Pendiri Sekolah Pemikiran Islam, Dr. Akmal Sjafril, S.T., M.Pd.I., membuka wawasan jama’ah kajian Samudra (Safari Ilmu di Bulan Ramadan) RDK UGM 1445 H tentang makna liberalisme dan hubungannya dengan agama Islam. Beliau membawakan tema kajian “Menjawab Tantangan Liberalisme dalam Pendidikan: Islam Mengekang Kebebasan Berpikir?” pada Jumat (22/03/24) di Masjid Kampus UGM.
Liberalisme muncul karena istilah yang diciptakan oleh orang-orang barat di mana gemar melahirkan berbagai ungkapan. Masalah utama ketika berbicara terkait istilah adalah buatan manusia yang melahirkan kata hanya sebatas dengan apa yang mereka pahami. Menghadapi hal tersebut, poin pentingnya berada dalam lingkup diri, “Jangan terjebak dengan istilah-istilah ini karena kita perlu tahu istilah tersebut mereka yang buat, mereka yang pakai. Makanya kita perlu tahu yang membuat itu cara berpikirnya bagaimana.” pesan Ustaz Akmal Sjafril dalam pembukaan.
Memasuki pembahasan makna liberalisme, diambil dari kutipan 2 orang tokoh. Pertama dari Prof. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, bahwa liberal adalah keadaan seseorang bebas dari kepemilikan orang lain, meluas menjadi bermakna kebebasan berpikir, dan berkembang makna lainnya. Di sisi lain, menurut salah satu Profesor Sejarah di Universitas Ohio, Alonso L. Hamby, PhD. berpendapat bahwa liberalisme adalah paham ekonomi politik yang menekankan 3 hal, antaranya freedom (kebebasan), equality (persamaan), opportunity (kesempatan).
Ketiga cara berpikir tersebut belum tentu baik. Berbicara tentang poin freedom, tidak semua orang bisa baik jika diberi kebebasan karena manusia tidak selalu mengerti apa yang terbaik untuk dirinya. Equality, tidak semua bisa sama jika dalam hal otoritas bidang keilmuan yang di dalamnya terdapat ahlinya masing-masing. Opportunity, jika konteksnya kesempatan mendapat pendidikan yang sama, maka hasilnya akan baik, tetapi akan berbeda jika dalam kasus menginginkan posisi jabatan di pemerintahan. Masalah umat Islam di zaman sekarang adalah kehilangan adab, bahwa semua hal pasti ada hierarki atau posisi yang harus dihormati.
Alasan barat gencar menyebutkan 3 hal di atas adalah karena masalah mereka dengan agama sendiri, yang pada zamannya sebagai negara hegemoni agama Kristen. Salah satu sebab pada akhirnya membuat orang barat alergi hingga ingin bebas dalam beragama adalah karena mereka merasa terkekang dalam berkembang.
Permasalahan liberalisme tersebut berkembang meninggalkan dampak yang dirasakan sekarang. Ustaz Akmal Sjafril menyebutkan liberalisme berdampak pada putusnya hubungan ilmu dan agama membuat manusia kehilangan bimbingan. Selain itu, semangat kebebasan membuat otoritas ilmu semakin tidak dihargai.
Melihat dari sisi agama Islam dan ilmu pengetahuan, keduanya tidak bertentangan. Ilmu tidak pernah dilarang dalam Islam, bahkan dianjurkan untuk dipelajari. Terlebih jika manusia mempelajari sains sehingga iman bisa semakin bertumbuh. “Dalam agama Islam, alam semesta itu tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Jika ingin melihat kebesaran Allah Swt., maka lihatlah alam semesta. Kalau kita mempelajari alam semesta, akan terpesona dan kesombongan menghilang. Merenungkan ciptaan Allah Swt.,” kutip Ustaz Akmal Sjafril.
Islam mengenal kebebasan, tetapi hanya Allah Swt. yang mempunyai kebebasan sepenuhnya, berbeda dengan manusia yang masih terbatas. Hal ini yang menjadi pembeda dari paham liberalisme barat. Kebebasan dalam Islam setidaknya ada 3 poin, diantaranya: kebebasan memilih iman atau kufur, kebebasan untuk memilih yang baik, dan kebebasan menghamba pada Allah Swt.
Sebagai penutup, Ustaz Akmal Sjafril menuturkan jika kebebasan dimasukkan dalam pendidikan, maka pengaruhnya akan besar, “Ketika ilmu pengetahuan dijauhkan dari agama dan dipaksa menerima yang tidak sesuai, maka akan salah. Jangan dirusak pemikiran orang yang mengakibatkan hidup berantakan. Berbahaya ketika pendidikan ada nilai liberalisme, ketika orang bebas dalam berpikir tanpa akidah, bebas otoritas. Malah tambah berantakan.” (Hanifah/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif)