Konsep Otomatis

Ringkasan Kajian Ahad Pagi Ahad, 3 November 2024 Al-Baqarah ayat 268-269 Intimidasi

Setan akan Kemiskinan dan Pemahaman yang Benar Terhadap Al-Qur’an

Pembicara : Ustadz Ridwan Hamidi, Lc., M.P.I., M.A. 

اَلشَّيْطٰنُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاۤءِۚ وَاللّٰهُ يَعِدُكُمْ مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًاۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌۖ ۝٢٦٨

Artinya: “Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan kamu ampunan dan karunia-Nya. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui” (Al-Baqarah (2):268).

يُّؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَاۤءُۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآاُولُوا الْاَلْبَابِ ۝٢

Artinya : “Dia (Allah) menganugerahkan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Siapa yang dianugerahi hikmah, sungguh dia telah dianugerahi kebaikan yang banyak. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran (darinya), kecuali ululalbab” (Al-Baqarah (2):269).

Temanya masih berhubungan dengan ayat 267,diambil beberapa bagian dari ayatnya, yaitu pada firman Allah SWT:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman nafkahkanlah oleh kalian dari yang baik, harta yang baik, anugrah yang baik, yang Allah SWT telah memberikan kepada kalian”(Al-Baqarah (2):267).

Penjelasan

Allah tidak menerima nafkah yang diberikan dari sumber yang haram, jika ada seseorang yang berpenghasilan haram, maka mereka tidak bisa menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan, seperti infaq, sedekah, wakaf, termasuk zakat. Sebab barang haram, maka penyalurannya diselesaikan dengan cara demikian, misalnya saja pendapatan hasil korupsi, maka perlu dikembalikan bukan malah disedekahkan. Serupa pula dengan hasil penjualan miras misalnya, maka tidak bisa digunakan untuk sedekah jum’at berkah atau digunakan untuk kegiatan keislaman lainnya, hal ini disebabkan penghasilan tersebut bersumber dari kegiatan yang haram.

Pada surah Al-Baqarah ayat 268, Allah SWT. juga mengingatkan umat manusia mengenai apa yang dilakukan setan. Setan dapat memengaruhi atau menakut-nakuti manusia terkait dengan hal-hal yang berkaitan dengan ibadah. Ketika orang menyalurkan hartanya, setan menakut-nakuti manusia dengan segala pikirana buruk bahwa berinfak atau bersedekah akan membuat manusia menjadi miskin. Selain itu, pengaruh setan juga dapat berupa memnegaruhi manusia dalam bentuk ‘mengada-adakan keperluan’. Misalnya, dapat berupa kuantitasnya maupun kualitasnya. Dalam hal kuantitas, contohnya dapat berupa pengaruh untuk tidak mengeluarkan sebagian harta untuk sedekah, infaq, dan wakaf ditakut-takuti dengan alasan bahwa kita memerlukan harta itu dikemudian hari, bahkan kerap kali kebutuhan tersebut seakan dibuat-buat.

Pada dasarnya, kita tumbuh pada lingkungan yang memiliki kecenderungan hidup yang materialis, hedonis, cinta dunia, cinta harta, cinta kemewahan, cinta kekayaan, dan lain sebagainya. Padahal di dalam islam, muslim diharuskan untuk meyakini bahwa terdapat dua masa depan, yakni  yang berhubungan dengan kehidupan di dunia dan yang berkaitan dengan kehidupan setelah kematian. Maka, sudah semestinya manusia memaksimalkan dirinya dalam menjalankan agamannya, salah satunya melalui jalan beinfak dan ibadah lainnya.

Pada surah Al-Baqarah ayat 269, Allah SWT. juga menjanjikan ampunan untuk kalian ampunan dan karunia-Nya. Imam Ibnu Qayyim, seorang ulama abad ke-8 Hijriyah menyampaikan seseorang yang melakukan infaq, sedekah, zakat, wakaf dan semacamnya, bahkan sampai pada umat agama lain tidak akan menjadi miskin. Karunia Allah SWT. ini dapat berupa balasan kebaikan dari infaq yang kita telah manusia berikan.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW. juga menyatakan bahwa sedekah tidak mengurangi harta. Tentunya, kalimat tersebut harus dipahami dengan rasa keimanan. Bagi yang menyakini nya melalui rasa keimanan, distribisu harta untuk berinfak tersebut justru diyakini akan membuat harta tersebut tumbuh dan berkembang. Sedekah dan infaq cenderung menjadikan harta menjadi berkah (kebaikan yang banyak dan melimpah). Di antara bentuknya, yakni ketika orang berinfaq dan bersedakah, maka Allah SWT. dapat menggantikan hal tersebut dengan pelbagai bentuk, misalnya dengan cara jaga diri serta keluarganya dari hal-hal yang bisa menyebabkan harta itu habis, seperti menjaga kesehatannya. Oleh karena itu, Allah SWT. Maha luas kekayaannya.

Bahkan, di dalam haidst Qudsi, dujelaskan bahwa perbandingan antara kekayaan yang Allah SWT. miliki dengan apa yang ada di tangan manusia, seperti jari yang dimasukkan dalam lautan, tetes air yang terbawa hanya sedikit, sementara itu lautan, itulah kekayaan yang Allah SWT. miliki, airnya tidak berkurang sama sekali. Seperti yang dijekaskan di dalam surah Ghafir ayat 7:

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَّعِلْمًا فَا

Artinya : “Allah SWT. Maha Luas rahmat dan ilmunya” (Ghafir (40):7).

Kekayaan Allah SWT sangat melimpah dan tidak terhitung. Allah SWT juga maha mengetahui apa yang manusia kerjakan. Dalam konteks ini, berinfaq dan bersedekah dari sumber haram atau halal, tentu yang menerima tidak berkewajiban untuk mencari tahu. Allah SWT. mengetahui niat yang akan dikerjakan kita, baik niat untuk mendapat pahala atau hanya untuk dianggap orang yang dermawan.

Tanya Jawab

Pertanyaan: “Jika kita membeli makan dan porsinya diambilkan penjual dengan porsi banyak, sudah dimakan dan masih ada sisa. Sementara itu, di dalam islam tidak boleh berlebih-lebihan, maka sisa itu tidak apa-apa jika dibuang, jadi bagaimana solusinya?”

Jawab: “Pada saat diambilkan, sudah seharusnya dibiasakan untuk mewanti-wanti dengan pesan nasi atau lauk yang tidak berlebihan atau terlalu banyak. Dalam akad transaksi jual beli, biasanya ada skema membuka peluang untuk ‘mengurangi’ ketika dianggap porsi terlalu berlebihan. Berbeda dengan nasi kotak yang sudah tersaji sepaket, solusinya adalah berupaya untuk menyelesaikan dengan beberapa pertimbangan agar tidak ada yang mubazir untuk dibuang, kecuali dengan di makan sekarang dan beberapa jam lagi. Tentunya, perlu dihabiskan. Alternatif yang lainnya yaitu berbagi makanannya dengan teman. Jika tidak ada pilihan lain, maka tidak mengapa makan dengan pertimbangan agak lebih banyak dari biasanya dengan maksud agar tidak mubazir, hal tersebut juga tidak mengganggu kesehatan jika hanya sesekali.”

Pertanyaan: “Jika kondisi sekarang ini kita mmpunyai dana yang mana dana tersebut lebih baik untuk wakaf, misalnya adalah untuk membangun masjid atau diinfaqkan untuk membantu jihad fisabilillah rakyat palestina. Lalu, lebih baik mana yang lebih besar pahalanya dan mana yang lebih bermanfaat dampaknya?”

Jawab: “Kalau memang memiliki dana, maka dilihat berapa besar dana yang dimiliki. Kemudian bisa diatur dengan prioritas yang yang bisa didahulukan. Seperti yang ada di Palestina, mereka perlu dapat prioritas dan kebutuhannya besar. Sementara untuk dibangun masjid, itu termasuk kepentingan dengan urutan kesekian. Dalam kebutuhan atau keperluan agama, seperti dibangun masjid yang dinilai tidak semendesak berbeda dengan kebutuhan yang lebih prioritas untuk SDM. Wakaf dapat dimulai dari nilai uang yang seadanya uang itu hilang, tidak akan dicari lagi, dan tidak hanya sekali.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.