KAP 12 Mei 2024 | Kewajiban Suami Terhadap Istri yang Ditalak dan Perealian untuk Menikahkan (2)

  1. Al-Baqarah : 231-232

وَاِذَا طَلَّقۡتُمُ النِّسَآءَ فَبَلَغۡنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمۡسِكُوۡهُنَّ بِمَعۡرُوۡفٍ اَوۡ سَرِّحُوۡهُنَّ بِمَعۡرُوۡفٍ​ وَلَا تُمۡسِكُوۡهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعۡتَدُوۡا​ ۚ وَمَنۡ يَّفۡعَلۡ ذٰ لِكَ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهٗ ​ؕ وَلَا تَتَّخِذُوۡٓا اٰيٰتِ اللّٰهِ هُزُوًا​ وَّاذۡكُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰهِ عَلَيۡكُمۡ وَمَآ اَنۡزَلَ عَلَيۡكُمۡ مِّنَ الۡكِتٰبِ وَالۡحِكۡمَةِ يَعِظُكُمۡ بِهٖ​ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعۡلَمُوۡٓا اَنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمٌ‏ ٢٣١

“Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai (akhir) idahnya,1 maka tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula). Dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk menzalimi mereka. Barang siapa melakukan demikian, maka dia telah menzalimi dirinya sendiri. Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepada kamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepada kamu yaitu kitab (Alquran) dan Hikmah (Sunah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

 

وَاِذَا طَلَّقۡتُمُ النِّسَآءَ فَبَلَغۡنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا تَعۡضُلُوۡهُنَّ اَنۡ يَّنۡكِحۡنَ اَزۡوَاجَهُنَّ اِذَا تَرَاضَوۡا بَيۡنَهُمۡ بِالۡمَعۡرُوۡفِ​ؕ ذٰ لِكَ يُوۡعَظُ بِهٖ مَنۡ كَانَ مِنۡكُمۡ يُؤۡمِنُ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِؕ ذٰ لِكُمۡ اَزۡکٰى لَـكُمۡ وَاَطۡهَرُؕ​ وَاللّٰهُ يَعۡلَمُ وَاَنۡـتُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَ‏ ٢٣٢

“Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai idahnya, maka jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya,1 apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”

Ayat 231

Saya bahas singkat karena pertemuan lalu sudah dibahas. Sebab turun ayat, ayat ini turun ada kebiasaan di masyarakat jahiliah yang biasa mentalak istrinya tanpa batas (berkali kali sampai ratusan). Pembahasan ayat 231 talak yang bisa dirujuk 2 kali. Kebiasaan talak berakhir masa iddahnya lalu rujuk (seperti itu berulang), ini dimanakan perbuatan menyengsarakan istri.

Disebutkan ada 2 hal yang harus ditunjukkan dalam hal ini, yang pertama kebiasaan bangsa arab dengan Syariat. Ini artinya kebiasaan bangsa Arab yang ada saat itu tidak sejalan dengan syari’at. Maka syari’at meluruskan. Meluruskan orang yang kadang-kadang dengan pikiran sempit atau memang menjalankan agenda proyek-proyek asing untuk kepentingan asing menghubung-hubungkan antara syariat dengan Arab. Arab yang dimaksud yaitu pada abad 14 atau 15 abad yang lalu, banyak tradisi arab bertolak belakang dengan syari’at, maka dapat penolakan yang keras. Seandainya Islam memang sudah kompatibel dengan Arab seharusnya tidak ada pertengkaran. Syariat Islam dengan tradisi arab berbeda, maka syari’at meluruskan, salah satu bahasannya yaitu tentang nikah. Selain bahasan yang berkaitan dengan akidah, akhlak, dan fikih banyaknya luar biasa. Tetapi memang ada tradisi bangsa Arab yang baik lalu dipertahankan, contohnya menghormati tamu adalah sejalan dengan syariat, maka dijalankan tetapi ditetapkan rambu-rambu juga. 

