Ramadhan Public Lecture (RPL) RDK UGM pada hari kedua yang berlangsung pada hari selasa 12 Maret 2024 atau 2 Ramadhan 1445 H bertempat di Masjid Kampus UGM. Pada kesempatan ini, Ramadhan Public Lecture menghadirkan pembicara Dr. Muhammad Nur, S. Ag., M. Ag. dengan membawa tajuk “Bagaimana Cara Mewujudkan Kampus Madani Melalui Internalisasi Nilai Nilai Al-Quran.” Imam Masjid Kampus UGM tersebut memaparkan “Bahwa setiap manusia dibekali oleh Allah dengan tiga potensi, yaitu potensi panca indra, potensi akal, dan potensi hati nurani”
“Puasa sejatinya adalah ibadah” jelas Dr. Muhammad Nur. Dalam ibadah puasa, indikatornya adalah menegasikan aktivitas fisik, seperti tidak makan dan tidak minum, tetapi juga menghidupkan aktivitas non fisik, seperti ibadah rohani. ”Kita sepakat bahwa realitas kehidupan kita ada dimensi jasmani dan rohani, ada lahir ada batin. Sesungguhnya ibadah puasa itu mengasah aspek spiritual/rohani” ucap beliau.
Ia menjelaskan, ketika puasa masih terfokus hanya pada tidak makan dan tidak minum, maka yang terpikirkan hanya akan mencakup pada aspek-aspek yang konkret saja. Maka dari sini, dapat diketahui bahwa introspeksi terhadap pemahaman puasa itu perlu untuk dilakukan. Terlepas dari menahan lapar dan haus, puasa harus diimbangi dengan kegiatan dan ibadah rohani, membaca Qur’an dan memahami maknanya, serta ibadah ibadah rohani lainnya.
7 hal yang menjadi modal kampus beradab yaitu: Pertama, dapat menciptakan karakter rohani, merasa bersalah ketika jauh dari Tuhan. Seperti taubat fisik dan taubat rohani. Taubat fisik berupa penyesalan dosa fisik (astagfirullah) sedangkan taubat rohani berupa ingat kepada Allah, merasa bersalah ketika lalai, lupa kepada Allah.
Kedua, yaitu melatih mengondisikan hati dan jiwa. Meyakini sesuatu yang pasti benar dan halal (wara’) dengan menjauhi dan meninggalkan sesuatu yang abu abu atau tidak jelas.
Ketiga, yaitu melatih hati hingga memiliki karakter zuhud, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang membuat kita sibuk kepada selain Allah. Contoh yang paling mudah dijumpai adalah karakter diri yang disibukkan dengan gawai pribadinya.
keempat, melatih hati yang faqir, hati yang tidak tertambat pada apapun tetapi juga tidak tertambat oleh apapun. Ramadhan mengajarkan kita bagaimana agar hati tidak jatuh cinta terhadap dunia tetapi juga tidak mau dicintai oleh dunia. Sesederhana ketika kita menahan diri untuk tidak memakan kurma yang tersisa dari sahur.
Kelima, pelatihan rohani untuk menjadi rohani yang sabar, yaitu bagaimana kita merespon sesuatu yang tampak negatif, tetapi sebenarnya terdapat sisi positif di sampingnya. “seperti yang terkandung dalam Qs. al-Insyirah: 6, اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرً (sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan)” ujar Dr. Muhammad Nur.
Keenam, melatih bagaimana kita memiliki ketergantungantungan terhadap allah. Memastikan dalam segala aspek kehidupan, kita menjadikan Allah sebagai penentu terakhir terlepas dari upaya yang telah kita lakukan. Jika kita telah menggantungkan diri kepada Allah, niscaya Allah akan menjaga kita dari perbuatan yang menyimpang.
Ketujuh, melatih bagaimana mengkondisikan rohani kita yang ridho, menerima musibah selapang ketika kita menerima nikmat dari Allah Swt. Meyakini bahwa apapun yang terjadi, pastilah itu berada dalam pengawasan dan pengetahuan Allah Swt.
Orang yang memiliki karakter 7 rohani inilah yang dapat menjadi modal untuk menciptakan kampus atau komunitas yang beradab. “Yang harus kita ubah cara pandang puasa, bukan lagi mengibadahi jasmani tetapi mengibadahi rohani, pastikan di akhir ramadhan rohani kita menjadi rohani yang tujuh rohani berkarakter” tutup Dr. Muhammad Nur (Dzurrotunnisa/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatid RDK)