Menutup kajian rutin Samudra RDK UGM 1445 H, pada Ahad (07/04), Ustaz Fajri Mulya Iresha, S.T., M.T., Ph.D., sebagai narasumber, mengisi keilmuan dengan pembahasan seputar permasalahan sampah dan langkahnya. Selaras dengan bidang beliau selaku konsultan lingkungan dan dosen Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan UII, tema utama yang dibawakan, yaitu “Pengelolaan Sampah Domestik dalam Konsep Zero Waste sebagai Upaya Menjaga Bumi Allah.”
Topik pembahasan Ustaz Fajri merujuk pada 3 poin, diantaranya edukasi kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah, lebih khusus terkait zero waste (bebas sampah). Kemudian, tentang pengurangan penggunaan alat bahan yang menghasilkan sampah. Tidak tertinggal juga cara memilah sampah secara efektif.
Mirisnya, fakta yang terjadi adalah kondisi persampahan yang kritis di Indonesia karena mendapat titel sebagai produsen sampah plastik samudra, sisa makanan, dan bencana longsor sampah nomor 2 terbesar di dunia. “Itu suatu hal yang sangat miris yang seharusnya kita berbuat sesuatu hal besar saat ini,” ungkap beliau.
Masalah ini terjadi karena masyarakat Indonesia masih bergantung pada TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dengan rasa kepedulian terhadap sampah yang minim. Lalu belum adanya sistem pengelolaan air lindi, yaitu cairan yang dihasilkan oleh sampah dari proses dekomposisi. Dampak dari ketidakjelasan pengelolaan sampah ini tidak hanya dirasakan manusia, melainkan juga hewan yang banyak mendapatkan dampak buruknya.
Kondisi ini telah Allah Swt. sudah peringatkan dalam Q.S. Ar-Rum ayat 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.”
Melanjutkan pembicaraan tentang dampak sampah, hal ini juga kita rasakan pada lingkungan, diantaranya adalah pencemaran pada tanah, air, udara, hingga sungai. Sampah juga dapat mengurangi nilai estetika suatu lingkungan dan dapat menjadi penyebab atas terjadinya konflik lingkungan. Tidak hanya itu, sampah juga dapat menjadi ancaman bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. “Padahal Allah Swt. sudah menjadikan manusia sebagai khalifah, tetapi kenapa kita juga yang menjadikan bumi rusak,” pesan Ustaz Fajri.
Konsep zero waste adalah salah satu solusi untuk menyadarkan manusia tentang kerusakan ini. Filosofi yang memaksa manusia untuk menghapus, mendesain ulang produk, dan memilih barang yang dapat dipakai ulang, sehingga mengurangi beban bumi. Sama halnya dengan istilah “no burning, no landfill,” bumi tanpa pembakaran sampah dan pembuangan sampah ke TPA, manusia mengelola sampahnya sendiri supaya minim limbah.
Dilirik dari sejarahnya, zero waste telah ada sejak dahulu. Seperti halnya suku Aztec mengenali kompos dengan mengubah kotoran manusia menjadi pewarna kain, bangsa Romawi menyimpan sampah untuk dijadikan konstruksi, masyarakat Jepang menyempurnakan teknik robek dan menggunakan kembali kertas tersebut, suku Indian menggunakan bagian hewan untuk dijadikan aksesoris tradisional. Namun, mulai abad ke-19 manusia dimanjakan dengan produk industri maupun penelitian, menjadi titik balik peradaban modern. Pada abad ke-20, kembali dikenal konsep daur ulang. Lambat laun berkembang menjadi kebijakan di berbagai negara sebagai bentuk kerinduan naluri manusia untuk menjaga ke alam.
Menariknya, ada keselarasan antara zero waste dengan Islam dalam 2 konsep. Pertama, tabdzir, bermakna menyia-nyiakan barang yang masih bisa dimanfaatkan, seperti botol, kertas, kardus yang masih bisa digunakan. Kedua ialah israf, tindakan berlebihan dalam penggunaan barang di luar kebutuhannya. Sedangkan dalam Islam sudah mengajarkan kedua hal yang berkaitan tersebut dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 26 dan Q.S. Al-An’am ayat 141.
Oleh karena hal di atas, Ustaz Fajri memaparkan langkah konkret untuk mengatasinya melalui cara rethink (memikirkan kembali). Allah Swt. menciptakan alam untuk tempat beribadah sehingga perlu kita renungkan bagaimana manusia bisa menjaga lingkungan yang tujuan penciptaannya adalah untuk beribadah. Maka, manusia punya tanggung jawab besar dalam menjaga keseimbangan alam dan lingkungan untuk kesejahteraan hidup.
Beliau menyampaikan, sudah saatnya pelayanan sampah oleh pemerintah menjadi akses universal untuk hak dasar seorang warga negara. Jika menggunakan sistem pembayaran, artinya hanya sebagian masyarakat yang mampu/ingin saja nantinya yang akan dilayani.
Sebagai individu, terdapat 3 langkah sederhana yang dapat kita lakukan. Pertama, taruh sampah bahan organik dalam wadah yang disediakan, sehingga sampah dapat berubah menjadi biogas hingga kompos. Selanjutnya, taruh bahan daur ulang di tempat yang disediakan yang nantinya diambil alih oleh pemulung. Sisa dari kedua sampah tersebut ialah “real sampah” atau residu dari bahan elektronik, obat-obatan, tekstil yang sebenarnya menjadi tugas pemerintah. (Hanifah/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif RDK)