Cobaan Sebagai Seleksi Keimanan
Review I-Lecture Jamaah Shalahuddin Ahad Pagi
Waktu : Ahad, 26 April 2015
Materi : Tafsir Al-qur’an,
ayat : Q.S Al-Ankabut ayat 1-3
(1)الٓمٓ
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ
لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?
(QS: Al-‘Ankabuut Ayat: 2)
وَلَقَدْ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ وَلَيَعْلَمَنَّ ٱلْكَٰذِبِينَ
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
(QS: Al-‘Ankabuut Ayat: 3)
Dalam surah Al-ankabut ayat 1-3 ini Allah SWT mengingatkan kita, bahwa Allah pasti mendatangkan berbagai cobaan kepada kita. Yang mana, cobaan itu diberikan untuk menguji keimanan kita. Allah mengatakan: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS: Al-‘Ankabuut Ayat: 2)” Disini Allah SWT memberikan tantangan dan lecutan kepada manusia, dengan sebuah pertanyaan. Apakah kita pantas menyebut diri kita beriman?, apakah kita pantas meminta surga Allah dalam setiap doa kita? Apakah kita benar-benar pantas mengaku sebagai umat Rasulullah SAW?, padahal kita belum melakukan apa-apa bagi agama ini. Yang kemudian Allah SWT mengatakan bahwa kita bisa membuktikan kepantasan kita, dengan keberhasilan melalui ujian/cobaan yang Allah berikan.
Mengapa kita harus membuktikan keimanan kita? Karena sesungguhnya iman itu dibuktikan dengan batin, lisan, dan perbuatan. Sehingga memang untuk mengucapkan bahwa kita beriman, adalah hal yang sangat mudah sekali. Terlebih-lebih dalam suasana demokratis seperti saat ini, dimana setiap orang bebas memilih keyakinannya. Akan tetapi bagaimana dengan iman dalam perbuatan dan batin? Kedua hal tersebutlah yang akan diuji oleh Allah SWT. Dan jika kita mampu bersabar dalam melaluinya, maka alangkah besar ganjaran yang akan diberikan Allah SWT.
Ma’asyiran muslimin rahimakumullah, ada empat hakikat keimanan dalam diri manusia. Yaitu:
- Hakikat iman yang pertama adalah, “Iman mencakup akidah”. Maksudnya adalah iman itu mencakup kepercayaan-kepercayaan dasar kita dalam beragama. Seperti yang terdapat dalam sebuah hadis Rasulullah SAW, saat beliau didatangi oleh Jibril di depan para sahabatnya. Saat itu Rasulullah SAW bersabda bahwa Iman itu adalah “Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-nya, kitab-kitab-nya, kepada utasan-utusan-nya, kepada hari kiamat, dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Sehingga, orang yang tidak tegak akidahnya, maka pasti tidak tegak pula imannya.
- Hakikat iman yang kedua ialah, keimanan mencakup seluruh bentuk ketaatan dan ibadah kita kepada Allah SWT. Karena ketaatan dan ibadah adalah salah satu bukti keimanan seseorang,
- Hakikat iman yang ketiga adalah, meninggalkan dosa-dosa besar adalah bagian dari keimanan. Seperti sabda Rasulullah SAW :”Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina. Tidaklah beriman seorang peminum khamar ketika ia sedang meminum khamar. Tidaklah beriman seorang pencuri ketika ia sedang mencuri.” (HR Bukhari)
- Dan hakikat iman yang keempat adalah, akhlak itu adalah bagian daripada iman.
Seperti sabda Rasulullah SAW:
“Keimanan memiliki tujuh puluh atau enam puluh sekian cabang. Yang paling tinggi adalah ucapan “Laa ilaaha illallaah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Sedangkan rasa malu adalah satu dari cabang-cabang iman.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasa malu adalah bagian daripada akhlak. Sehingga orang yang beriman adalah orang yang mulia akhlaknya.
Kemudian Allah SWT berfirman : “Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka”. Disini Allah SWT mengatakan bahwa orang-orang yang ada jauh sebelum kita-pun juga diuji oleh Allah SWT untuk membuktikan keimanan mereka. Bahkan, banyak dari mereka yang ujiannya jauh lebih pedih daripada yang kita alami saat ini. Sebagai contoh dalam beberapa riwayat mengatakan: ada kaum yang dibakar hidup-hidup di parit karena mempertahankan keimanan mmereka, ada seorang wanita yang dimasukkan kedalam kuali yang menyala, bahkan ada pula yang disisir dengan menggunakan sisir besi yang memisahkan daging dan tulang. Namun mereka tetap berpegang teguh dalam iman mereka.
Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud fitnah dalam ayat ini adalah cobaan. Dan macam-macam cobaan yang akan diberikan oleh Allah SWT dapat berupa:
- Allah memberikan ujian kepada kita berupa perintah yang harus kita laksanakan. Disini Allah SWT menguji, apakah kita akan menaatinya, mengingkarinya , atau malah terlalu banyak mengkritisinya. Allah SWT memberi contoh didalam Al-Qur’an berupa peristiwa Nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail. Padahal Ismail adalah anak yang telah ditunggu-tunggunya hingga umurnya mencapai 80 tahun.
- Allah memberikan ujian dalam bentuk larangan yang mesti ditinggalkan. Allah memberikan contoh dalam Al-Qur’an berupa peristiwa nabi yusuf yang digoda untuk melakukan perzinaan oleh seorang wanita cantik istri pembesar kerajaan.
- Allah memberikan ujian kepada hambanya dalam bentuk musibah. Seperti kemalangan, kematian orang terdekar, kehilangan, dan lain sebagainya. Dan contoh dalam Al-qur’an adalah peristiwa kesabaran Nabi Ayyub yang menderita akibat penyakit yang diberikan Allah SWT. Disaat istrinya meminta dia agar memohon kepada Allah SWT untuk menghapus penderitaannya, dia berkata: “Sungguh penderitaanku tidak seberapa dibanding nikmat tuhan yang diberikan padaku.”
Ma’asyiran muslimin Rahimakumullah, maka bersiaplah untuk diuji oleh Allah SWT. Karena dia pasti akan melakukan seleksi bagi para hamba-hambanya, untuk membedakan mana yang benar-benar beriman kepada Allah SWT dan mana yang hanya sebatas ucapan saja. Maka apabila cobaan itu datang, bersabarlah! Karena sesungguhnya kesabaran kita akan diganjar dengan ampunan dan surga oleh Allah SWT. Dan apakah kita tidak malu kepada Allah SWT, jika kita selalu meminta surganya tetapi saat dicoba kita tidak mampu bersabar menghadapinya.
Jazakallah khairan katsiran, wa afwa minkum. Wallahu A’lam fi kulli umuri
(T.Sj)