Ammi Nur Baits: Syariat Memberikan Larangan yang Sangat Tegas terhadap Zina

Mimbar subuh ramadhan hari ke-11 ini dibersamai oleh Bapak Ammi Nur Baits, S.T., B.A. sebagai narasumber dengan tema Mencegah Ikhtilat sebagai Upaya Mengatasi Problematika Moral Masyarakat. Pada dasarnya laki-laki dan perempuan itu berbeda, sebagaimana dalam Qur’an Surat Ali-Imran ayat 35 memuat ungkapan wa laisa dzakaru kal-untsa yang artinya “dan tidak sama laki-laki dan perempuan”. Menjaga interaksi yang ideal dengan lawan jenis merupakan hal yang susah dilakukan pada zaman sekarang. Ada beberapa konsep yang diajarkan dalam al Quran dalam menjaga hubungan lawan jenis. 

 

Konsep yang pertama, Islam membedakan laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu semua aturan yang terjadi pada laki-laki tidak sama dengan perempuan. Prinsip yang mengatakan bahwa laki-laki sama dengan perempuan merupakan prinsip yang tidak adil. Namun, memang ada beberapa hukum yang sama antara laki dan perempuan, seperti wajibnya sholat, puasa, dan lainnya. Hal ini tidak berlaku secara keseluruhan. Terbukti ada banyak aturan yang membedakan laki dan perempuan. Syariat mengajarkan menyamakan yang sama membedakan yang beda.  

 

Konsep kedua, Islam mengajarkan bahwa manusia harus menghindari semua potensi pelanggaran atau upaya saddudz dzari’ah (menutup setiap celah terjadinya pelanggaran). Semakin besar pelanggaran, celah yang ditutup akan semakin banyak. Besar kecilnya pelanggaran dapat dilihat dari efek samping. Contoh pelanggaran yang memiliki efek samping besar adalah zina. Zina itu dapat merusak nasab, masalah mahram, perwalian, hukum warisan, dan lainnya. Sebuah perbuatan maksiat jika dampak buruknya banyak maka nilai dosanya lebih besar.

 

 Manusia berbeda dengan binatang, manusia merupakan makhluk yang bernasab. Kejelasan suatu nasab itu berada di antara zina dan pernikahan. Nasab yang sah adalah nasab yang muncul karena proses pernikahan. Untuk itu, syariat memberikan larangan yang sangat tegas terhadap sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan zina dan seluruh yang mengantarkannya. Sebagaimana dalam Qur’an Surat AL-Isra’ ayat 32 yang artinya “dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. Allah tidak mengatakan jangan berzina namun jangan mendekati zina. Proses saddudz dzari’ah tadi menghalangi semua celah yang menuju pada kerusakan sudah tercantum dalam ayat tersebut, yang dilarang tidak hanya perbuatan namun juga yang mengantarkannya. Lelaki dan perempuan interaksinya telah diatur oleh agama. Salah satu diantaranya adalah larangan ikhtilat. Agar tidak terjadi interaksi yang makin parah hingga sampai praktik zina. 

 

Ada 5 hal pokok yang sangat dijaga dalam syariat, diantaranya menjaga agama, jiwa, harta, nasab dan kehormatan, serta akal. Nasab dan keturunan termasuk didalamnya, itu artinya nasab dan keturunan memang harus benar-benar dijaga dengan baik. Pada kenyataannya, praktik di lapangan jauh berbeda dari konsep ideal. Contohnya adalah saat proses tawaf yang campur antara laki dan perempuan. Posisi ini merupakan kondisi yang tidak ideal, pemisahan tidak mungkin dilakukan. Namun, upaya yang telah dilakukan adalah dalam situasi ibadah yang bisa dipisahkan mereka dipisahkan. Saat sholat laki-laki diminta kedepan dan yang perempuan ke belakang. Pemisahan dilakukan pada posisi yang bisa dipisahkan. 

 

Terakhir sebagai penutup, Ammi Nur Baits mengajak jamaah untuk berjuang menjadi seseorang yang ideal, “semoga kajian ini bisa jadi bekal bagi teman-teman yang sedang berjuang menjadi mahasiswa yang ideal baik itu dalam hal kuliah maupun interaksi dengan lawan jenis. Semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah dan kita dijauhkan dari potensi yang menyebabkan amal ibadah kita hangus karena maksiat dan pelanggaran syariat”. (Jullanar Hanun Hanifah/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif RDK)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.