Oleh: Agus Haeruman
(Sempat terhapus dari website JS. Diterbitkan kembali 27 Juli 2019 dengan sedikit perbaikan)
“Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan karena kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali Imron: 79)
”Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dibanding orang yang berdakwah kepada Allah dan melakukan amal shaleh serta mengatakan sesungguhnya aku ini termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fushilat:33)
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS. An Nahl: 125)
Tercatatlah di suatu masa, sekelompok orang sedang menyimak kata-kata. Kata-kata yang berbobot, kata-kata yang memiliki kekuatan yang maha dahsyat, yang mampu meruntuhkan segala tembok kejahiliyahan, mampu meremukkan jiwa-jiwa yang sesak dengan kemunafikan dan kekafiran. Kata-kata yang keluar dari bibir seorang hamba yang dipilih-Nya untuk menerima tugas suci mengemban risalah kenabian, menjadi penerus dan penyempurna para pendahulunya, yakni menyeru manusia kembali ke jalan tuhannya.
Dialah Rasulullah Muhammad saw. beserta para sahabat pendahulu yang sedang mengadakan sebuah halaqah di rumah Arqam Bin Abil Arqam, dan menjadi tonggak awal bagi berbagai perubahan yang menyelimuti umat manusia di kemudian hari. Perubahan yang membawa umat manusia kepada sebuah peradaban baru yang penuh dengan keistimewaan zaman.
Demikianlah risalah itu bermula, hingga kemudian menjadi warisan bagi para pengikutnya, untuk disampaikan dan untuk didakwahkan kepada seluruh umat manusia disetiap tempat dan di setiap zaman.
Dan kini, ketika kejahiliyahan itu menyeruak kembali di muka bumi, melewati pergantian masa, maka dakwah itu pulalah yang akan menjadi cara untuk menyelamatkan umat manusia dari berbagai kesengsaraan yang sedang dan akan melanda.
Dakwah, secara etimologi berasal dari kata da’a – yad’u – du’aan – dakwah yang berarti mengundang, mengajak atau menyeru. Dan secara terminologi, dakwah berarti:
”Mengajak orang kepada Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik sehingga mereka meninggalkan thagut dan beriman kepada Allah, agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyyah menuju cahaya islam.”
Demikianlah dakwah ini berupaya untuk mengajak umat manusia kembali kepada tuhannya. Dan dakwah yang mulia ini memiliki beberapa karekteristik sbb:
- Rabbaniyah (berorientasi ketuhanan). Segala elemen di dalam dakwah diorientasikan kepada Allah
- Islamiyah Qabla Jam’iyah (keislaman sebelum organinasasi). Yang disampaikan menjadi agenda utama dakwah adalah islam itu sendiri. Organisasi hanya merupakan alat dan cara.
- Syamil (komprehensif), dan tidak sebagian-sebagian. Islam adalah satu-kesatuan sistem yang bagian-bagiannya tidak terpisahkan satu sama lain.
- Mu’ashirah (Aktual-Modern), dan tidak konservatif. Dakwah harus selalu dapat menjawab dan menyelesaikan problematika zaman. Segala yang berbau dakwah tidak ada yang kadaluwarsa.
- Mahaliyah wa ’alamiyah (lokal dan internasional). Islam mempunyai sifat semestawi. Namun islam juga memasyarakat. Artinya dakwah islam juga memberikan perhatian yang sama seriusnya kepada permasalahan lokal.
- ’Ilmiyah (selaras dengan logika). Dakwah Islam selalu berusaha memberikan kesadaran islami. Karena islam bukan dogma. Islam membangkitkan kesadaran atas dasar makrifah dengan hujjah yang nyata.
- Bashirah Islamiyah (pandangan islami). Gagasan, konsepsi, dan pemikiran yang ada di dalamnya selalu islami, tidak sekular, materialis, kapitalis, liberal dan sejenisnya.
- Inqilabiyah (perubahan total). Bukan reformasi tambal sulam, sehingga akan jelas antara yang hak dan yang bathil. Upaya ini melahirkan ketaqwaan.
- Mana’atul Islam (kekebalan islam). Dakwah memberikan kekebalan islam melalui:
a. Penguasaan teori, yaitu dengan:
– memahami prinsip
– memahami fikroh
– memahami sistem
b. Pennguasaan moral, diperoleh dengan berbagai latihan:
– Kemauan yang kuat
– Kesetiaan yang kokoh
c. Penguasaan amal, dicapai melalui:
– Pergerakan yang berkelanjutan
– Kesadaran berkorban
Karakteristik yang demikian itu tentunya selaras dengan apa yang talah dilakukan oleh Rasulullah selama perjuangan beliau yang dilalui melalui beberapa tahapan (marhalah) yang yang dilaluinya, yakni :
Marhalah Makkah (Tahap Peletakkan Dasar-Dasar Agama)
Yang dilakukan pada tahap ini adalah menyebarkan prinsip dan kaidah-kaidah islam yang hanif; pembentukan pribadi muslim yang militan; membentuk jama’ah yang solid; merahasiakan struktur; menghindari bentrok dengan lawan; mejauhi medan pertempuran; sabar terhadap cobaan dan penyiksaan; mencari potensi kekuatan jama’ah; dan membangun basis sosial.
