ABDUL ROZAQ FAKHRUDDIN
“DA’I, PEMIMPIN DAN RAKYAT KECIL”
Sandea Yahya Angkasa
(Departemen Kajian Strategis Jama’ah Shalahuddin)
Kyai Haji Fakhruddin adalah seorang lurah naib (penghulu) di Pura Pakualaman Yogyakarta. Penghulu inilah yang nantinya mempunyai anak yang akan menjadi ‘orang besar’ nantinya. Beliau dipilih menjadi penghulu karena memang mempunyai ilmu agama yang sangat mendalam, hingga seorang tokoh besar Indonesia seperti HAMKA pernah menjadi muridnya. Kyai Haji Fakhrudin mempunyai istri yang bernama Siti Maemunah binti KH Idris Pakualaman. Mereka berdua mempunyai sebelas anak. Diantara sebelas anak tersebut, yang paling dikenal seluruh Indonesia adalah anak ketujuh, yaitu Abdul Rozaq Fakhruddin.
Abdul Rozaq Fakhruddin atau yang biasa dipanggil Pak AR, lahir pada 14 Februari 1916 di Clangap, Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta, 4 tahun kurang semenjak berdirinya Muhammadiyah. Pada tahun 1923, Pak AR kecil masuk ke sekolah formal di Standaardschool (SD) Muhammadiyah Bausasran Yogyakarta. Dahulu kebanyakan warge masyarakat, terlebih masyarakat desa, menimba ilmu kepada seorang Kyai. Waktu hanya masyarakat kota kaya saja yang banyak masuk sekolah formal. Namun, jika di daerah tersebut sudah ada sekolah Muhammadiyah, kebanyakan masyarakat bersekolah di Muhammadiyah, selain karena biayanya terjangkau, juga karena memang sekolah Muhammadiyah diperuntukkan bagi masyarakat umum.
Masa kecil Pak AR sama seperti kehidupan anak – anak biasa ketika itu. Bersekolah di Standaardschool Muhammadiyah, sempat cuti sekolah, dan belajar di pondok. Ketika menginjak kelas 3, beliau diajak pulang oleh orang tuanya pulang ke desa leluhurnya di Bleberan, Brosot, Galur, Kulon Progo, karena KH Fakhruddin telah pension dari jabatan penghulu dan juga karena usaha batiknya yang jatuh.
Tak lama setelah Pak AR diajak pulang oleh orang tuanya, beliau kembali lagi ke kota Yogyakarta dan tinggal bersama salah seorang kakaknya yang bernama Zuhriyah di Kota gede. Pada tahun 1926, Pak AR melanjutkan sekolahnya di Standaardschool Muhammadiyah Penggan, Kotagede, Yogyakarta. Beliau melanjutkan sekolahnya walaupun di tempat yang berbeda. Di sana beliau sekolah hingga lulus kelas 5 pada tahun 1928. Dulu SD Muhammadiyah atau SD pada umumnya pendidikannya hanya sampai kelas 5, berbeda dengan sekarang yang pendidikannya sampai kelas 6.
Setelah lulus hinnga kelas 5 dari Standaardschool Muhammadiyah, Pak AR melanjutkan pendidikannya di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Namun beliau hanya menempuh hingga duduk di kelas 2 Mu’allimin, karena ayahnya memanggil beliau pulang ke desanya dan meminta mengaji (menimba ilmu agama) saja. Di sana beliau mengaji kepada dua kyai ternama di desanya saat itu, yaitu KH Abdullah Rosad, KH Abu Amar, dan kepada KH Fakhruddin, ayahnya sendiri.
Masa kecil Pak AR sudah diisi dengan menimba ilmu agama. Tidak heran jika berkunjung di rumahnya banyak dijumpai buku – buku. Lalu masa kecilnya sudah banyak mempelajari kitab – kitab kuning, walaupun beliau tidak pernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah. Namun beliau berguru kepada orang – orang yang belajar di Timur Tengah, contohnya ayahnya sendiri KH. Fakhruddin.
Menurut Sukriyanto AR , Pak AR belajar setiap pagi hingga siang hari selama beberapa bulan. Menurut Pak AR di antara kitab agama yang dipelajari dengan metode sorogan pada tiga kyai tersebut adalah Matan Takrib, Syarah Takrib, Qatrul Ghaits, Jurumiyah dan kitab – kitab lainnya. Sementara di setiap hari itu sesudah Maghrib hingga pukul 9 malam, beliau diminta belajar di Wustha Muhammadiyah Wanapeti, Sewugalur, Kulonprogo.
Pak AR kecil yang hanya anak biasa yang pernah cuti selama pendidikannya dapat mempelajari berbagai kitab – kitab kuning yang belum tentu bisa dipelajari oleh banyak orang dalam waktu yang singkat. Ini dikarenakan faktor lingkungannya yang membentuk Pak AR menjadi orang yang paham agama di waktu muda. Di tambah pula keluarganya yang paham tentang agama dan selalu bertaqwa kepada Allah. Dari semua itu membentuk akhlak seorang Pak AR.
*Cahyono, Moch. Faried & Purwowiyadi, Yuliantoro, Pak AR Sufi Yang Memimpin Muhammadiyah, Yogyakarta : Ribathus Suffa, 2010