Rumah Aisyah 1.4 : Faktor yang Mempengaruhi Self dan Kondisi Kejiwaan Manusia

Tema : Mental Health

Subtema : Faktor yang Mempengaruhi Self dan Kondisi Kejiwaan Manusia

Pemateri : Tika Faiza, S.Psi

 

Sesi Pematerian
Menurut Imam Ghazali, terdapat 5 komponen self, yaitu jasad, ruh, hati, akal dan nafsu. Jasad adalah sesuatu yang tampak dan berkaitan dengan sifat manusia yang disebut “basyariyah” (bentuk yang paling baik). Ruh adalah sesuatu yang menggerakkan kehidupan, namun pengetahuan manusia tentang ruh sangat terbatasa karena itu merupakan hak dan urusan Allah. Hati merupakan penentu segala kehidupan manusia dan hati menjadi sesuatu yang Allah lihat, dibading rupa manusia. Akal menjadi pengontrol rasional manusia, akal mampu memprediksi dan merekayasa namun memiliki keterbatasan dibanding ilmu Allah. Nafsu dari satu sisi menguntungkan, namun jika porsinya berlebihan akan merugikan dan membawa bahaya. Interaksi kelima komponen self dan faktor yang mempengaruhinya ada 3, antara lain:

1. Nafsu Al Ammarah bis suu’, yaitu nafsu yang tidak terdidik diikuti oleh gangguan syaitan dan kebodohan diri, akal berfungsi lemah, hati kotor serta jasad yang bermalas-malasan. Padahal, mendidik nafsu merupakan hajat terbesarnya manusia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lantas sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, “jihad (memerangi) hawa nafsu”. Lalu, kenapa setan menggoda manusia? Alasannya tercantum dalam QS Al-A’raf ayat 16 dan 17, dimana karakteristik setan adalah menyesatkan manusia dan senantiasa mendatangi manusia dari berbagai arah (depan, belakang, kanan dan kiri).
2. Nafsu Al-Lawwamah, ketika terjadi perang antara kebaikan dan keburukan dalam dirinya sehingga sering mengalami futur atau fluktuasi keimanan. Nafsu tersebut kurang terdidik dan pengaruh syaitan juga masih besar. Untuk itu, perlu adanya dzikrullah (mengingat Allah) di segala waktu dan memperbanyak istighfar.
3. Nafsu Al-Muthmainnah (Jiwa yang tenang), yaitu ketika amal dipenuhi ilmu, hati dipenuhi iman, nafsu ditundukkan dan tidak mudah tergoda oleh syaitan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi Self, antara lain:
Tazkiyatun nafs, yaitu menyucikan diri dan selalu bertaubat kepada Allah setelah bermaksiat. Tazkiyah menjadikan hati dan akal semakin kuat, serta nafsu akan terdidik.
Mujahadah an-nafs, yakni melakukan suatu hal yang ketat demi menjaga kedispilinan dalam beramal sholih. Prioritas mujahadah juga sering keliru, karena kebanyakan manusia lebih serius dalam mengerjakan urusan duniawi dibanding urusan akhirat.
Tholabul ilmi, yaitu membuat prioritas ilmu dengan lebih mementingkan ilmu fardhu ‘ain (ilmu akhirat) dibanding ilmu yang bersifat fardhu kifayah (ilmu duniawi). Masalah prioritas ilmu yang salah (terbalik) juga menjadi problematika internal kaum muslimin.
Riyadhah, disebut juga olahraga fisik. Sebab fisik yang kuat akan membentuk kepribadian tangguh seorang muslim.

Sesi Tanya Jawab
1. Bagaimana jika kita berada dalam kebimbangan, dimana akal kita sadar jika sesuatu itu salah tetapi hati masih tergoda untuk melakukan?
Jawaban: Sebaiknya, terus perbanyak amal sholih meskipun belum sempurna, karena hati perlu “dibujuk” dengan melakukan kebaikan. Kemudian, apresiasi diri sendiri setelah mampu melewati ujian keimanan tersebut dengan hal-hal yang bersifat duniawi agar menguatkan. Namun, untuk kedepannya harus belajar meniatkan amal ibadah karena Allah semata.

2. Sebagai seorang mahasiswa, bagaimana cara agar tetap profesional dalam berorganisasi tanpa mengesampingkan ibadah atau kewajiban sebagai muslim. Karena terkadang orang di sekitar kita memberikan sindiran moral terkait hal itu?
Jawaban: Berusaha untuk mengkomunikasikan hal itu kepada teman-teman kita dengan cara yang baik agar mereka bisa memahami. Jika ada yang mengomentari, komunikasikan pelan-pelan dan lebih baik lagi jika mengajaknya.

3. Bagaimana agar kita bisa tetap memprioritaskan ilmu agama dibandingkan ilmu dunia kita? mengingat saat ini kuliah dilakukan secara online dan jadwal bisa saja dipadatkan, sehingga banyak waktu yg tersita ke kuliah dibandingkan kajian.
Jawaban: Selesaikan amanah kuliah dengan baik dan bisa menggunakan waktu malam hari/ weekend untuk menuntut ilmu agama. Selain itu, perlu juga mujahadah (kesungguhan) dengan mengurangi tidur dan hal-hal yang tidak bermanfaat lainnya.

4. Bagaimana untuk meningkatkan self care, karena terkadang kalau melihat “Yang lain sudah lebih baik atau mendapatkan apa yang dia inginkan, tapi kok diri sendiri masih seperti ini saja?”
Jawaban: Hal itu wajar jika terjadi di awal, tetapi jangan berlarut-larut dengannya. Merasa seseorang lebih baik dari kita itu tidak masalah, yang penting jadikan sebagai batu loncatan dan semangat untuk maju. Meskipun begitu, sebenarnya tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain, tapi bandingkan diri kita hari ini dengan hari sebelumnya. Terkait ahsanul ‘amala, lakukan segala sesuatu dengan semampunya, dengan ikhtiar yang maksimal dan komprehensif, baik ikhtiar dalam hal ibadah, menjalin hubungan yang baik dengan orang tua, meningkatkan sedekah yang masih kurang, dan faktor-faktor lainnya.

5. Kalau misalkan kita sudah memiliki challenge amalan sebagai proses tazkiyah, tapi kita tidak melakukannya karena kita sering bingung dalam memprioritaskan. Apakah boleh memberikan punishment untuk mendisiplinkannya?
Jawaban: Sebelumnya, coba lihat dulu challenge amalan yang kita tentukan apakah telah sesuai dengan kesanggupan diri. Sebab, punishment dan reward boleh saja untuk memulai belajar menjadi lebih baik, namun yang harus menjadi tujuan paling tinggi dalam beramal adalah ridho Allah, yaitu melakukan amalan karena benar-benar mencintai Allah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.