“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suriteladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Azhab: 21)
Seorang pemimpin adalah seseorang yang mampu untuk mempengaruhi, mengayomi dan merangkul orang–orang di sekitarnya untuk bergerak bersama dan mencapai satu tujuan yang sama. Pemimpin bukanlah peran yang main – main, tetapi sosok pemimpin memiliki tanggung jawab, peduli, memiliki visi yang jelas dan berfikir kreatif (out of the box). Kesuksesan seorang pemimpin dapat dilihat dari hasil atau output dari yang dipimpin alias pengikutnya. Perlu digaris bawahi bahwa pemimpin akan sangat berpengaruh dengan apa yang ada di suatu kelompok, layaknya sebuah masker yang menutupi wajah seseorang. Jika pemimpin suatu kelompok atau organisasi itu baik, maka kemungkinan besar secara eksternal kelompok atau organisasi itu baik. Pun sebaliknya, jika pemimpin suatu kelompok atau organisasi itu berbuat kesalahan, seringkali yang dilihat pertama kali dalam latar belakang pemimpin tersebut adalah kelompok atau dari organisasi mana dia berasal. Maka dari itu, menjadi pemimpin untuk pemuda yang organisatoris memerlukan seorang sosok yang menjadi contoh untuk kita pelajari, yakni Rasulullah SAW.
Masyarakat butuh pemimpin yang mampu menjadi teladan dan pelopor dalam kebaikan. Gelar Al Amin yang diperoleh sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul sejatinya menunjukkan potensi keteladanan dan kepeloporan Rasulullah saw. Kepeloporan yang konsisten beliau tunjukkan. “Pernah disuatu malam, penduduk Madinah dikejutkan oleh suara yang sangat dahsyat. Orang-orang kemudian berangkat menuju ke arah suara tersebut. Rasulullah saw. bertemu mereka saat hendak kembali pulang. Ternyata beliau telah mendahului mereka menuju ke arah suara tersebut. Waktu itu beliau naik kuda milik Abu Thalhah, di lehernya terkalung sebuah pedang. Beliau bersabda, ‘Kalian tidak perlu takut, kalian tidak perlu takut’”. (HR. Muslim). Model Charismatic ini menjadi fundamental karena sejarah mencatat salah satu penyebab runtuhnya berbagai peradaban dan ideologi adalah tidak adanya figur yang mampu menjadi teladan atau contoh.
Dalam sejarah kenabian, Rasulullah tidak hanya berani menghadapi beban kepemimpinan ataupun berbagai ujian dalam berdakwah. Rasulullah juga berani bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah diambilnya. Dalam perang Uhud, Rasulullah menyetujui usul mayoritas sahabat dari golongan muda yang ingin menyambut tantangan musuh di luar Madinah, pun beliau sendiri lebih suka bertahan di Madinah. Para sahabat menyesali sikap mereka yang terkesan memaksa Rasulullah untuk keluar dari Madinah, mereka pun berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak bermaksud menyelisihi pendapatmu, putuskanlah sekehendakmu! Jika engkau lebih suka bertahan di Madinah maka lakukanlah!”. Beliau menjawab, ”Tidak pantas bagi seorang nabi menanggalkan baju perang yang telah dipakainya sebelum Allah member keputusan antara dia dengan musuhnya.”
Kepemimpinan sejatinya adalah keteladanan. Rasulullah adalah sosok teladan seorang pemimpin yang penuh keteladanan. Pemimpin yang mampu menjadi model, menginspirasi visi bersama, berani menghadapi tantangan, menggerakkan orang lain dan menguatkan hati mereka yang dipimpinnya. Namun tidak mudah menjadi pemimpin teladan, karena memimpin dan belajar berjalan beriringan, tak bisa dipisahkan. Keteladanan seorang pemimpin terlihat ketika ia belajar, bukan ketika ia mengajar. Jika ada tips dan trik terbaik dalam memimpin, hal itu tentulah keteladanan. Maka dari itu, menjadi pemimpin membutuhkan sebuah proses yang panjang, karena sejatinya pemimpin itu dibangun dan dibina, bukan dilahirkan begitu saja.