Tema | : Be an Ideal Muslimah: Upaya Mengenal Diri dan Peran Muslimah |
Subtema | : Wanita Muslimah Bersama Anak-Anaknya, Menantu Perempuan, dan Laki-Lakinya |
Pembicara | : Fathiah Islam Abadan S.P. |
Hari, tanggal | : Ahad, 10 Januari 2021 |
Waktu | : 09.00 – 10.30 |
Tempat | : Zoom Meeting |
Sesi Pematerian
Setelah pernikahan, seorang wanita akan memasuki tingkatan baru kehidupan, yakni menjadi ibu dari anak-anaknya kelak. Sebagai calon ibu peradaban, muslimah perlu meluruskan niat dalam menuntut ilmu, yaitu untuk melahirkan generasi yang menebarkan kebaikan atau rahmat di muka bumi. Dalam syariat Islam, pengaturan fitrah manusia dengan cara menikah dan melanjutkan keturunan bertujuan mewariskan peribadatan, mewariskan ketakwaan, dan memberikan teladan dalam hal ketaatan sehingga mampu menyelamatkan kehidupan akhirat kita. Sebab, salah satu amal yang tidak terputus saat di akhirat adalah doa anak sholih. Olehnya itu, seorang muslimah juga perlu mengetahui visi dan misi sebelum menempuh kehidupan rumah tangga dan hendaknya bersemangat dalam menuntut ilmu.
Ilmu yang paling utama untuk dipelajari oleh ibu sebagai madrasatul ‘ula adalah ilmu syar’i. Beberapa ilmu syari yang sangat mendasar adalah ilmu tentang Allah sebagai Rabb-nya, hak-hak Allah, tauhid dan aqidah. Selain itu, konsep agama Islam juga sangat memperhatikan aspek pendidikan dalam merawat dan mendidik anak. Ilmu pendidikan yang bersifat umum dan praktis, seperti cara mengenalkan matematika dan baca-tulis, cara menghadapi tantrum merupakan sarana untuk mengasah keterampilan dalam mendidik anak. Ilmu syar’i dan ilmu pendidikan merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi karena ilmu syar’i menjadi filter bagi muslimah untuk mempelajari ilmu pendidikan yang sesuai dengan batasan halal-haram dalam syariat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi muslimah dengan sebuah hadits, “Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. …, dan istri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya.” (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad). Hadits ini menggambarkan bahwa seorang istri memiliki posisi yang sangat dimuliakan dan mengemban amanah yang besar dan strategis sebagai pemimpin bagi rumah suami dan anak-anaknya.
Beberapa hal-hal yang perlu disiapkan dan dilakukan oleh seorang muslimah dalam membersamai anak-anaknya, yaitu:
Sebelum dilahirkan
- Hendaknya memilih calon ibu/ayah yang baik, hal ini mengamalkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Lihatlah agama calon istri supaya engkau tidak celaka” (Muttafaqun alaihi) - Hendaknya kedua orang tua berdoa dan merendahkan diri kepada Allah agar berkenan memberi rezeki
berupa anak yang shalih. Sebab, perlu diingat bahwa keshalihan seorang anak bukanlah sesuatu yang
bisa diwariskan dan hidayah juga milik Allah.
Setelah dilahirkan
- Dianjurkan memberi kabar gembira dengan kelahiran seorang anak. Olehnya itu, muslimah tidak boleh mengingkari nikmat berupa anak yang diberikan Allah.
- Menahnik (mengunyah buah kurma atau menggunakan madu untuk kemudian diolesi ke langit-langit mulut si bayi) dan mendoakan keberkahan untuknya, seperti “Barakallahu fiihi”
- Memberi nama yang baik pada hari pertama, ketiga atau ketujuh. Kriteria nama yang baik adalah enak didengar, mudah diucapkan dengan lisan, mengandung makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, serta jauh dari segala makna dan sifat yang dibenci agama.
Tingkatan nama-nama yang dicintai Allah:
- Nama Abdullah atau Abdurrahman. Ini merupakan nama yang paling dicintai Allah berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Nama “Abdu… (penghambaan)” yang disambungkan dengan asma’ul husna selain di atas, seperti Abdul ‘Aziz, Abdul Malik, dll.
- Menamai anak dengan nama-nama nabi dan rasul
- Menamai anak dengan nama-nama orang shalih, seperti nama sahabat, tabi’in, dan imam kaum muslimin
- Segala nama yang mencerminkan kejujuran dan kebaikan manusia
Nama-nama yang dilarang:
- Nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah, seperti Abdul Husain
- Menamai anak dengan nama-nama yang khusus bagi Allah, seperti Ar Rahman
- Menamai anak dengan nama-nama patung atau berhala yang disembah selain Allah, seperti Wisnu dan Dewi
- Nama-nama yang mengandung klaim dusta dan unsur kebohongan berlebihan atau nama yang isinya mentakziyah (menganggap suci) dirinya, seperti Malikul Amlaak (rajanya para raja)
- Nama-nama setan, seperti Khinzib
- Nama-nama asing yang berasal dari orang kafir dan termasuk ciri khas mereka, seperti George dan Diana
Nama-nama yang makruh:
- Nama yang membuat hati menjauh, seperti harb (perang) dan nama-nama penyakit, seperti Dumal (bisul)
- Menamai anak dengan nama yasaar, barakah (berkah), najih (sukses), dsb karena dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab, jika ada yang menanyakan “Adakah si Barakah?” dan dijawab “tidak ada”, maka terkesan tidak ada keberkahan.
