalam menyampaikan islam. Sang pengemban dakwah harus tidak mau berkompromi dengan kemungkaran, tidak bermuka dua, tidak akan banyak mencari muka dan berbasa-basi, serta berani menyampaikan islam tanpa mempertimbangkan apakah hal itu sesuai dengan keinginan masyarakat umum atau justru bertentangan.
Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. (QS. At Taubah [9]: 33)
Rosulullah SAW datang ke dunia dengan membawa Risalah Islam, menyampaikan secara terus terang dan menantang. Rosulullah SAW memulai dakwahnya kepada orang-orang Quraisy dengan mencela dan menyinggung tuhan-tuhan mereka, menentang dan meremehkan seluruh kepercayaan-kepercayaan mereka. Sementara Beliau saat itu sendirian dan diisolir oleh masyarakat, tanpa pendukung, dan tanpa bekal selain imannya yang amat dalam terhadap islam yang beliau serukan. Beliau sama sekali tidak memperhatikan kebiasaan dan adat istiadat bangsa Arab, tidak memperhatikan agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan mereka, dan tidak bermanis muka di hadapan mereka.
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa suatu ketika datang lah delegasi Tsaqif untuk memberi tawaran bahwa mereka akan masuk islam apabila Rosulullah membiarkan berhala mereka, Latta , untuk tidak dihancurkan selama tiga tahun, dan membebaskan mereka dari kewajiban sholat. Rosulullah serta merta menolak semua usulan mereka dengan tegas, tanpa sedikit ragu dan sedikit bimbang. Sebab, manusia hanya memiliki dua pilihan: iman atau kufur, karena tempat kembali itu juga hanya dua, kalau tidak Surga tentu ke Neraka. Beliau lalu menugaskan Abu Sufyan dan Mughirah bin Syu’bah untuk menghancurkannya.
Demikianlah seharusnya sikap dan tindakan seorang pengemban dakwah islam, yaitu berani secara terang-terangan menyampaikan islam, menentang segala kebiasaan, adat-istiadat, ide-ide sesat, dan persepsi-persepsi yang salah.
Selain itu, para pengemban dakwah tentu tidak akan sanggup memikul beban tanggung jawab dakwah dan kewajiban-kewajibannya, kecuali jika mereka menanamkan pada dirinya cita-cita untuk mengarah kepada jalan kesempuranaan. Yaitu, dengan cara selalu mengkaji dan mencari kebenaran, serta senantiasa meneliti kembali secara berulang-ulang setiap sesuatu yang sudah mereka ketahui agar dapat dibersihkan dari segala pemikiran asing nan sesat yang mungkin mempengaruhinya. Semua itu bertujuan agar ide-ide yang mereka kembangkan tetap murni dan terpelihara. Kemurnian ide adalah satu-satunya jaminan untuk keberhasilan yang terus-menerus.
Disamping itu, para pengemban dakwah harus menunaikan kewajiban berdakwah dengan gembira. Mereka tidak berharap imbalan, pujian, ucapan terima kasih, penghargaan, ataupun jabatan, dan tidak mencari seuatu apapun, kecuali mencari keridlaan Allah SWT semata.Wallahu a’lam bi showab.
Oleh: Megantara Vilanda
Anggota Keluarga Alumni Jama’ah Shalahuddin (Kajasha) UGM