Pada kajian Ramadhan Public Lecture, Minggu, 7 April 2024, RDK kembali menghadirkan seorang Guru Besar dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada yakni, Prof. Dr. Apt. Edy Meiyanto, M. Si. dalam tajuk “Studi Etnofarmasi: Memanfaatkan Obat Alam untuk Memelihara Kesehatan dan Pengobatan Penyakit Dalam Tubuh”. Pada kajian Ramadhan Public Lecture kali ini, Beliau tidak banyak berbicara tentang etnofarmasi itu sendiri, namun Beliau lebih banyak membahas tentang sejarah dari Negeri Saba yang mana negeri ini menjadi salah satu nama dari 114 surat yang ada di Al-Quran.
Dalam Al-Qur’an Surat Saba’ ayat 11 menjelaskan bahwa tanda-tanda kebesaran Allah di negeri Saba’ yaitu berupa adanya dua kebun di sebelah kiri dan kanan negeri tersebut. Kemudian pada ayat ini, Allah menegaskan bahwa Saba’ adalah negeri dengan penuh kebaikan dan ampunan. Diperkirakan, negeri Saba’ terletak di wilayah Yaman. Negeri dengan wilayah pertanian yang baik, didukung oleh adanya bendungan besar, Ma’rib, menghasilkan produk unggulan berupa herbal. Melalui perdagangan, tumbuhan herbal tersebut kemudian menyebar ke berbagai daerah di seluruh dunia termasuk ke Asia Tenggara.
Segala nikmat yang diperoleh Negeri Saba’ tak lain merupakan nikmat yang diberikan oleh Allah sehingga nikmat tersebut haruslah disyukuri dengan cara menjaga, merawat, memanfaatkan, serta juga melestarikannya. Namun, Negeri Saba’ akhirnya dikirimkan banjir bah akibat runtuhnya bendungan Ma’rib karena penduduk Saba’ lupa untuk bersyukur kepada Allah. Hingga pada akhirnya negeri Saba’ dikuasai oleh Kekaisaran Romawi.
Pemanfaatan herbal tidak hanya digunakan oleh bangsa yang ada di negeri Saba’ saja, Rasulullah saw. pun menggunakan herbal untuk berbagai macam hal, seperti obat, perawatan tubuh, kecantikan hingga wewangian. Pada zaman rasul, herbal yang digunakan untuk kesehatan berkembang dengan cukup pesat, sehingga muncullah thibbun-nabawi.
WHO mencatat rata-rata penggunaan obat herbal di dunia mencapai 70-80%, sementara itu di Indonesia sendiri penggunaan obat herbal mencapai angka 90%. Tingginya penggunaan obat herbal menyebabkan terbentuknya berbagai pusat-pusat penelitian dan pengembangan obat herbal. Tetapi menurut Prof. Edy, pengembangan pusat riset herbal di Indonesia masih kurang adanya. “Masyarakat kita untuk memanfaatkan herbal itu butuh pendampingan ilmu pengetahuan, teknologi dan itu adalah tugasnya Universitas seperti Universitas Gadjah Mada,” pesan Prof. Edy. Tantangan yang akan ditemui nantinya adalah otentifikasi produk herbal dan juga kehalalan produk herbal. (Maulida Wulandari/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Partner RDK)