Oleh: Abdullah Arif (Filsafat 2011)
Ketua Jama’ah Shalahuddin 1435 H
Menjadi ketua Jama’ah Shalahuddin adalah suatu hal yang berat. Engkau akan dikenakan beban sejarah masa lalu yang tidak ringan. Engkau juga akan dikenakan beban masa depan yang jauh lebih tidak ringan.
Sedetik saja, setelah engkau mengucapkan sumpah, sudah puluhan orang berniat berbicara kepadamu untuk mengungkapkan ide-idenya demi untuk membangun “peradaban”.Menjadi ketua JS itu tidak ringan, engkau harus dituntut bak ulama kharismatik, yang berwibawa, secerdas Ali, selembut Abu Bakar dan setegas Umar. Namun, jarang yang membantumu menjadi sekaya Utsman.
Namun yang kedua, meskipun begitu, amanat yang berat itu sering sekali terlihat menggiurkan, lezat seperti iklan wafer yang dapat dimakan dalam keadaan dingin, maupun tidak dingin.
Banyak orang yang secara diam-diam merindukan duduk di atas kursi kekuasaan Shalahuddin itu. Setidaknya telah terjadi beberapa kali usaha penguasaan atas kursi itu.
Konon, kursi itu telah membangkitkan hasrat-hasrat siasah (politik) tingkat tinggi, lengkap dengan strategi jitunya yang agak licin, selama beberapa dekade.
Tidak bermaksud mengungkit luka lama yang saat ini sudah mengering dan akan mengganti kulit baru.
Saya hanya hanya ingin menunjukan betapa menggiurkannya kekuasaan itu. Entah dengan tujuan apa? Baik atau buruk? Kekuasaan tetap menggiurkan.
Namun berikutnya, setelah sang ketua duduk “menikmati” empuknya kursi, kemurungan mulai dirasakannya, kesendirian mulai timbul dalam hatinya, kebingungan mulai tumbuh, kegundahan menjadi penghias hari, penyesalan menjadi satu hal yang pikirkan, mengapa saya mau jadi ketua JS? Satu lagi pertanyaan siapa orang siap saya minta untuk menemani saya?
Proses lobi dewan formatur dimulai, ternyata, kata dakwah, berjuang, berkorban, tidak seindah yang dibayangkan pada majelis-majelis ilmu. Ternyata penuh dengan syarat, “siap jadi PH asal KKN”, “siap jadi PH asal boleh pulang tiap Minggu”, “siap jadi PH asal boleh KP”, “siap jadi PH asal diposisi itu”, “siap jadi PH asal ini, asal itu”, akhir nya asal-asalan.
Apakah ketua JS Tumbal? Dan apakah JS adalah tumbal?
Semoga tidak. Tentu saja kita semua berdoa agar senantiasa tidak.
#CatatanAktivisShalahuddin
[1] Salah satu iklan wafer coklat yang merupakan makanan ringan yang berlapis coklat yang terkenal dengan pesan iklannya “enak dimakan dingin maupun tidak” pada era 2016 awal (editor: Fakhi)