Tema | : Fikih Haid |
Subtema | : Pentingnya Fikih Haid Bagi Muslimah |
Pembicara | : Ustadzah Isyfi Afidatina |
Hari, tanggal | : Ahad, 28 Maret 2021 |
Waktu | : 09.00–10.30 WIB |
Tempat | : Google Meet |
Sesi Pematerian
Mengapa mempelajari fikih haid dan istihadhoh itu penting?
Karena antara haid dan istihadhoh terdapat hukum yang bertolak belakang, misalnya saat haid dilarang untuk melakukan shalat, tetapi saat istihadhoh tidak ada larangan untuk melakukan sholat. Menurut para ulama’, setiap wanita wajib hukumnya untuk mempelajari tentang fikih haid.
Ada beberapa macam darah yang dikeluarkan oleh wanita, yang pertama ada darah haidh yakni darah yang keluar karena kodratnya seorang wanita (bukan karena sakit dan yang lainnya), yang kedua ada darah istihadhoh yakni darah selain darah haidh dan nifas, dan yang terakhir ada darah nifas yakni darah yang keluar ketika melahirkan.
I. Haidh
a. Pengertian darah haidh
Secara bahasa, haidh berarti mengalir. Menurut ulama’, secara istilah darah haidh adalah:
دم جبلت، يخرج هي أقصى رحن الورأة بؼذ بلْغِاػلى سبيل الصحت هي غير سبب في أّقاث هؼلْهج
“Darah yang biasa keluar dari ujung rahim seorang wanita setelah baligh, dalam keadaan sehat, tanpa sebab tertentu dan keluar pada jadwal waktu yang sudah dikenal.”
Dari pendapat tersebut dapat diambil poin-poin penting dari pengertian darah haidh yakni:
- Darah yang keluar dari rahim wanita.
- Keluarnya setelah baligh. Menurut Imam Syafi’I, usia baligh seorang wanita adalah 9 tahun kurang 15 hari. Tahun yang digunakan sebagai dasar di sini adalah tahun hijriyah.
- Keluar dalam keadaan sehat tanpa sebab tertentu (benar-benar alami).
- Keluar pada jadwal waktu yang telah diketahui.
b. Syarat darah haidh
Syarat suatu darah dapat dikategorikan sebagai darah haidh antara lain:
- Darah yang keluar berasal dari rahim
- Keluar tanpa sebab tertentu
- Didahului oleh masa suci
- Keluar pada masa haidh, tidak kurang maupun lebih
- Sudah memasuki usia haidh
c. Usia haidh
Usia minimal seorang wanita mengeluarkan darah haidh adalah 9 tahun dalam tahun hijriyah. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Al-Baihaqi yang mengatakan bahwa:
إرا بلغت الجاريت حسغ سٌيي فِي اهرأة
“Bila seorang wanita (muda) telah mencapai usia 9 tahun maka dia adalah seorang wanita (dewasa).”
Sedangkan usia maksimal seorang wanita mengeluarkan darah haidh adalah tidak ada batasnya.
d. Masa haidh
Masa minimal seorang wanita dapat dikatakan haidh adalah apabila darah haidh yang keluar minimal sudah 24 jam. Contohnya adalah apabila darah haidh keluar pada waktu dzuhur kemudian saat maghrib sudah tidak ada tanda-tanda keluarnya darah lagi, namun darah tersebut tidak dapat dikatakan sebagai darah haidh karena belum mencapai waktu minimal haidh yakni 24 jam. Sekalipun darah tersebut keluarnya setiap hari, namun apabila tidak mencapai masa minimal haidh, maka tidak dapat dikatakan darah haidh. Sedangkan masa maksimal seorang wanita dapat dikatakan haidh adalah 15 hari. Selain massa minimal dan maksimal haidh, terdapat pula masa suci. Masa suci minimal yakni 15 hari, contohnya adalah apabila seorang wanita pada tanggal 1-10 mengalami haidh kemudian tanggal 10-15 suci dan setelah itu tanggal 15 haidh lagi, maka darah yang keluar pada tanggal 15 tidak bisa dikatakan darah haidh karena belum terlewati masa suci minimal yakni 15 hari. Adapun masa suci maksimal tidak ada batasannya.
e. Warna darah haidh dan nifas
Warna darah haidh dan nifas dapat dibedakan menjadi lima, yakni hitam dianggap sebagai darah yang paling kuat, merah, coklat, kuning dianggap darah haidh apabila terjadi berturut-turut dengan periode haidh (berturut-turut setelah warna hitam, merah, dan coklat), dan kudrah (berwarna kuning agak keruh). Dalam melihat warna darah seorang wanita hendaknya lebih teliti karena akan sia-sia ibadahnya apabila tidak tepat dalam mengartikan warna darah yang mengakibatkan seorang wanita tidak suci.
f. Kapan wanita dapat dikatakan suci?
