Sesi 1 | Penjelasan
Al-Qur’an menjawab semua pertanyaan, tetapi kita harus cukup ilmu untuk mengetahui bahwa petunjuk itu maknanya apa. Ada petunjuk datang secara lugas, arahan, rambu-rambu, kode, atau isyarat. Contohnya, ada seseorang yang bertanya kepada syekh, “bagaimana cara membuat kopi menurut Al-Qur’an? coba tunjukkan kepada saya”. Lalu tak disangka-sangka syekh menjawab, “baik, akan saya cari tahu, tunggu saya selama 10 menit”. Setelah beberapa saat syekh menemukan jawabannya. Jawaban yang diberikan yaitu dengan mengamalkan arahan Al-Qur’an yang berbunyi,
فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”
Petunjuk ini tidak langsung, tetapi sifatnya arahan. Jadi syekh tersebut mengikuti arahan dalam Al-Qur’an adalah bertanya kepada yang tahu (barista contohnya). Sama dengan tema yang dibahas pada kajian ini, yaitu “Toxic Relationship Between Me and My Friend”. Bahasa lainnya Toxic Frienship.
Toxic ini ada di banyak relasi, tidak hanya pada pertemanan. Untuk apa kita berteman?. Pertanyaan ini akan memberikan arahan pada kita seperti apa teman yang perlu kita jadikan sekedar teman (ber-interaksi secara umum) atau teman dekat atau teman seperti saudara (saudara se-kampus, se-iman, dls). Maka untuk mengetahui hal-hal tersebut sampai kita bisa menilai apakah pertemanan tersebut toxic atau tidak, kita perlu menjawab pertanyaan “Untuk apa kita berteman?”. Jawaban ini bisa personality, tidak bisa dijawab secara generality. Ada orang yang berteman secara berkepribadian ekstrovert, jadi dunia terasa tidak baik-baik saja kalau tidak mengobrol. Ada yang berteman karena punya goals. Maka milikkilah waktu untuk menjawab pertanyaan ini sekedar merenung.
Kadangkala pertemanan itu terjadi secara tidak sengaja atau takdir, adapula pertemanan yang terjadi secara sengaja. Terlepas dari berbagai ragam alasan kenapa seseorang berteman, ada satu value
penting yang perlu kita pertimbangkan berkaitan dengan ‘Identitas Terbesar Kita’ yaitu Islam itu sendiri. Sebagai seorang muslim, identitas awal kita dan yang perlu dipertahankan sampai akhir maka kita mengambil sudut pandang value sebagai seorang muslim.
Allah berfirman dalam surah Al-Ma’idah,
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ
“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Jadi, kalau ditanya kenapa kita berteman? Jawabannya adalah untuk melebarkan sayap kebaikan, yang kemudian sayap kebaikan itu bisa terjadi kalau kita bekerjasama dengan dengan orang lain yang sifatnya taqwa dan kebaikan. Sehingga kalau niat awal kita berteman adalah meluaskan kebaikan, maka sebenarnya sejak awal langkah untuk mendeteksi Toxic Relationship sudah bisa diketahui.
Teman yang sifatnya toxic itu yang punya haluan berbeda (kontra), yang dalam pertemanannya selalu mencari keuntungan sendiri, suka menjatuhkan orang lain, menggunakan sisi kepribadian narsistik dalam penelitian ingin menonjol terus dan tidak mau menerima segala kekurangannya.
Bagaimana pertemanan yang sehat? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita perlu menyadari bahwa didunia ini ada pertemanan yang sehat dan tidak sehat. Kalau kita tidak menyadari itu berarti kita hanya sekedar berteman. Dampak secara psikologis dan terbukti secara teoritis, bagaimana circle kita mempengaruhi situasi psikologis kita dan kualitas sehat mental kita.