Rumah Aisyah 1.3 : Konsep Self Manusia di Dalam Islam

Rumah Aisyah Seri 1 - Usaha Menjaga Jiwa. Konsep Self Manusia di Dalam Islam.
Tema : Mental Health
Subtema : Konsep Self Manusia di dalam Islam
Pembicara : Zahra Frida Intani, M.Psi.
Hari, tanggal : Ahad, 11 Oktober 2020
Tempat : Zoom
Waktu : 09.00 – 10.30 WIB

Sesi Pematerian

Kata “Self” banyak bentuknya jika dilihat dari sudut pandang Barat, tetapi di dalam Islam tidak ada kata “Self” melainkan digantikan dengan manusia secara spiritual menurut Imam Al-Ghazali. Manusia bukan hanya tentang fisik saja, tapi juga mempunyai komponen lainnya, salah satunya ada akal dan nafsu. Pemahaman tentang manusia juga tidak hanya berkaitan dengan tugasnya sebagai khalifah di bumi tetapi, tentang permulaan atau penciptaan manusia.

Konsep diri manusia menurut Al-Ghazali sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Dalam manusia terdapat elemen fisik dan spiritual. Fisik terdiri dari jasad, yang bisa dirasakan, dan indera, sedangkan spiritual terdiri dari empat aspek, yaitu ruh, qalb, nafs, dan aql. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa keempat aspek spiritual itu tidak seharusnya dipisahkan. Dari komponen spiritual tersebut, kita bisa mencoba memahami konsep diri manusia. Sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak seorang bayi pun kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah…” (HR. Bukhari-Muslim). Ketika manusia keluar dari fitrahnya, maka akan terganggu fungsi penciptaan manusia, jadi tidak bisa memahami diri sendiri dengan bertanya ke orang lain. Empat komponen penyusun diri manusia, antara lain:

  • Jasad, merupakan sarana bagi komponen spiritual manusia saat hidup di dunia. Jasad diciptakan dari saripati tanah dan air (QS. Al-Mukminun: 12-14). Jasad sifatnya pasif, sehingga aktivitasnya benar-benar dikontrol oleh spiritualnya. Jasad akan bersaksi terhadap apa yang diminta oleh manusia untuk dilakukan ketika di dunia. Jasad memiliki kebutuhan-kebutuhan, karena jasad merupakan sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan penciptaan manusia yaitu kembali kepada Allah.
  • Ruh, kita diberi pengetahuan sangat sedikit tentang ruh. Ruh memiliki ingatan tentang kesaksian tauhid, dan ketika di dunia manusia lupa dengan itu.
  • Qalb, secara bahasa Indonesia adalah hati, yaitu komponen spiritual manusia yang tidak nampak dan dimiliki oleh kita. Qalb ibaratnya sebagai raja yang akan menentukan segalanya. Kebutuhan dasar qalb adalah serving qalb, bertujuan untuk mengenal kembali Allah. Sebab hati sangat mudah dibolak-balikan dan ada pengaruh setan dan malaikat. Meskipun pengaruh setan dan malaikat sama (seimbang), namun kembali lagi ke manusianya untuk menuruti hati atau menuruti setan.
  • Aql, adalah kemampuan yang diberikan Allah kepada manusia untuk berpikir. Fungsi aql untuk memberikan pertimbangan pada hati agar tetap menjalankan fungsinya. Aql menjadi pengendali dari nafsu sehingga bisa memaksimalkan hati untuk serving god, hanya saja punya potensi untuk berlebihan. Aql juga berfungsi dalam controling dan monitoring. Aql bisa ditajamkan dengan mujahadah dan menuntut ilmu.
  • Nafsu, punya kecenderungan baik dan buruk. Menurut Al-Ghazali, nafsu punya peran dalam berfungsinya manusia di kehidupan ini. Nafsu dijelaskan dalam bentuk dinamika yang dipengaruhi berbagai komponen dalam diri. Nafsu terbentuk dari nafsu syahwat. Fungsi nafsu syahwat untuk membantu manusia menjalankan kehidupannya, seperti makan, minum, bersenggama, dll. Nafsu amarah bisa baik, tetapi bisa juga menjadi perusak jika porsinya berlebihan. Dinamika tidak hanya dibentuk dari dorongan syahwat dan amarah, tapi juga terbentuk oleh akal. Akal memiliki komponen yang sama, membantu menyeimbangkan dorongan sehingga nafs bisa berfungsi maksimal. Nafs dijelaskan dalam QS. As-Syam, dimana nafs memiliki kecenderungan, baik kecenderungan yang buruk atau takwa.