Pembahasan sebelumnya disampaikan bahwa jika seorang suami menceraikan istrinya sampai hampir akhir masa iddah pilihannya ada 2 yaitu mempertahankan pernikahan atau mengakhiri pernikan dengan cara yang baik. Secara garis besar cara yang ma’ruf ini yaitu sejalan dengan syari’at, yang kedua sejalan dengan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan syari’at. Contohnya ketika seseorang hendak melamar wanita dengan cara yang ma’ruf yaitu maharnya mistlih mahar yang sudah umum dilakukan masyarakat dan tidak bertantangan dengan syariat. Sebagian masyarakat, kalau melamar gadis beda maharnya tergantung tingkat pendidikan. Ini merupakan tradisi yang harus dipertimbangkan. Ada juga yang lazim dilakukan pada pagi, siang, maupun sore. Pelaksanaan walimah sudah lazim diselenggarakan pagi siang sore maka dipertimbangkan dengan ma’ruf. Saya hari Jum’at menghadiri pernikahan, “bagaimana mengahadiri walimah disini?” ustadz bertanya. Lalu pengantin menjawab, “saya mengikuti walimah Yaman yaitu malam selesai sebelum subuh”. Hal ini tidak lazim untuk masyarakat sekitarnya, karena tidak ma’ruf.

Imam Ahmad ibnu Hambal menasihati putranya yang menikah dengan 10 nasihat, salah satu nasihatnya yaitu “Wanita adalah ratunya dirumah”. Maka memperlakukan istri dengan cara ma’ruf itu memberikan kewenangan rumah tangga kepada wanita. Semua yang mengatur rumah tangga tidak hanya suami. Imam Ahmad yang wafat tahun 241 H nasihat-nasihatnha banyak yang masih relevan sampai zaman sekarang.

وَلَا تُمۡسِكُوۡهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعۡتَدُوۡا ۚ   Jangan kalian menahan istri kalian dengan maksud jahat kepada istri dan berbuat dzalim kepada mereka. Contoh seperti yang disampaikan tadi bahwa masyarakat jahiliyyah sebelumnya yang saat itu cerai rujuk tidak ada batas.

وَمَنۡ يَّفۡعَلۡ ذٰ لِكَ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهٗ  berbuat dzalim berdampak kepada yang bersangkutan dan istri dan itu dampaknya di dunia sebelum di akhirat.

وَلَا تَتَّخِذُوۡٓا اٰيٰتِ اللّٰهِ هُزُوًا  Jangan kalian menjadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan guyonan atau pelesetan. Kehidupan ruamh tangga itu boleh guyon karena itu sangat lumrah dan biasanya menjadi bunga dalam kehidupan rumah tangga. Kalau dalam rumah tangga serius terus suasana terasa kering atau membosankan. Kehidupan rumah tangga diperbolehkan guyon tetapi tidak melanggar syari’at, contohnya guyon

 guyon disini suami mengatakan kepada istrinya kalimat cerai atau semacamnya tetapi lalu mengatakan”. Ini tidak boleh, ini jatuhnya tetap talak walaupun bercandaan. Ini sah jatuh talaknya. Ini berkaitan dengan yang disampaikan pekan lalu dari sabda Rasulullah:

ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدُّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ

Ada tiga perkara seriusnya adalah sungguhan dan gurauannya juga adalah sungguhan, yaitu nikah, talak, dan ruju’.

وَّاذۡكُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰهِ عَلَيۡكُمۡ   Ini yang belum kita tuntaskan pada pertemuan lalu. نِعۡمَتَ disini menggunakan huruf ت dan bukan ة  di qira’at hafs dari ‘Ashim maka dibaca ni’mata atau di waqafkan menjadi ni’mat, bukan ni’mah. Kemudian kata نِعۡمَتَ bentuknya mufrad (tunggal). Pertanyaannya apakah nikmat Allah hanya satu? Bukan menggunakan kata ni’am yang artinya nikmat-nikmat. Kenapa bentuknya mufrad, kenapa tidak pakai bentuk jamak? Inilah pentingnya memahami kaidah tafsir. Salah satu kaidah tafsir berbunyi “bentuk tunggal yang di-‘idhafah-kan (disambungkan) dengan kata berikutnya seperti Allah, itu salah satu fungsinya menjadikan kata tersebut bermakna jamak. “dan ingatlah nikmat-nikmat Allah kepada kalian” maksudnya sebagiannya disebutkan dilanjutannya juga di ayat berikutnya. Ini dalam bahasa arab kata penghubung ayat selanjutnya Al-Qur’an dan Hadist yang dimaksud nikmat-nikmatnya. Nikmat yang patut disyukuri salah satunya memiliki kitab suci yang terjaga keasliannya. 

Al-Qur’an dan Hadist menjadi panduan kita, termasuk panduan yang berhubungan dengan pernikahan. Al-Qur’an sebagai panduan dan sunnah sebagai terapannya, ini menjadi sangat sempurna. Maka dalam kehidupan rumah tangga, suami harus punya sifat Qawwamah betapa pentingnya suami memiliki ilmu memiliki istri lebih dari istrinya. Bukan sekedar mencari nafkah, tetapi fungsi lain yaitu membimbing dan mengarahkan.

وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعۡلَمُوۡٓا اَنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمٌ bertakwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Disebut takwa disini karena untuk bisa menjalankan apa yang dinasihatkan dalam Qur’an dan Sunnah pada kehidupan rumah tangga itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang bertakwa. وَاعۡلَمُوۡٓا اَنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمٌ mengisyaratkan pentingnya belajar, karena semua dilahirkan tidak mengetahui apa-apa. Termasuk kita belajar dalam kehidupan rumah tangga. Namanya Talak salah satu bahasan kemarin ada yang namanya talak sunnah, yaitu talak yang dikerjakan yang dilakukan suami kepada istrinya pada saat suci belum digauli. Selanjutnya talak bid’ah yaitu talak yang dikerjakan yang dilakukan suami kepada istrinya alam keadaan sudah digauli. Jumhur ulama umumnya meskipun itu termasuk perbuatan dosa, talak ini tetap jatuh.

 

Ayat 232

 فَبَلَغۡنَ اَجَلَهُنَّkemudian telah berakhir masa iddahnya. Redaksinya sama dengan ayat 231, tetapi maknanya beda. Bentuk lampau atau fi’il madhi ada yang maknanya akan. Disini dimaksudkan sudah selesai masa iddahnya. 

فَلَا تَعۡضُلُوۡهُنَّ maka jangan kalian(para wali) menghalangi para istri, اَنۡ يَّنۡكِحۡن untuk menikah lagi, اَزۡوَاجَهُنَّ mantan suami mereka, اِذَا تَرَاضَوۡا jika mereka saling ridha, بَيۡنَهُمۡ بِالۡمَعۡرُوۡفِ diantara mereka dengan cara yang ma’ruf. Ayat ini ditujukan kepada wali yang diminta untuk jangan menyusahkan. Ada kisah yang melatarbelakangi ini, berkaitan dengan Ma’qil bin Yasar ini pernah menikahkan saudarinya dengan seorang laki-laki. Maka nikah harus dengan wali, termasuk janda juga menikahnya dengan wali, sebagaimana di ayat ini. Kita saat ini membahas untuk yang boleh nikah kembali. Waktu itu Ma’qil bin Yasar menikahkan saudarinya dengan seorang laki-laki ternyata dicerai, begitu dicerai sampai berakhir masa iddahnya ternyata laki-laki ini menyesal lalu ingin balik lagi. Ma’qil bin Yasar saat itu kesal, lalu marah-marah. Ma’qil bin Yasar berkata, “Saya sudah menikahkanmu dengan saudari saya (sudah memuliakan), setelah itu kamu cerai sampai selesai masa iddahnya. Demi Allah saya tidak akan menikahkan adik saya dengan kamu lagi”. Setelah mengatakan itu, turun firman Allah فَلَا تَعۡضُلُوۡهُنَّ. Ketika diingatkan dengan firman Allah, maka Ma’qil mengatakan “kalau begitu saya akan taat kepada firman Allah yang diturunkan kepada Rasul”

 ذٰ لِكَ يُوۡعَظُ بِهٖ مَنۡ كَانَ مِنۡكُمۡ يُؤۡمِنُ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِؕ  yang namanya nasihat hanya berefek kepada orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Sekaligus menunjukkan keimanan yang menentukan penerimaan kepada perintah dan larangan. Allah menutup dengan kalimat ذٰ لِكُمۡ اَزۡکٰى لَـكُمۡ وَاَطۡهَرُؕ itu lebih suci dan lebih bersih untuk kalian. Artinya sikap untuk sami’na wa atha’na ini lebih suci.

وَاللّٰهُ يَعۡلَمُ وَاَنۡـتُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَ‏ Allah mengetahui yang kalian tidak ketahui. Ini menunjukkan bahwa syari’at pasti ada maslahat yang kita sebagian mungkin tidak ketahui sekarang, tetapi kita pahami di kemudian hari. Contohnya masa iddahnya ada hikmahnya. Bisajadi dikandungan ada janin, tapi karena baru hitungan hari belum ketauan. 