Dan sebelum menginjak marhalah berikutnya, Rasulullah melakukan strategi cantik untuk membangun kekuatan sebuah jama’ah dengan berhijrah. Hijrah adalah Titik Tolak Perubahan yang dilakukan meliputi:
a. Hijrah maknawiyah (mentalitas dan semangat), yaitu hijrah dari kegelapan kepada cahaya; dari kekufuran kepada iman; dari syirik kepada tauhid; dari kebatilan kepada kebenaran; dari nifak kepada istiqomah; dari maksiat kepada ta’at; dan dari individual kepada jama’ah.
b. Hijrah makaniyah (tempat) yang dimaksudkan adalah tempat berpijak sementara untuk mendapatkan basis masyarakat pendukung dan wilayah.
Marhalah Madinah (Tahap Kemapanan)
Dan memasuki marhalah yang kedua ini, maka yang Rasulullah lakukan adalah membangun basis masyarakat (pendukung); basis bumi (wilayah); kekuatan yang mampu untuk membela; struktur negara; dan dakwah yang sempurna.
Jika melihat sejarah perjuangan Rasul yang demikian, maka kita dapat menyimpulkan bahwa setiap tahapan-tahapan yang Rasul ambil tidak akan terlepas dari proses tarbiyah, yakni usaha sadar yang dimaksudkan untuk mengantarkan umat manusia ke arah pemahaman terhadap kesempurnaan ajaran islam. Tarbiyah memiliki urgensi yang sangat besar bagi kehidupan seseorang secara pribadi ataupun sosial. Al Quran menyebut umat yang tidak tarbiyah sebgai umat jahiliyyah yang lekat dengan kebodohan, kehinaan, kelemahan, dan perpecahan.
Tujuan tarbiyah adalah agar umat manusia memiliki konsepsi keislaman yang yang jelas, hingga mereka dapat berinteraksi dan bergerak dengannya agar mendapatkan pengalaman-pengalaman serta memiliki tanggung jawab dan kemampuan yang baik dalam dakwah. Sehingga beriring dengan upaya penyempurnaan islam itu berlangsung, ia juga akan senantiasa mendakwahkan setiap pemahaman yang ia peroleh kepada orang di sekitarnya, sehingga dakwaha ini akan berkesinambungan dan berkelanjutan.
Tarbiyah yang benar dan berkesinambungan akan membentuk 3 hal mendasar sebagai berikut:
Iman yang sempurna
Tarbiyah yang rabbani sangat dekat untuk mengantarkan seseorang memiliki keimanan yang sempurna. Keimanan kepada Allah, kepada rasul dan kepada Islam yan sesungguhny tanpa keraguan dan tak tergoyahkan, sehingga ia menjadi aqidah (ikatan) yang benar-benar mendalam dan mendarah daging.
Cinta yang mendalam
Aqidah yang kuat itu mengikat kaum mukminin sedemikian rupa sehingga melahirkan ikatan yang kuat antar mereka untuk bersatu padu membangun dan memelihara keimanan dalam dada mereka. Maka tarbuyah mengakomodasi ikatan itu melalui proses saling mengenal, saling msmahami dan saling menanggung untuk mewujudakn persaudaraan yang mengikat. Yakni persaudaraan yang diikat oleh ikatan yang amat kuat dan tidak akan putus.
Pengorbanan yang Tulus
Keimanan dan Pengorbanan yang kuat menjadi inspirasi kaum mukminin untuk memberikann yang terbaik untuk Allah, Rasul, Islam, dan kaum Muslimin, meskipun harus berkorban harta, pikiran, bahkan jiwa sekalipun. Karena pengorbanan itu dilahirkan dari hati yang tulus ikhlas, maka lahirlah ia sebagai prajurit islam yang muthi’ah.
Ketiga hal di atas, yakni iman yang sempurna, , cinta yang mendalam, dan pengorbanan yang tulus, diproses secara alami pelan tapi pasti (berkesinambungan), dan bukan proses karbitan yang penuh ketergesaan. Akhirnya, pribadi yang berbekal tiga hal tersebut akan menjadi hamba rabbani yang dekat dengan tuhannya.
Referensi :
– Terjemah Al Quran
– Jasiman, Lc., Syarah Rasmul Bayan. Aupiya Press. Solo. 2005