- Nama-nama yang mengundang syahwat, terutama bagi wanita seperti Fatin atau Fitnah (penggoda)
- Nama yang menunjukkan makna maksiat, seperti zalim
- Nama orang-orang fasik, artis atau bintang film dan penyanyi
- Nama-nama binatang, seperti Khimar (keledai)
- Nama-nama yang double, seperti Ahmad Muhammad
- Sebagian ulama membenci pemberian nama dengan nama-nama malaikat, seperti Jibril dan mereka juga memakruhkan pemberian nama dengan nama surat di al-Qur’an, seperti Yasin.
- Mengkhitan. Khitan merupakan syarat sah sholat dan khitan memiliki keutamaan bagi wanita, yaitu menambah kecantikan dan lebih memuaskan saat jima’. Ulama mazhab Syafi’i menganjurkan khitan dilakukan pada hari ketujuh dan hendaknya dilakukan sebelum anak mencapai usia baligh.
- Mengaqiqahkannya, aqiqah artinya hewan yang disembelih untuk bayi yang baru lahir. Aqiqah merupakan hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua dan dihukumi sunnah mu’akkadah.
- Mendidiknya dengan sabar dan lemah lembut sesuai perkembangannya
- Mengajarkan tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma wa shifat
- Mengajarkannya al-Qur’an dan hadits dengan cara mentalqinkan (membacakan dan mereka hanya mendengar) surah al-fatihah dan surah-surah lainnya, serta hadits-hadits.
- Memberi teladan dalam akhlak dan adab harian sesuai Al-Qur’an dan sunnah yang shahih
- Mengajarkan doa dan dzikir sesuai al-Qur’an dan sunnah yang shahih
- Memperhatikan minat dan bakatnya, mengarahkan pada maslahat dan menjauhi larangan, serta memfasilitasi pengembangannya. Olehnya itu, kita perlu memperkenalkan berbagai aktivitas dan mengarahkan keahlian mereka pada hal-hal yang tidak melanggar syariat dan membawa pada kemaslahatan dunia dan akhirat.
- Memperhatikan tumbuh kembangnya
- Memberikan nutrisi terbaik, seperti nutrisi terbaik di 2 tahun pertama adalah ASI
- Menstimulasi perkembangan fisik motorik dan sosial emosionalnya
- Menstimulasi kecerdasan dasar: bahasa dan matematika logis
- Mengajarkannya praktik ibadah harian, seperti sholat, puasa, zakat, infaq, shadaqah dengan cara mengenalkan manfaat dan keutamaan ibadah.
- Memelihara lingkungan pergaulannya dengan cara menjauhkannya dari teman yang buruk, menjauhkan dan menanamkan kebencian pada tayangan atau konten yang merusak, mengenalkannya pada orang shalih dan mencintai mereka, dan memilih lembaga pendidikan yang sesuai al-Qur’an dan sunnah.
- Menjadi sahabat terbaiknya saat dewasa, yaitu dengan tetap menjadi teladan, menghormatinya
sebagai orang dewasa, membantu mereka mencari pasangan yang shalih/shalihah, serta mendorong
dan mendukungnya untuk memiliki keahlian yang dapat menjadi sumber nafkah dan maslahat untuk
masyarakat.
Dengan demikian, muslimah perlu memperhatikan dan bersemangat dalam melakukan perencanaan pendidikan anak saat di rumah sehingga mampu melahirkan generasi pewaris para nabi (ulama) sebagaimana para ulama salaf yang dilahirkan dari pendidikan kedua orang tua, terutama ibu. Pengorbanan ibu mendorong mereka untuk menuntut ilmu syari hingga menjadi ulama besar. Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, …” (QS At-Tahrim: 6)
Sesi Tanya Jawab
1. Bagaimana hukum menamakan anak dari gabungan nama kedua orang tuanya?
Jawaban: Sebagaimana yang telah dijelaskan, terdapat beberapa ketentuan syariat dalam pemberian nama anak yang semestinya diikuti. Namun, terkadang ada kebiasaan di daerah masing-masing (‘urf) yang memberikan nama anak dari gabungan nama kedua orang tua. Jika nama tersebut mengandung arti yang buruk dan bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah, maka sebaiknya mengganti nama tersebut.
Rumah Aisyah Seri 2
Kajian sebelumnya: Wanita Muslimah Bersama Suaminya (Bagian II)
Kajian selanjutnya: Wanita Muslimah Bersama Kerabat dan Sanak Familinya