Seorang wanita dapat dikatakan suci apabila darah sudah tidak keluar atau terhenti sama sekali dan telah melihat Qashah Baidha, yakni cairan putih mirip dengan keputihan tapi lebih putih bening.
g. Naqa’
Naqa’ merupakan masa bersih di antara dua darah. Contohnya adalah apabila seorang wanita selesai haidh pada tanggal 8, tanggal 9-nya dia suci, namun pada tanggal 10 dia mengeluarkan darah lagi. Maka darah pada tanggal 10 tersebut dihitung sebagai darah haidh. Namun, apabila darah keluar dalam batas 15 hari masa haidh, maka darah tidak bisa disebut darah haidh. Begitu pula ketika darah kedua keluar sesudah batas maksimal haidh, maka darah tersebut tidak dapat disebut darah haidh.
II. Istihadhoh
Istihadhoh merupakan darah yang keluar selain darah haidh dan nifas.
a. Kategori darah istihadhoh
Dapat dikatakan darah istihadhoh apabila keluar darah sebelum usia haidh (9 tahun hijriyah), keluar darah kurang dari durasi minimal haidh (kurang dari 24 jam), keluar darah melewati masa maksimal haidh, keluar darah sebelum melahirkan, keluar darah melewati masa maksimal nifas, dan keluar darah sebelum memenuhi masa suci.
b. Hukum wanita istihadhoh
Wanita yang mengalami istihadhoh tidak berlaku baginya larangan haidh dan nifas serta istihadhoh termasuk hadats kecil sehingga cukup baginya untuk berwudhu.
c. Kewajiban-kewajiban wanita istihadhoh sebelum sholat
Sebelum sholat, wanita yang mengalami istihadhoh wajib untuk membersihkan najis atau darah terlebih dahulu (tiap akan sholat ganti pembalut). Berwudhu setiap akan melakukan sholat fardhu, satu wudhu hanya berlaku untuk satu sholat fardhu. Berniat untuk diperbolehkan sholat dan bersegera melakukan sholat.
III. Larangan bagi wanita yang sedang haidh
Wanita yang sedang mengalami haidh dilarang untuk melakukan beberapa hal, yakni:
a. Larangan sholat
إرا أقبلت الحيضت فذػي الصالت
Dari Fatimah binti Abi Khubaisy bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bila kamu mendapatkan haid maka tinggalkan shalat‟ (HR. Bukhari)
Namun, ketika sudah selesai haidhnya, maka seorang wanita diwajibkan untuk mengqadha’ sholatnya. Imam Al-Haramain (w. 478 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan:
ثن يخفق اًقطاع الحيض في آخر الٌِار، فيجب قضاء الظِر هغ الؼصر
Yang dapat diartikan bahwa apabila seorang wanita suci pada saat ashar, maka ia wajib mengqadha’ dhuhurnya kemudian mereka (ulama madzhab Syafi’i) sepakat jika darah haid sudah berhenti di akhir siang (sekitar waktu Ashar), maka wajib baginya qadha’ shalat Dhuhur dan Ashar. (Nihayatul Mathlab fi Diraayatil Mazhab, jilid 1 hal 398.).
b. Larangan puasa
أليس إرا حاضت الورأة لن حصل ّلن حصن
Dari Abi Said Al-Khudhri radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Bukankah bila wanita mendapat hatdh dia tidak boleh shalat dan puasa?”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Lalu bagaimana jika seorang wanita berpuasa tetapi belum mandi janabah?