Dari keseluruhan komponen tadi, Al-Ghazali berpendapat bahwa hati diibaratkan sebagai raja atau pengatur, nafsu diibaratkan sebagai gubernur dan amarah diibaratkan polisi. Walikota ketika lebih berkuasa akan punya tabiat yang serakah, begitu pula polisi yang menjadi kasar saat berkuasa. Maka dari itu hati harus benar-benar kuat dalam mengatur walikota dan polisi melaksanakan tugas sesuai porsinya saja, sehingga kota tersebut bisa aman. Begitu juga dengan diri kita, kita perlu meminta pertimbangan hati di bawah perlindungan akal dalam melakukan segala sesuatu. Sebab, hati yang memiliki kecenderungan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ketuhanan. Ketika hati sudah kalah dengan nafsu duniawi, maka berakhir semuanya. Di samping itu, peran akal juga penting sebagai pelita untuk hati. Akal membantu untuk memberi pertimbangan dan mengelola nafsu syahwat dan amarah agar tidak mengambil porsi yang lebih atau kurang dalam fungsinya. Apabila yang lebih dominan adalah nafsu syahwat dan amarah, maka akan kita akan lupa dengan kebahagiaan-kebahagiaan kecil. Olehnya itu, sangat penting mengenal hakikat penciptaan dan fitrah manusia. Pemahaman mengenai fitrah manusia dan komponen-komponen pembentuk diri manusia akan menjadi bekal untuk kembali kepada Allah. Kita harus tahu bahwa kita memiliki potensi untuk takwa maupun lalai, sehingga tidak mudah terbawa arus. Selain itu, senantiasa melakukan mujahadah dan takziah. Dengan mengenal hakikat penciptaan manusia, tujuan kita pasti jelas untuk senantiasa beribadah dan paham bahwa kita juga perlu menghidupkan jiwa, bukan sekadar raga. Rasa gelisah merupakan “alarm” alami ketika kita sudah menjauh dari fitrahnya, sebab ada juga orang yang sudah jauh dari fitrahnya terus-terusan menuruti nafsunya sehingga “alarm” nya tidak bunyi karena. Setiap manusia juga mempunyai potensi untuk berlebihan memenuhi nafsu syahwat dan amarah, tetapi disatu sisi kita juga memiliki potensi “stay”. Sebagai contohnya adalah kisah Nabi Adam ‘alaihissalam. Saat itu, Nabi Adam mengikuti bisikan setan untuk melanggar perintah Allah. Kemudian yang dilakukan Nabi Adam adalah bertaubat, bersungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya. Karena Allah Maha Pengampun, Allah melihat Nabi Adam memiliki potensi untuk bertanggung jawab terhadap dirinya, maka ia baru diturunkan ke bumi.

Sesi Tanya Jawab

1. Tadi dikatakan bahwa harus menempatkan hati pada posisi tertinggi, itulah pentingnya tazkiyatun nafs. Tapi sebenarnya hati mudah berbolak-balik, sampai batas mana kita terus menempatkan hati kita atas kebaikan?

Jawaban : Batasnya sampai kita tidak diberikan kesempatan lagi oleh Allah, yaitu sudah diputus amal perbuatannya. Indra sebagai bala tentara untuk melihat tanda-tanda kesalahan Allah. Jika hatinya bersih, dia akan mengenali bahwa ini adalah ujian, tetapi jika indra mengelabuinya seperti mata yang dikuasai nafsu maka hati menjadi berkabut dan lupa bahwa kebahagiaan tertinggi bukan hanya pada yang terlihat saja. Di sini peran penting tazkiyatun nafs yang harus terus dilakukan sampai kita merasa lebih stabil, terbiasa melihat bahwa apa yang ada di dunia ini hanya sarana untuk mengambil bekal kembali kepada Allah. Mengenali diri adalah sebuah proses, jika melihat permasalahan untuk pertama kalinya, cobalah mengenali dan merespon, dan di hari kemudian akan mengenal respon yang seharusnya.

2. Bagaimana cara menyeleraskan seluruh komponen diri manusia?

Jawaban: Setiap amal perbuatan akan berimbas pada hati. Ketika dekat dengan makanan yang halal dan thayyib, itu bagus untuk tubuh sehingga bisa digunakan untuk beribadah. Proses pembersihan hati itu kita memberikan kebutuhan hati untuk serving God, termasuk membaca Al-Qur’an atau mengingat Allah. Orang Barat menggunakan mindfulness untuk menyinkronkan pikiran, dan perilaku. Namun, sebagai muslimah, kita harus kembali kepada kebutuhan awal yaitu mengingat Allah, sehingga sinkron dan tentunya memberikan “makanan” ke hati.

3. Bagaimana cara menerapkan penjelasan dari hati, nafsu dan akal jika berhadapan dengan yang bukan
Islam, yang mungkin bisa diberikan pendekatan seperti ini?

Jawaban: Tidak mencapai ketenangan hakiki ketika tidak menuju Allah. Perkataannya hampir sama, yaitu meminta mengenali dirinya sampai mencapai tujuan akhir, yaitu membayangkan bagaimana kondisi terakhir menjelang meninggal. Sebab, pemahaman terhadap diri dan penciptaan hidup itu sangat penting. Orang selain Islam pun sudah menunjukkan satu step lebih maju dilihat dari tujuannya yang ingin menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain.

4. Dikatakan bahwa akal berperan sebagai perdana menteri. Bagaimana peran akal dari perumpamaan
yang diberikan?

Jawaban: Perdana menteri berperan sebagai pengatur operasional yang memberikan porsi dari masing-masing bawahannya, mengambil masing-masing informasi dari indra, diproses serta dijadikan pertimbangan-pertimbangan kepada hati yang memiliki pengetahuan tentang Allah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.