Samudra kembali menghadirkan Ustadz Hadi Nur Ramadhan, M.A.,Wakil Sekretaris LSBPI MUI Pusat, sebagai pembicara pada kajian Samudra (04/04) dengan tajuk “Industrialisasi Ilmu: Meninjau Fenomena Pendidikan yang Berorientasi Pada Materi”
Hadi Nur mengawali kajian dengan menceritakan tentang Natsir yang saat itu datang untuk menjadi pembicara di UGM setelah ia baru terbebas dari penjara. Bagi Natsir, tidak ada yang namanya sekolah pemimpin. Seorang pemimpin tidak dilahirkan dari “sekolah,” tetapi pemimpin lahir dari tempaan-tempaan sosialnya. Hadi Nur menambahkan, kuliah dan sekolah adalah salah satu alat untuk menuju kesuksesan, tapi kesuksesan untuk menjadi “orang besar” seperti Natsir, Hamka dan para tokoh pendiri bangsa lainnya, memerlukan 5 M.
“M” yang pertama merupakan Mujahadah (keseriusan), tanpa adanya keseriusan, tidak akan terlahir sosok besar seperti tokoh pendiri Indonesia. Yang kedua adalah mulazamah (mentor) untuk dapat menjadi magnet bagi kita untuk terus belajar. Yang ketiga adalah membaca. “Tidak ada orang “besar” di dunia ini kecuali karena ia membaca” ujar Hadi Nur. Beliau menambahkan, seseorang yang lebih mementingkan urusan perut dari pada urusan akal, sampai kapanpun tidak akan bisa mempunyai jiwa yang besar. “M” yang keempat adalah mudzakkar atau diskusi yang dapat dilakukan dalam lingkup kampus dan juga di luar kampus. “M” yang terakhir adalah menulis. Menulis adalah satu cara untuk berpikir konstruktif. “Menulis itu adalah tanda bahwa kita pernah berpikir. Makanya para pemimpin hebat negara kita, semuanya adalah penulis” jelas Hadi Nur.
Beliau juga menjelaskan bahwa lembaga pendidikan tidak boleh dianggap sebagai pabrik yang hanya menjadi alat untuk menghasilkan murid yang diibaratkan seperti sebuah produk. Seorang guru yang baik hendaknya mengetahui potensi yang dimiliki oleh muridnya, sehingga guru dapat membantu mengembangkan potensi dan ilmu yang dimiliki oleh siswa menjadi bermanfaat. Hadi Nur mengatakan, “Ilmu dapat dikatakan sebagai “ilmu” jika ia menjadi manfaat bukan perusak.”
Salah satu inti pendidikan adalah menanamkan nilai pada diri siswanya. Apabila pendidikan suatu lembaga itu baik, maka ia akan menciptakan ilmu yang bermanfaat, seperti halnya guru yang hebat akan melahirkan murid yang tidak kalah hebat. Kunto Wijoyo pernah berkata, apapun ilmu yang kita pelajari, haruslah membawa misi kenabian, yakni memanusiakan manusia. Mengutip dari Prof. Mahmud Yunus, Hadi Nur menjelaskan bahwa ada dalam proses melahirkan pendidikan Islam, ada 4 hal. Yang pertama, maddah, sebelum seorang guru mengajar, ia harus belajar terlebih dahulu tentang materi yang akan ia sampaikan. Selanjutnya adalah thariqah (metode), setidaknya seorang guru harus memiliki satu metode mengajar agar kelas yang ia bawa tidak membosankan. Ketiga, dosen atau guru. Pembelajaran tidak akan berjalan tanpa adanya guru yang menemani. Hadi Nur menyebutkan, poin keempat ini adalah poin yang paling penting, yaitu ruuhul-mudarris, pejuang dari seorang guru. Spirit pejuang inilah yang seharusnya ditanamkan oleh seorang guru pada diri muridnya.
Pada akhir ceramahnya, Hadi Nur menjelaskan, proses pendidikan bertujuan untuk menciptakan suatu pendidikan ideal yang menekankan pada nilai adab sehingga dapat mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, dan madani.(Maulida Wulandari/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif RDK)