أى رسْل ُلال صلى ُلال ػليَ ّسلن كاى يذركَ الفجر ُّْ جٌب هي أُلَ ثن يغخسل ّ يصْم
“Sesungguhnya Rasulullah SAW bangun di waktu subuh dalam keadaan junub akibat berhubungan badan dengan istri beliau. Setelah bangun, beliau mandi dan meneruskan puasanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
c. Larangan thawaf
الطْاف بالبيج صالت إال أى ُلال أحل فيَ الوٌطق، فوي ًطق فيَ فال ًطق إال بخير
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda‟: Thawaf di Ka‟bah itu adalah shalat kecuali Allah telah membolehkannya untuk berbicara saat thawaf. Siapa yang mau bicara saat thawaf maka bicaralah yang baik-baik. (HR. Ibnu Hibban Al-Hakim dan Tirmizy).
d. Larangan menyentuh mushaf
ال يوسَ إال الوطِرّى
“Dan tidak boleh menyentuh mushaf kecuali orang yang suci” (al waqiah:79)
Mushaf merupakan segala sesuatu yang tertulis ayat Al-Qur’an di atasnya. Apabila seorang wanita sedang haidh, maka sebaiknya hindari menggunakan Qur’an terjemahan dan Qur’an Android karena dalam keduanya kandungan ayat Al-Qur’an lebih banyak daripada tulisan yang lainnya.
Berbeda halnya dengan kitab tafsir, jika kitab tafsir kandungan ayatnya lebih sedikit sehingga diperbolehkan untuk menyentuhnya.
e. Larangan membaca al-qur‟an
ال حقرأ الحائض ّال الجٌب شيء هي القرآى
“Janganlah seorang yang sedang haidh atau junub membaca sesuatu dari Al-Quran.” (H.R. Tirmizy)
Larangan di sini diperuntukkan jika membaca Qur’annya dengan mengeluarkan suara. Namun, apabila membacanya dalam hati atau mendengarkan maka hal tersebut masih diperbolehkan.
Lalu bagaimana hukum wanita yang sedang haidh mengajarkan Al-Qur’an?
Jika sedang haidh, maka bisa digantikan dengan orang lain untuk mengajarkan Al-Qur’an. Namun, jika tidak ada gantinya kita tetap bisa mengajar namun diusahakan tidak mentilawahkan ayat-ayat Al-Qur’an serta diniatkan untuk mengajar dan mencari keberkahan dari Al-Qur’an.
Bagaimana hukum wanita yang sedang haidh menghafal Al-Qur’an?
Seorang wanita yang sedang haidh tidak diperbolehkan menghafal Al-Qur’an terlebih dahulu.
f. Larangan masuk dan berdiam diri di masjid
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi, dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun. (QS. An-Nisa’ : 43)
g. Larangan berijma’ (berhubungan badan)
وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran‟. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh. Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah bersuci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah : 222)
h. Larangan diceraikan
Abdullah Bin Umar menceraikan istrinya dalam keadaan haid. Lalu Rasulullah SAW bersabda:
هرٍ فاليراجؼِا، ثن ليطلقِا طاُرا
“Perintahkan padanya (Abdullah Bin Umar) agar merujuk istrinya. Dan jika ia ingin menceraikan, maka hendaklah dilakukan saat istrinya dalam keadaan suci.” (HR. Muslim)
Hukum thalaq saat haidh:
- Merupakan thalaq bidh’i yang diharamkan.
- Jika telanjur, maka suami harus segera rujuk kepada istrinya.
- Thalaq yang dijatuhkan tetap sah hukumnya.
- Suami berdosa, tetapi hukum thalaq-nya tetap sah.
IV. Mandi Janabah
Rukun mandi janabah yakni niat dan meratakan air ke seluruh tubuh. Sedangkan sunnah mandi janabah di antaranya adalah mencuci tangan, membersihkan kemaluan dengan tangan kiri, berwudhu, mengguyur air 3 kali di kepala, mengguyur tubuh bagian kanan 3 kali, mengguyur tubuh bagian kiri 3 kali, mengguyur kaki, dan mengguyur seluruh anggota tubuh.
Sesi Tanya Jawab
1. Siklus haidh jadi lebih lama, ketika awal haidh terdapat flek, begitu pula saat di akhir. Apakah flek di awal dan di akhir tersebut terhitung dalam haidh?
Jawab: Jika masa suci sudah terlewati, maka dihitung haidh. Dan untuk masalah flek tersebut dapat diyakinkan menurut keyakinan masing-masing.
2. Apakah qadha’ sholat setelah suci haidh boleh dikerjakan di lain hari?
Jawab: Kalau ada udzur syar’i yang benar-benar syar’i sekali (semisal dapat mengancam nyawa jika tidak dilakukan) maka boleh dilaksanakan dilain hari. Namun, jika hanya tentang hal-hal yang kurang penting sebaiknya dilakukan hari itu juga.