Ramadhan Public Lecture pada hari keempat berlangsung pada tanggal 13 Maret 2024. Bersama bapak Akhmad Akbar Susamto, S. E., M. Phil., Ph. D yang merupakan ketua ICMI Kabupaten Sleman memberikan kajian dengan tema Sinergitas Pajak dan Zakat dalam Strategi Pembangunan Ekonomi Negara. Pajak dan zakat merupakan dua hal yang berbeda, tetapi keduanya saling berkaitan. Dalam kajian kali ini, dibahas mengenai beberapa perbedaan pajak dan zakat serta kaitan antara keduanya dengan pembangunan ekonomi negara.
Perbedaan zakat dan pajak diantaranya ada pada dasar hukum, sifat kewajiban, cakupan, jenis/kadar, dan penggunaan dana. Zakat adalah sebuah ibadah dan kewajiban bagi seorang muslim. Sebagaimana dalam Qur’an surat At-Taubah ayat 103 yang artinya “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Zakat adalah kewajiban yang langsung diperintahkan oleh Allah Swt. Sedangkan pajak didasarkan pada kewajiban negara da ditetapkan dalam undang-undang. Setiap warga negara wajib untuk membayar pajak negara sesuai dengan undang-undang yang tercantum dalam negara tersebut. Perbedaan selanjutnya dari zakat dan pajak adalah mengenai cakupan. Zakat bersifat universal dan setiap muslim di dunia ini memiliki kewajiban yang sama terhadap zakat. Sedangkan pajak sesuai dengan negara yang ditempati.
Jenis dan kadar zakat sudah diatur oleh syariat. Semua nya sudah tertulis dalam Al-Qur’an. Berbeda dengan pajak, pajak bisa berbeda-beda jenis dan kadarnya. Hal ini bergantung pada kebijakan yang dibuat oleh negara tersebut. Di Indonesia terdapat PPh (Pajak Penghasilan) yang merupakan pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atas penghasilan yang diperoleh. Pajak PPL (Pengembangan Profesional Berkelanjutan) diterapkan pada berbagai toko-toko di Indonesia.
Terakhir, perbedaan dalam penggunaan dana. Zakat sudah jelas dalam penggunaannya. Pihak-pihak yang berhak menerima zakat sudah ada dalam Al-Qur’an, diantaranya fakir, miskin, amil, mualaf, budak yang dimerdekakan, orang yang berhutang, pejuang fiisabilillah, dan orang yang berada dalam perjalanan. Penggunaan pajak bebas pada yang menggunakan, dalam hal ini berarti dibebeaskan pada pemerintah Indonesia.
Minoritas ulama ada yang mengatakan bahwa jika sudah membayar pajak maka tidak perlu membayar zakat karena pajak telah menggantikan kewajiban sosial dalam membayar zakat. Ada pula minoritas ulama lain yang beranggapan bahwa dahulukan bayar zakat karena itu perintah langsung dari Allah Swt. Tetapi dari perbedaan pendapat keduanya, mayoritas ulama sepakat mengatakan bahwa zakat dan pajak adalah berbeda, maka keduanya harus dibayar. Sinergitas zakat dan pajak dapat dilakukan untuk menghilangkan beban ganda tersebut. Upaya ini telah berjalan lama di Indonesia, salah satu hasilnya terdapat dalam UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Undang-undang ini menjadi jalan untuk pengakuan mengenai adanya zakat dan zakat harus dikelola dengan cara yang baik.
Pengelolaan zakat di berbagai dunia ada 3 tipe, yaitu tipe dimana pemerintahan ikut campur dalam pengelolaan zakat (contohnya Saudi Arabia), negara yang memfasilitasi zakat tetapi tidak langsung campur tangan dalam pengelolaannya (contohnya Indonesia), dan tipe ketiga adalah negara yang tidak ikut campur dalam zakat (contohnya Jepang).
Hal terpenting dari semua ini tercantum dalam undang-undang terbaru, UU No 23 tahun 2011, yang berisi tentang pengelolaan zakat. Didalam undang-undang ini disebutkan bahwa zakat yang dibayarkan oleh umat Islam bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Untuk itu, Indonesia perlu membangun relasi dengan Islam. Salah satunya dengan upaya membagun sinergi zakat dan pajak untuk menyukseskan pembangunan ekonomi Indonesia.
“Terlepas dari double pembayaran zakat dan pajak, kita harus kembali kepada ajaran Islam yang sangat tegas mengatakan bahwa zakat itu harus dibayar. Maka dari itu, mari kita bayar zakat” akhir kata dari bapak Akhmad Akbar Susamto sebagai penutup kajian Ramadhan Public Lecture. (Jullanar Hanun Hanifah/ Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif RDK)