Jamaah Shalahuddin merupakan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Universitas Gadjah Mada dan merupakan bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa yang ada di kampus ini sehingga keberadaannya diakui secara formal. Adapun perjalanan LDK ini sejarah perjalannya dari mulai terbentuk hingga sekarang ini adalah tahun 1974 – 1975 Dema (Dewan Mahasiswa) mengadakan peringatan Maulid Nabi dengan format yang berbeda dan diberi nama Maulid Pop. Kegiatan ini berupaya menampilkan Islam dalam perspektif budaya ilmiah kampus. Menghadirkan Tokoh – tokoh Budaya (YB Mangunwijaya, Amri Yahya, dll). bertempat digelanggang Mahasiswa UGM.
Tahun 1976 Pada bulan Ramadhan dibentuk kepanitiaan Ramadhan In Campus (RIC). Muncul gagasan untuk menamai Jamaah Shalahuddin atas usul beberapa orang diantanya Muslikh Zainal Asikin, Akhmad Fanani dan Djafnan Tsan Affandi, Erlius, Samhari Baswedan, A Luqman, M Toyibi, Hadi Prihatin (founding fathers Jamaah shalahuddin). Nama shalahuddin dipilih karena ia adalah tokoh pahlawan islam yang mampu menerjemahkan islam tidak hanya sebagai doktrin ibadah yang sempit, tetapi dapat menjabarkannya melalui kerja keras, profesiaonal, disiplin dan tatapan masa depan yang jauh. Organisasi JS yang legal terbantuk pertama kali diketuai oleh Mansyur Romi. Sejak saat itu mulai dirintis kegiatan shalat jumat di Gelanggang Mahasiswa. Dalam perjalanan awalnya, Jamaah shalahuddin mendapat banyak dukungan tokoh – tokoh Islam Yogyakarta diantaranya AR Baswedan, Ir. RHA Syahirul Alim M.Sc, Ir. Basith Wahid, drs. Aslam Hadi, drs. Saefulllah Mahyudin dan Bapak AR Fachrudin (Ketua Muhammadiyah saat itu).
Tahun 1987 Pemerintah melalui Mendikbud Daoed Joesoef pernah memerintahkan Rektor UGM untuk membubarkan Jama’ah Shalahuddin, dengan dalih banyak pengurus Jama’ah Shalahuddin terlibat demonstrasi menentang pemberlakuan NKK/BKK pada masa rezim Orde Baru. Untunglah perintah itu ditolak oleh Rektor UGM saat itu. Menteri yang sama pernah pula mempertanyakan kegiatan sholat Jum’at dan Tarawih di Gelanggang Mahasiswa UGM. Mengenai masalah syariat seperti shalat Jum’at, Jama’ah Shalahuddin waktu itu berkonsultasi dengan Bapak AR Fachruddin. Menurut beliau hal ini tidak bertentangan dengan syariat. Pak AR juga berjanji akan sholat Jum’at di Gelanggang Mahasiswa jika tidak ada jadwal mengisi khutbah di tempat lain.
Jama’ah Shalahuddin ditetapkan menjadi Unit Kerohanian Islam di bawah Pembantu Rektor III oleh Rektor UGM saat itu, Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH. Untuk itu Jama’ah Shalahuddin berhak mendapatkan sepetak tempat di Gelanggang Mahasiswa, bekas ruang rias. Pembina UKI saat itu yang ditunjuk Rektor adalah Prof. dr. Ahmad Muhammad Djojosugiro (alm. wafat dalam tragedi Mina), Drs. Hasan Basri, Dr. Chairil Anwar, Ir. Muhyidin Mawardi, M.Sc, serta Drs. Wagiyo. Namun saat ini Pembina JS dipercayakan kepada bapak Prof. Dr. Achmad Mursyidi dan bapak dr. M. Mansyur Romi
Pada Akhir tahun 1999, pada momentum Ramadhan Di Kampus 1420 H menjelang pergantian millenium, Jama’ah Shalahuddin hijrah ke Masjid Kampus UGM sebagai rumah barunya. Namun posisi bekas sekretariat di Gelanggang Mahasiswa tetap difungsikan sebagai sarana dakwah dan fungsional sehari-hari sebagai mushola Gelanggang Mahasiswa. JS pindah ke Maskam (Masjid Kampus) atas kepercayaan pihak Rektor kepada JS agar Maskam ada yang mengelola pemakmurannya. Hal ini barangkali cukup wajar karena JS merupakan satu-satunya lembaga keIslaman di tingkat universitas.
Sedang JS tahun 2000an menurut pak miftahul huda itu perang pemikiran yang luar biasa, hingga membuat seorang berubah drastis, misal sebelum masuk JS dia berjilbab kemudian masuk JS jadi lepas jilbab, ada yang malah jadi pakai cadar atau jadi berubah menjadi liberal dll. Tapi sampai saat JS semakin berkembang dengan banyaknya departemen yang tersedia dan program kerja yang semakin luas pembidangannya.
Itulah sejarah JS hingga tahun 1999, dan sejarah berdirinya Maskam UGM, tidak lepas dari peran aktivis JS sendiri. Mengingat Masjid merupakan benda yang sangat dirindukan kehadirannya bagi umat muslim saat itu. Dalam Laporan pertanggungjawaban JS tahun 1989 tercantum bahwa UGM adalah satu – satunya Universitas yang ada di Jawa yang belum mempunyai masjid saat itu. Maka, isu untuk terbentuknya Masjid Kampus saat itu digencarakan dari Ramadhan 1407H. Ada dua permasalahan mendasar Maskam adalah lokasi dan dana. Hingga tanggal 31 Desember 1988 tela dicapai titik terang tentang lokasi Maskam yaitu di tenggara Fakultas Psikologi (saat itu masih berupa tanah makam Cina).
Tahun – tahun selanjutnya isu pembangunan Maskam semakin meluas, sehingga Rektorat membuat team pembangunan masjd yang melibatkan JS dan beberapa mahasiswa Arsitek untuk merancang sebuah fisik masjid yang lengkap berupa fasilitasnya. Selanjutnya permasalahan pembangunan Maskam ada pada lokasi yang masih berupa makam, karena selama makam masih ada disana maka pembangunan sulit untuk dilakukan. Sehingga diambil kesepakatan untuk memindahkan makam tersebut di Gunung Sempu, Bamping dan Piyungan. Hingga akhirnya pada tahun 1998 dilaksanakan peletakkan batu yang pertama pendiri Masjid Kampus UGM, yang pada tahun itu juga berbarengan dengan lahirnya Reformasi yang cukup monumental dalam sejarah perjalana bangsa Indonesia.
Keberhasilan pembangunan masjid kampus tersebut tidak lepas dari sehatnya sebuah Lembaga Dakwah Kampus UGM yang didalamnya, karena dalam hal ini JS berperan disana. Perlu disadari bahwa JS adalah organisasi kemahasiswaan yang pergantian generasinya berjalan secara periodik satu tahun-an Hijriyah. Transfer ide dan informasi ke setiap generasi belum tentu menjamin generasi berikutnya, bahkan seperti atau serupa dengan generasi sebelumnya juga belum tentu. Sehingga perlu adanya satu kesamaan visi dan misi yang paham bersama yang dibentuk bersama di JS.