Asap Kalimantan: Terbengkalainya kewajiban para pemimpin bumi?

Oleh : Kastrat JS x SF

Islam merupakan agama rahmatan lil-alamin yang artinya mengayomi semesta dan segala isinya (menyeluruh), tanpa kecuali. Hakikat dari seorang muslim adalah menerapkan seluruh nilai-nilai dalam islam sebagai gaya hidupnya, termasuk di dalamnya berkenaan dengan menjaga lingkungan. Perlu kita sadari bahwa bumi yang kita pijak ini adalah sebuah titipan Ilahi yang harus kita rawat. Sebagai penduduk yang tinggal di bumi sudah sewajarnya kita menjaga keberlangsungan dan kenyamanan kehidupan kita sendiri dengan merawat yang telah ada. Lebih lanjut, disinilah peran umat muslim untuk ikut berperan aktif menjaga, merawat, dan memperbaiki segala kerusakan yang ada akibat dari beberapa perbuatan manusia di Bumi. Peran umat Islam, yang dalam surah Al-Baqarah dikatakan bahwa merekalah pemimpin/khalifah di muka bumi, agaknya perlu untuk diingat kembali. Sebagai khalifah atau pemimpin di Bumi hendaknya melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin dengan menjaga Bumi dan segala isinya serta mengingatkan manusia yang satu dengan yang lainnya, baik itu pelestarian alam maupun perdamaian di dalamnya.

Namun, tidak bisa dipungkiri beberapa manusia memiliki hasrat yang kuat untuk membabat habis segala hal yang ada di bumi demi kepentingan sebagian dari mereka. Konsumsi yang berlebihan acap kali dilakukan sehingga menimbulkan dampak buruk baik bagi alam maupun terhadap penduduknya. Seperti yang kita ketahui baru-baru ini, kebakaran hutan beberapa daerah di Indonesia menunjukan bahwa kesadaran masyarakat pada umumnya terkait kelestarian alam dan kesadaran menjaga lingkungan masih patut dipertanyakan. Kebakaran hutan di beberapa tempat di Indonesia tidak hanya merusak alam ciptaan Allah, namun juga membawa petaka lain seperti asap yang membahayakan kesehatan manusia, hilangnya resapan air akibat pohon dan tanaman yang hangus terbakar, satwa-satwa kehilangan tempat tinggal bahkan hingga beberapa ada yang mati, warga yang menggantungkan kehidupan di hutan menjadi tidak punya pekerjaan, dan masih banyak lagi. Keseimbangan alam tidak terjaga, mulai dari hilangnya nutrisi dalam tanah, tercemar dan surutnya cadangan air, polusi udara, hingga lapisan atmosfer yang mulai menipis dan berlubang. Dampak yang dirasakan, menyadarkan manusia akan pentingnya pemahaman korelasi antara sikap dan perilaku kita terhadap kelestarian bumi dan keseimbangan alam. Kesadaran itu tentu dapat diperoleh dari berbagai sumber, mulai dari ilmu/pengetahuan yang dipelajari, pengalaman empirik, hingga ajaran agama/kepercayaan tertentu, salah satunya Islam.

Agama Islam berperan aktif dalam membentuk sikap serta perilaku seseorang melalui perintah yang ada untuk memelihara bumi dan tidak membuat kerusakan. Firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Baqarah ayat 30 yang artinya, “Dan (ingatlah) tatkala Rabbmu berkata kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah’. Berkata mereka, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?’. Dia berkata, ‘Sesunguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Berbagai ayat dalam Al-Qur’an dan beberapa hadist nabi juga menekankan cara kita dalam penjagaan serta perawatan bumi dan segala isinya. Selain itu, melalui paradigma profetik (kenabian), alam semesta beserta isinya merupakan tanda akan kekuasaan Allah dan sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk memperlakukan segala aspek yang ada sesuai asas kebermanfaatan dan kedamaian seperti yang diajarkan dalam Islam. Maka dari itu, kebakaran hutan dan lahan beserta polusi udara sebagai dampaknya harus dimaknai sebagai tamparan atas kurang becusnya para khalifah bumi ini terhadap titipan Tuhannya berupa bumi beserta isinya.

Pemaknaan terhadap manusia sebagai khalifah yang lebih sering dibingkai dalam pemahaman politik perlu dipertanyakan kembali. Apakah perihal kepemimpinan hanya terkait dengan politik? Bagaimana dengan artian sederhana mengenai pemimpin (subjek kepemimpinan) yang maknanya berupa orang yang bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya? Dengan demikian, konsekuensi dari menjadi seorang khalifah bumi adalah menjadikan segala yang ada di bumi sebagai tanggung jawabnya, termasuk kelestarian alam. Sayangnya saat ini tanggung jawab terhadap alam mendapatkan posisi yang lebih rendah daripada keinginan untuk mengumpulkan kapital. Ekstraksi hasil alam terus menerus dilakukan tanpa banyak pertimbangan mengenai kelestarian, keserasian, serta keseimbangan alam. Dampaknya sudah dirasakan oleh saudara di Kalimantan dan sekitarnya dengan kabut asap. Keinginan atas perbaikan kondisi ini tentu dirasakan semua pihak, namun akan menjadi lebih kokoh dan bernilai lagi apabila niatan ini didasarkan pada nilai-nilai syari’ah yang tidak hanya menyelesaikan permasalahan dan tanggung jawab khalifah di bumi, tetapi juga menjadi tabungan amal akhirat nantinya. Bencana yang sebenarnya bisa dicegah ini memberikan kita ruang untuk beramal dengan mengupayakan penyelesaiannya.

#GreenDeen
#BebasJerebu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.