Fakhirah Inayaturrobbani Jelaskan Relasi Keimanan dengan Kesehatan Mental

Pengangkatan isu kesehatan mental dalam ruang lingkup agama, kerap kali menjadi kontroversi di kalangan masyarakat, terlebih orang tua. Banyak dari mereka yang menganggap bahwa rasa sedih, takut, stres dan depresi merupakan akibat dari kurangnya anak dalam beribadah dan dapat diatasi dengan perbanyak shalat, juga membaca Al-Qur’an. Pada kajian Samudra hari ini, Rabu (03/04), Fakhirah Inayaturrobbani, S.Psi., M.A. mengupas isu kesehatan mental bersama dengan jama’ah Masjid Kampus UGM. Beliau mengaitkan antara kualitas kesehatan mental seseorang dengan kualitas keimanan mereka tetapi dengan bahasan teori lebih mendetail berdasarkan ilmu psikologi modern. 

 

Secara sederhana, kesehatan mental seseorang dapat dinilai dari beberapa indikator, yaitu memahami diri sendiri, mengatasi stress harian, aktif berkegiatan dan kontributif. Memahami diri sendiri merujuk kepada mengetahui kelebihan dan kekurangan diri serta cara seseorang mengatasi atau mengembangkan hal-hal tersebut. Mengatasi stress harian berarti dapat menenangkan diri sendiri dalam menghadapi kesulitan dan stress dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, seseorang dapat menjadi individu yang lebih produktif. Aktif berkegiatan merujuk pada aktif dan giat melakukan pekerjaan keseharian mereka. Setelah itu, dapat menjadi lebih kontributif. Indikator ini merujuk menjadi individu yang lebih berinisiatif melebihi kewajiban-kewajiban yang sudah ada. 

 

Secara garis besar, faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang bisa datang dari internal dan eksternal. Tetapi kedua faktor tersebut juga bisa datang dalam bentuk faktor resiko atau faktor protektif. Faktor resiko berarti faktor yang dapat menurunkan kualitas kesehatan mental, sedangkan faktor protektif merujuk pada peningkatan kualitas kesehatan mental. Faktor internal merujuk pada emosi individu, dengan pikiran yang benar dan pengolahan emosi yang tepat dapat meningkatkan kadar kesehatan mental dan begitu juga sebaliknya. Sedangkan faktor eksternal merujuk pada lingkungan seseorang, dimana dengan lingkungan yang baik dapat meningkatkan kadar kesehatan mental, pun sebaliknya juga. Tetapi perlu diingat bahwa beberapa memiliki faktor genetik yang menjadi faktor resiko. Faktor genetik tersebut bisa merujuk pada susunan saraf, kadar hormon, sifat-sifat seseorang, dan lain sebagainya. Intinya, tiap orang memiliki faktor resiko dan protektif dengan komposisi yang berbeda-beda dan yang paling penting untuk dilakukan adalah perbanyak faktor protektif dari pada faktor risiko. 

 

Untuk mengenal lebih lanjut mengenai faktor resiko seseorang, secara garis besar bisa dilihat melalui lensa indikator kualitas kesehatan mental seseorang. Faktor resiko satu berarti tidak memahami diri sendiri. Hal ini bisa merujuk pada ketidakpahaman akan tujuan hidup, ketidakpahaman akan diri sendiri, ketidakpahaman terhadap faktor resiko dan protektif diri, dan berakhir bisa sampai kekurangan kesadaran diri. Faktor resiko kedua berarti tidak dapat mengelola stres harian, yang berujung pada distorsi kognitif dan bad coping skills. Faktor resiko ketiga merujuk pada seseorang yang tidak aktif dan produktif, yang biasanya banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Yang terakhir adalah faktor resiko keempat, yaitu seseorang yang tidak kontributif. 

 

Jika dilihat dari perspektif agama, Islam tidak hanya sekedar memerintahkan umatnya untuk sholat dan berdoa untuk melewati masa kesulitan ini. Dalam Al-Quran sendiri sudah ada berbagai macam perintah yang sebenarnya dapat diimplementasikan untuk menjaga kesehatan mental seseorang. Bahkan perintah-perintah tersebut juga dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk lain dari beribadah. Dalam mengatasi distorsi kognitif, Al-Qur’an sudah mengeluarkan berbagai macam perintah untuk mengatasinya. Distorsi kognitif sendiri ada berbagai macam jenis, seperti polarized thinking, overgeneralizations, jumping to conclusions, catastrophizing, personalization, blaming dan lain sebagainya. Untuk mengatasi ini, sudah tertulis dalam Al-Qur’an mengenai cara seseorang menghadapi kehidupan. Seperti halnya sebuah pemikiran bahwa segala hal yang menimpa seorang muslim itu adalah hasil yang terbaik, larangan untuk berprasangka buruk, perintah untuk terus berusaha dan memasrahkan hasilnya, serta berperilaku adil dalam pikiran sendiri. Lalu mengenai produktivitas seseorang, ditekankan dalam Al-Qur’an bahwa Allah Swt. menyukai orang-orang yang kuat dan  orang-orang yang memberikan manfaat kepada orang lain. 

 

Dapat disimpulkan bahwa iman yang berkualitas dapat menolong seseorang keluar dari kesehatan mental yang buruk. Tetapi harus ditekankan juga ada beberapa gangguan kesehatan mental yang harus ditangani secara medis. Karena sesungguhnya sembari meningkatkan keimanan seseorang ada juga ilmu yang perlu digandeng. Jika seseorang mendekat kepada Allah Swt. sejengkal, Allah Swt. akan mendekat kepadanya sehasta. Andai kata jika seseorang berjalan mendekat Allah Swt., maka Allah Swt. akan lari mendekatinya. (Raissa Serafina Rayendra/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif)

 

 

 

Saksikan videonya berikut ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.