Seri kegiatan RDK UGM 1445 H, yaitu Safari Ilmu di Bulan Ramadan (SAMUDRA) pada Jumat, 15 Maret 2024 diisi oleh salah satu dai nasional, yaitu Habib Ja’far Al Jufri yang membawa bahasan terkait nasihat bakti pada orang tua. Tema besar kajian sore tersebut tidak lain adalah “Berbakti Kepada Orang Tua: Penanaman Nilai-Nilai Luhur dalam Etika dan Moral Masyarakat.” Habib membuka kajian dengan membahas keterkaitan antara takwa, ramadan, dan Al-Qur’an, kemudian tiga kisah teladan hubungan anak dan orang tua.
Sesi dibuka dengan penegasan bahwa Ramadan merupakan bulannya ibadah karena dari awal pagi hingga malam akhir hari berisi ibadah. Sebagaimana beliau mengutip QS. Al-Baqarah ayat 185 yakni istimewanya bulan Ramadan adalah ketika meningkatnya interaksi dengan Al-Qur’an. Interaksi di sini tidak sekadar membaca, tetapi juga mentadaburinya untuk mendapatkan hasil berupa akses petunjuk menjadi orang yang lebih bertakwa.
“Di bulan Ramadan, salah satu indikasi keberhasilannya adalah ketika kita menjadi orang yang bertakwa. Takwa tidak bisa dikerjakan tanpa pondasi ilmu.” Beliau melanjutkan bahwa dalam menjalani bulan Ramadan perlu pengetahuan, termasuk juga berbakti kepada orang tua membutuhkan pemahaman ilmu.
Memasuki diskusi ilmu tentang birrul walidain (sikap bakti kepada orang tua), bahasan pertama yaitu tentang tiga hak anak dari orang tua. Pertama, dipilihkan ibu yang baik untuk membentuk anak-anak nantinya. Kedua adalah diberi nama yang baik sebagai bentuk berkah dan doa orang tua pada anak. Ketiga yakni diberi pendidikan agama yang baik untuk bekal anak. Habib Ja’far menyelipkan pesan bahwa, “Jangan sampai anak durhaka karena orang tuanya tidak memberikan hak.”
Selanjutnya beliau merujuk pada Kitab Fawaidul Mukhtaroh, karangan Al-Habib Ali bin Hasan Baharun tentang birrul walidain. Terdapat tiga ayat yang isi tiap poinnya selalu bersanding, meliputi: poin taati Allah dan Rasul-Nya, poin tegakkan shalat dan tunaikan zakat, kemudian poin perintah syukur pada Allah dan bakti kepada orang tua dalam bentuk setidaknya mendoakan mereka selepas shalat dan sehabis mendengar azan.
Kemudian, berbicara tentang kisah teladan yang merupakan bentuk syukur anak dalam bakti kepada orang tua, yaitu dari cerita Nabi Isa as., Nabi Ibrahim as., dan Uwais Al Qarni. Habib mengangkat kisah Nabi Isa as. ketika di usia dua hari beliau berbicara fasih ke Bani Israil tentang perintah Allah Swt. untuk berbakti dan larangan berbuat buruk pada orang tuanya. “Kita dapat pelajaran bahwa berbakti cukup alasannya kita dilahirkan oleh orang tua,” pungkas Habib.
Contoh kisah kedua yang diceritakan adalah Nabi Ibrahim as. dengan ujian bahwa ayahnya seorang musyrik, si pembuat berhala. Kunci Nabi Ibrahim as. Dalam menasehati perbuatan salah ayahnya adalah kejujuran hati karena niatnya yang tulus. Selain itu, beliau menerapkan metode pertanyaan dengan tujuan menyentuh kesadaran logika berpikir ayahnya dengan tetap menjaga sikap santun dan lembut.
Sebagai penutup, kisah dari Uwais Al Qarni seorang pemuda yang belum pernah bertemu, tetapi dikenal oleh Nabi saw. Pada satu hari, Uwais izin untuk pergi ke Madinah ingin mengobati rindunya pada Rasul saw., tetapi menahan niat karena ibunya tua renta tidak bisa ia tinggal sendiri. Tanpa diketahui, Rasulullah saw. menceritakan Uwais kepada Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali tentang kebaikan yang membuat dirinya terkenal di seluruh penduduk langit. Uwais Al Qarni, seorang yang diistimewakan oleh Allah Swt. dan Rasulullah Saw. karena baktinya kepada orang tua. (Hanifah/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif RDK)