“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya”
(HR Muslim no 2669 dan Ahmad II/252, 352)
Kronologi
Duka terulang lagi, seperti di Aleppo beberapa waktu lalu. Duka menjadi latar yang benar-benar sedang terjadi di Ghouta Timur. Lewat sejumlah gambar yang direkam penduduk dan tim medis di sana, Ghouta menunjukkan imaji yang mengoyak hati siapapun yang menyimaknya. Gambar jasad keluarga dengan lima anak dikeluarkan dari balik runtuhan. Si bayi yang digendong berlarian menjauh dari runtuhan. Anak-anak yang terbaring lemas di ranjang ambulance dengan wajah penuh luka. Serta gambar-gambar kehancuran masif pasca-serangan udara yang jatuh di Ghouta Timur satu minggu terakhir.[1]
Selama lima hari gempuran berlangsung, sedikitnya 416 orang tewas –termasuk anak-anak. Dilansir dari Reuters dan AFP, Jumat (23/2/2018), kelompok pemantau konflik Suriah, Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), menyatakan sejauh ini 416 orang tewas akibat gempuran udara sejak Minggu (18/2) malam waktu setempat. Terdapat setidaknya 95 anak-anak di antara korban yang tewas. Hujan yang mengguyur pada Kamis (22/2) pagi waktu setempat, sempat membuat jet tempur Rusia berhenti melakukan gempuran. Namun, begitu langit kembali terang pada siang hari, gempuran udara kembali berlanjut. Lebih dari 2.100 orang mengalami luka-luka akibat gempuran. Jet-jet tempur juga menargetkan area permukiman dan belasan rumah sakit di Ghouta Timur. Akibatnya, hal tersebut mempersulit upaya untuk mengevakuasi korban-korban yang terluka.[2]
Ghouta Timur yang terletak di pinggiran Damaskus, merupakan distrik besar terakhir di dekat ibu kota Suriah yang masih dikuasai kelompok pemberontak. Pasukan loyalis Assad mengepung nyaris 400 ribu warga sipil yang terjebak di wilayah itu selama bertahun-tahun. Pengepungan itu semakin diperketat sepanjang tahun ini dan gempuran ke kawasan itu terus ditingkatkan demi mengusir pemberontak yang ada di dalamnya.[3]
Seruan Genjatan dan Rusia yang Garang
Dewan Keamanan PBB telah menjadwalkan untuk voting sebuah rencana resolusi yang meminta dilakukannya gencatan senjata selama 30 hari di Ghouta dan memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan dan evakuasi medis. Namun, Rusia menyatakan keberatan terhadap rancangan resolusi PBB tersebut karena dianggap merugikan dan dianggap tidak mungkin. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menyebutkan, bahwa para pemberontak di Ghouta Timur menolak kesepekatan evakuasi yang ditawarkan. Sehingga, pemerintah Suriah tidak harus melakukan genjatan senjata terhadap pihak oposisi. Dengan hak veto yang dimilikinya sebagai anggota permanan Dewan Keamanan PBB, Rusia dapat kapan saja membatalkan keinginan PBB untuk genjatan senjata.
Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyebut situasi di Ghouta Timur saat ini seperti “neraka di muka bumi.” Dalam pernyataan di depan anggota Dewan Keamanan PBB di New York, hari Rabu (21/02), Guterres menyerukan penghentian pertempuran di kawasan yang dikuasai pemberontak tersebut. “Seruan saya kepada semua pihak yang terlibat perang adalah, hentikan pertempuran sesegera mungkin,” kata Guterres. Pemimpin badan dunia itu menambahkan, gencatan senjata sangat penting untuk memungkinkan penyaluran bantuan kemanusiaan kepada warga sipil di Ghouta Timur yang terjebak konflik. Kata ‘neraka’ yang digunakan Sekjen PBB tersebut untuk menggambarkan situasi dan kondisi yang sangat mengenaskan di kawasan ini.[4]
Hingga laporan ini diunggah, Sabtu (24/2) belum ada yang bisa menghentikan serangan masif yang dijatuhkan dari atas langit Ghouta Timur. Sementara itu, data populasi terkini menunjukkan, Ghouta Timur adalah kota dengan jumlah penduduk sipil hampir mencapai 400.000 jiwa. Selama bertahun-tahun hidup dalam blokade, tanpa fasilitas medis, atau pasokan makanan dan air yang tercukupi.
Sikap Jama’ah Shalahuddin UGM
Berdasarkan laporan dan tinjauan atas berbagai konflik kemanusiaan yang terjadi di Ghouta Timur saat ini, Jama’ah Shalahuddin UGM sebagai Lembaga Dakwah Kampus yang berdiri atas dasar persatuan dan rasa kemanusiaan dengan ini mengambil sikap:
- Mengutuk keras serangan brutal yang dilakukan Pemerintah Suriah terhadap masyarakat sipil yang tidak bersalah di Ghouta Timur.
- Menuntut Pemerintah Suriah membuka blokade di Ghouta Timur untuk penyaluran fasilitas medis, pasokan makanan, dan keamanan warga sipil.
- Menuntut Dewan Keamanan PBB segera mengambil sikap tegas untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan yang ada di Suriah.
- Menghimbau Pemerintah Republik Indonesia untuk memberikan dukungan secara moril maupun materil kepada warga sipil yaang menjadi korban di Ghouta Timur dan menuntut Pemerintah Suriah melakukan genjatan senjata.
- Mendukung segala bentuk solidaritas kemanusiaan untuk warga sipil di Ghouta Timur.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Semoga nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas sesama manusia terus rekat di dalam perbuatan, lebih-lebih dalam pikiran.
“Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim)
Salam hangat,
Kiki Dwi Setiabudi
Ketua Jama’ah Shalahuddin UGM 1439 H
(berkas PDF bisa diunduh di http://ugm.id/RILISGHOUTA)
______________________________
Referensi:
[1] Shulhan Syamsur Rijal, Horor di Ghouta Timur Ratusan Warga Sipil Suriah Tewas, dilansir dari laman https://act.id/news/detail/horor-di-ghouta-timur-ratusan-warga-sipil-suriah-tewas, pada tanggal 24 Februari 2018
[2] Novi Christiastuti, Tragis 5 Hari Gempuran Suriah di Ghouta Timur Tewaskan 416 orang, dilansir dari laman https://news.detik.com/internasional/3882264/tragis-5-hari-gempuran-suriah-di-ghouta-timur-tewaskan-416-orang, pada tanggal 24 Februari 2018
[3] Ibid.
[4] Monalisa, Sekjen PBB Serukan Segera Dihentikannya Pertikaian di Ghouta Timur Suriah, dilansir dari laman, https://www.antaranews.com/berita/687689/sekjen-pbb-serukan-segera-dihentikannya-pertikaian-di-ghouta-timur-suriah, pada tanggal 24 Februari 2018.