Tanya Jawab

  1. Kalimat Khuluk atau talak yang diucapkan istri atau suami tanpa adanya ilmu apakah juga berlaku?
    • Ya, berlaku. Karena talak itu umumnya sudah dipahami walaupun tidak tahu detail-detailnya.
  2. Bagaimana hak istri meskipun sudah bekerja, apakah berhak mendapatkan jatah keuangan dari suami?
    • Ya, tetap berhak. Tapi sebelum itu juga istri ketika bekerja meminta izin pada suami untuk bekerja. Ada yang bekerja karena faktor kebutuhan, sehingga istri membantu. Ada yang bukan karena faktor kebutuhan artinya walaupun istri tidak bekerja, tetapi suami masih cukup untuk menafkahi. Termasuk jenis pekerjaan yang dikerjakan istri. Ada buku khusus yang menjelaskan itu.
  3. Penerapan talak di Indonesia sebagaimana diterapkan di Indonesia sebagaimana tertera dalam Shigat Taklik di buku nikah berlaku talak 1 dan masih terbuka untuk kesempatan rujuk dan tidak perlu akad lagi atau sama dengan talak bain?
    • Inisiatif dari beberapa kalangan untuk memunculkan itu sebagai bentuk untuk menghormati dan menjaga agar pernikah tidak dijalani seenaknya lalu talak. Apalagi dibiarkan terlantar. Tetapi yang tertera disitu tidak berarti bahwa harus diterima oleh kedua belah pihak, maka itu merupakan pilihan jika bertanya ke petugas KUA walaupun terkadang memang tidak diberitahu tetapi langsung kita tandatangani. Inilah pentingnya persiapan pernikahan itu supaya termasuk ketika kalimat itu muncul di buku nikah itu bisa dipahami kedua belah pihak dan bisa terjadi misal salah satu pihak tidak bersedia menandatangani shigat taklik itu. Jika ketentuan membolehkan untuk tidak menandatangani berarti itu tidak berlaku, karena memang menandatangani itu dan tidak menyatakan kalau siap menerima konsekuensi tersebut. Ini tidak boleh dipahami akan menelantarkan istrinya. Tergantung akadnya. 

Ada kaidah “ikatan antara hubungan seorang muslim, itu tergantung kesepakatan oleh kedua belah pihak”. Maka kalau ini muncul, ini menjadi konsekuensi siap atau tidak menerima konsekuensi tersebut. Contohnya, menikah dengan mertua dengan s3 saudi maka putrinya meminta syarat kalau tidak boleh ta’adut selama yang bersangkutan masih hidup. Ini sudah disepakati pada saat akad nikah. Ketika dituangkan dalam bentuk tertulis maka menjadi konsekuensi yang harus diterima.

  1. Jika janda menikahkan diri tetapi wali tidak hadir dalam bentuk fisik dan hanya via telpon yang menyerahkan hak perwalian kepada pihak yang menikahkan, apakah tetap sah nikahnya?
    • Ya, sah. Ini bisa jadi taukil (mewakilkan) dalam perwalian, bisajadi karena ada udzur. Misalnya udzur sakit, dan tidak bisa jadi wali kemudian disampaikan kepada petugas KUA itu boleh. Sudah menjadi kajian saat ini untuk para ulama fikih, nikah tetapi online. Wali di negara yang beda, tetapi suami istri di tempat yang sama apakah sah pernikahannya? Para ulama ada yang membolehkan, tetapi dipastikan syarat bahwa betul-betul situasinya yang bersangkutan tidak ada paksaan dan suara terdengar jelas. Ada penghalang untuk bisa hadir.
  2. Kriterian Kriteria fiil madhi yang bisa diterjemahkan fiil mudhari juga ada berapa?
    • Ada 2 : fiil madhi tidak menggunakan kata ق biasanya digunakan yang telah lalu. Bisa juga dilihat konteks isinya.
  3. Saya suami bercerai dengan istri, ibu suami  sudah meninggal. Hewan kurban menjadi 1 atau masing-masing?
    • Kurban masing-masing. Beda dengan kepala keluarga bisa 1 hewan diniatkan dengan 1 keluarga. Ini kasusnya anak dengan ibu, ini posisinya bukan sebagai kepala keluarga.
  4. Bagaimana kaum laki-laki hadir di majelis ilmu, karena laki-laki merupakan pemimpin keluarga?
    • Perlunya kita mengingatkan para suami untuk belajar, salah satu kelemahan suami itu menggampangkan. Pada saat ingin belajar biasanya menggampangkan, misal dicarinya bisa di google. Fikih sangat mengandalkan pemahaman, itu hanya bisa didapatkan menghadiri majelis ilmu dari ustadz yang paham. Terjemahan dibuku kadang-kadanh lebih sulit dipahami daripada bacaan aslinya arab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.