Kegiatan Ramadhan Public Lecture (3/4) malam ini pada acara RDK 1445 H dibersamai oleh Dr. Sigid Riyanto, S.H., M. Si., seorang Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM, dengan mengusung tema, “Pentingnya Kesadaran tentang Pra-peradilan: Meningkatkan Integral Hukum bagi Masyarakat Indonesia”. Sigid Riyanto mengatakan, “Kalau kita melihat dari sisi ketentuan hukum, Indonesia yang merupakan negara hukum, rasanya hukum tersebut tumpul ke atas dan tajam kebawah. Hukum kesannya hanya ada untuk orang yang memiliki kekuasaan dan berkuasa atas terhadap hukum tersebut”. Utusan hakim akan berkuasa untuk penjatuh putusan suatu kasus. Hal ini merupakan hukum dunia yang sangat terbatas keadilannya oleh penguasa hukum. Hukum dunia tidak dapat mengatur apa yang ada di dalam batin, sangat terbatas untuk mendapatkan keadilan karena yang mengetahui keadaan batin sesungguhnya adalah hanya dirinya sendiri dan Allah pemilik seluruh alam. Oleh karenanya, hukum dapat dijadikan sebagai alat permainan untuk penguasa dan pemilik kuasa dalam sidang. Maka, dari situ timbullah pertanyaan. Lalu, bagaimana hukum yang paling adil?
Dalam surah Al-An’am ayat 120 yang artinya “Dan akan di tinggalkanlah dosa yang nampak dan tersembunyi, sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa akan diberi balasan pada hari kiamat yang disebabkan oleh apa yang mereka kerjakan”. Sigid Riyanto menegaskan bahwa ayat tersebut yang akan dibuktikan dan diterima oleh pengadil apabila di dunia tidak menciptakan keadilan yang benar. Sebagai salah satu tenaga pendidik di Fakultas Hukum UGM, Sigid juga menjelaskan mengenai peran kampus sebagai tempatnya memberikan ilmu, yang ia maksud di sini adalah spesifik ilmu hukum pidana, tetapi untuk implementasi ilmu tersebut, praktiknya di dunia tetap akan bergantung dari masing-masing individu mahasiswa kelak yang akan menjadi para pemegang kekuasaan dan kedaulatan hukum.
Disampaikan pula bahwa hukum dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu proses pembentukan hukum karena banyak dipengaruhi oleh pembentuk hukum. Sebagai contoh, tidak adanya hukum yang mengatur perilaku penerima money politic yang marak terjadi saat pemilu berlangsung. Padahal money politic ini sudah mendarah daging di Indonesia. Hukum harus dibuat dengan menyesuaikan kondisi negara, namun sampai saat ini hanya ada hukum yang mengatur pemberi money politic saja sehingga Sigid menyatakan masalah ini berpotensi tidak akan terselesaikan dan akan terus mengakar hingga Pemilu yang akan datang, juga dapat berpotensi menjadi cikal bakal korupsi dari si pemberi money politic.
Pada kasus ini Sigid juga menyampaikan bahwa harus ada perubahan yang radikal kedepannya. Harus ada batasan-batasan yang jelas pada setiap pemeran politik. Selain itu, untuk pemilihan calon wakil rakyat harus diseleksi, dipilih dan dipilah. Jangan sampai hanya seperti melepaskan kucing dalam karung ujarnya. Kedua, hukum itu dipengaruhi oleh struktur hukumnya, ketika para penegak hukum masih dipengaruhi oleh nikmat dunia seperti jabatan, kekuasaan, tekanan publik, dan kepentingan pribadi lainnya, neraca keadilan bukan tidak mungkin akan berat sebelah. Ketiga, hukum juga dipengaruhi oleh budaya hukum, hal ini kembali pada bagaimana respon masyarakat. Sigid mengatakan, “Apabila budaya masyarakat memaklumi dan terkesan tidak acuh terhadap tumpulnya hukum Indonesia yang disebabkan oleh 3 hal tadi, akan sulit rasanya untuk mendapatkan keadilan di negara ini.”
Berdasarkan tema yang diusung, Sigid juga menjelaskan secara singkat apa itu pra-preradilan. Pra-peradilan merupakan suatu lembaga yang ada dalam peradilan dan mengupayakan pengontrolan pelaksanaan yang dilakukan oleh penegak hukum berupa penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan dan penetapan tersangka, apakah sah atau tidak dilakukan. Step by step pra-peradilan dimulai ketika terdapat laporan kasus. Pra-peradilan akan memberikan kewenangan bagi orang yang dikenakan tindakan hukum (contoh: tersangka/terdakwa) atau siapapun yang dikenai penegakan hukum, termasuk memberi kesempatan pada korban untuk mendapatkan upaya hukum tersebut. Namun terdapat sisi negatif, yaitu tidak ada ketentuan batas waktu sampai kapan perkara kasus tersebut akan dilanjutkan.
Sebagai contoh, apabila korban melakukan pelaporan suatu peristiwa hukum pada penegak hukum, namun belum dilakukan penyelidikan sama sekali, tidak ada ketentuan batas waktu kapan perkara kasus tersebut akan dilanjutkan. Setelah itu akan menjadi objek pra-peradilan apabila atas pengaduan kasus tersebut dihentikan bisa karena oleh penyidik, jaksa, atau alasan lainnya. Hal ini merupakan upaya untuk orang yang dikenakan tindakan hukum menentukan dugaan yang diberi benar atau salah. Terdapat pula permohonan ganti kerugian atas tindakan penghentian yang sekiranya dapat menimbulkan kerugian pada banyak pihak. Terakhir, sampai kepada pembuktian bahwa dugaan tersebut bukan merupakan tindakan pidana. Sigid menegaskan lagi bahwa pra-peradilan merupakan upaya untuk mendapatkan keadilan atas tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum, yaitu berupa penangkapan, penahanan, perampasan/penyitaan aset, atau apapun yang berhubungan dengan penetapan tersangka.
Sigid juga menjelaskan mekanisme penangkapan tersangka. Saat dilakukan penangkapan juga terdapat parameter yang dilihat dari urgensinya apakah mendesak atau tidak, keadaan mendesak, yaitu apabila dikhawatirkan jika tidak ditangkap akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatan pidana. Selain itu, untuk melakukan penangkapan diperlukan surat tugas penangkapan dari ketua pengadilan dengan identitas jelas, yaitu diantaranya mencangkup nama, alamat, dan nama ibu. Dalam surat tersebut juga perlu dijelaskan alasan dari penangkapan tersebut, perbuatan apa yang dilakukan terdakwa. Jika sebab khusus yang kualifikasinya adalah kasus pelanggaran, maka tersangka tidak boleh ditangkap kecuali apabila telah 2 kali tidak hadir dari panggilan, sehingga penangkapan baru boleh dilakukan. Surat perintah penangkapan juga harus disampaikan pada keluarganya agar keluarga tersangka bisa melakukan mekanisme pembelaan melalui pra-peradilan. Semua yang telah dijabarkan di atas juga berlaku untuk penahanan, penggeledahan, atau penyitaan aset. (Hafifah Nur Ainiyah/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif)