Masjid Kampus sebagai Miniatur Masyarakat Islami

Oleh: Sofiet Isa Mashuri Setia Hati (Fakultas Teknik 2007, BKK Jama’ah Shalahuddin UGM 1431 H)

(Sempat terhapus dari website JS. Diterbitkan kembali 27 Juli 2019 dengan perbaikan ejaan)

Dalam sejarah Islam, masjid memiliki posisi sangat vital. Masjid tidak hanya diposisikan sebagai tempat ibadah semata. Masjid bukan hanya sebuah bangunan tempat dimana umat Islam melakukan shalat, zikir, membaca al Qur’an, i’tikaf. Masjid ternyata lebih difungsikan untuk membangun sebuah peradaban besar dunia.

Di dalam masjidlah umat dibina, strategi dakwah disusun,dan permasalahan umat dipecahkan. Tak ayal, dalam sejarah, Rasul SAW melakukan dua hal besar sesampainya di Madinah dalam hijrahnya: mempersaudarakan Muhajirin dengan Anshar dan mendirikan Masjid yang kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi.

Dari sinilah kita semua harus sepakat bahwa masjid adalah pusat seluruh aktivitas umat Islam. Kondisi di mana umat merasa masjid sebagai rumah pertama dan utamanya. Umat akan merasakan kerinduan yang amat sangat tatkala jauh dari masjid. Dari masjidlah umat Islam hidup dan mengabdi hingga akhirnya syahid menemui Sang Khaliq.

Sementara itu, dalam konteks dakwah kekinian, masjid kampus memiliki posisi dan potensi yang amat besar. Mengapa demikian? Logikanya sangat sederhana. Kampus adalah satu tempat yang sangat unik dan khas. Satu tempat di mana banyak potensi yang sebelumnya berserakan kemudian dikumpulkan.

Di kampus lah semua idealisme, intelektualitas, semangat, mimpi, aksi, dan kontribusi bernaung. Tak ada tempat di muka bumi ini yang seunik kampus dengan segala potensinya. Bukankah tak sedikit peradaban besar dunia lahir dan berkembang dari aktivitas kampus? Inilah yang harus dimanfaatkan oleh dakwah kampus dimana masjid kampus sebagai pusat dakwahnya.

Oleh karena itu, tak ada aksi lain selain benar-benar menjadikan masjid kampus pada posisi dan perannya yang ideal. Pertanyaan yang kemudian seringkali diajukan adalah bagaimana masjid kampus benar-benar berada dalam kondisi idealnya sementara di sisi lain aktivis dakwah kampus seringkali gamang dalam kompleksitas dakwah kampus. Itu yang harus kita selesaikan segera.

Kita sebagai aktivis dakwah harus benar-benar memposisikan masjid kampus pada khittahnya. Yang perlu diingat adalah masjid kampus bukan hanya sebuah bangunan megah nan indah tempat ibadah pada Pencipta semata. Masjid kampus harus benar-benar memposisikan dirinya sebagai miniatur peradaban masyarakat Islami. Masjid kampus lah yang menjadi representasi kehidupan umat Islam. Masjid kampus lah yang menjadi rujukan untuk menggambarkan peradaban Islami.

Berangkat dari kebutuhan untuk menjadikan masjid kampus sebagai miniatur peradaban Islami ini, minimal ada dua kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi: aktivitas dan fasilitas. Oleh karena itu, pembangunan dan pengembangan masjid kampus harus memenuhi dua kebutuhan tersebut,

Pertama, di masjid kampus harus ada aktivitas-aktivitas yang merepresentasikan kehidupan masyarakat Islami. Kita akan memimpikan sebuah masjid kampus dimana ada aktivitas ekonomi Islam yang dikelola umat, aktivitas politik dalam arti luas, aktivitas pendidikan dan pembinaan Islam, aktivitas sosial dan budaya yang menggambarkan luasnya khazanah Islam, dan sebagainya. Semua sektor kehidupan umat Islam dijalankan di dan oleh masjid kampus.

Dalam hal ini, kita akan memimpikan masjid kampus yang makmur sebenar-benarnya dalam konteks yang seluas-luasnya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya kita tidak menginginkan masjid kampus yang hanya diramaikan ketika momentum shalat wajib berjamaah saja. Tidak ada satu detik pun di masjid kampus selain ada aktivitas masyarakat Islami di sana.

Kedua, untuk mendukung keberlangsungan semua aktivitas-aktivitas tersebut maka dibutuhkanlah fasilitas-fasilitas memadai. Jika ada aktivitas pendidikan dan pembinaan maka harus ada fasilitas pendidikan dan pembinaan semisal perpustakaan yang representatif, ruang belajar yang cukup, dan sebagainya. Jika ada aktivitas ekonomi maka setidaknya harus ada fasilitasnya semisal BMT atau koperasi syariah. Begitu pun dengan aktivitas-aktivitas lainnya, pasti butuh fasilitas. Oleh karena itu, fasilitas-fasilitas di masjid kampus bukan hanya fasilitas ibadah maghdhoh saja.

Kedua hal utama ini harus benar-benar dibungkus dengan manajemen pengelolaan yang profesional. Masjid kampus harus benar-benar dikelola dengan baik sebagaimana negara dan dunia ini dikelola. Jika pengelolaannya buruk maka aktivitas dan fasilitas akan mati di tengah jalan. Oleh karena itu, dibutuhkan pula sumber daya manusia yang fokus dalam pengelolaan kedua hal ini. Masjid kampus butuh SDM yang visioner utnuk menghidupkan dan mengembangkan masjid kampus. Butuh sebuah cetak biru masjid kampus ideal dimana ada rencana-rencana strategisnya dalam mencapai masjid kampus sebagai miniatur masyarakat Islami.

Di sinilah peran aktivis dakwah kampus dituntut. Dengan segala kualitas dan kualitas serta potensi dan peluang yang dimilikinya, aktivis dakwah kampus yang tergabung dalam berbagai wasilah dan wajihah dakwah harus benar-benar fokus. Aktivis dakwah dituntut untuk memainkan perannya sebagai aset utama dakwah kampus karena aktivis dakwah kampus lah yang sejatinya pengelola utama dakwah dan masjid kampus. Aktivis dakwah kampus harus menjadi inisiator dan juga pelaksana dalam membangun dan mengembangkan sebuah masjid menuju masjid kampus ideal.

Dengan izin Allah SWT, ini semua dapat terealisasikan sebagaimana dapat terealisasikannya pembangunan fisik masjid kampus di mayoritas kampus di Indonesia. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama kembali ke masjid kampus, kembali untuk memasyarakatkan masyarakat Islami.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.