Oleh: Ahmad Naufal Azizi (Departemen Kajian Strategis)
Untukmu, laki-laki jagoanku, Allegra
Sayangku, maaf karena telah merahasiakan catatan ini sejak lama. Aku memang merahasiakannya dan tidak pernah mau menceritakannya, bahkan kepada Ayahmu sendiri. Catatan ini ada dua berpasangan, satu potongan lainnya sudah kuberikan kepada kakakmu, Nukila 3 tahun yang lalu. catatan ini spesial kuberikan diulang tahunnya yang ke-21 dulu. Aku tahu, meskipun Nukila tak pernah memberitahuku, catatan itu selalu ia simpan disudut buku hariannya dan menjadi pengingat yang baik untuk mengawali setiap langkah paginya, tentu saja, untuk menjadi apa yang memang seharusnya ia menjadi. Allegra, kamu tau kenapa catatan ini istimewa dan sangat berarti bagiku? Hal itu tak lain karena catatan ini sudah kutulis sejak usia kita berbilangan yang sama seperti denganmu hari ini. Catatan yang kamu baca ini sudah kutulis sejak aku berulang tahun yang ke-21, 25 tahun yang lalu.
Allegra, kamu harus mengetahuinya, bahwa dunia yang saat ini kamu tempati sekarang, adalah juga duniaku saat aku berusia sama sepertimu hari ini. Akan tetapi, kamu harus sadar, bahwa banyak hal yang berubah dari era kita masing-masing. Teknologi sudah semakin maju, orang-orang tak perlu lagi menghabiskan banyak waktu di jalan karena macet, sebab hari ini, sky train dan beberapa motor terbang berkekuatan sedang sudah diproduksi secara masif di kota-kota besar di dunia. Mungkin disatu sisi, kita mengharapkan, bahwa lapangan pekerjaan untuk polisi lalu lintas semakin banyak karena moda transportasi juga sudah semakin beragam. Akan tetapi sayang Allegra, pekerjaan itu justru digawangi oleh kebanyakan yang bukan dari lulusan Akademi Kepolisian. Justru lulusan dari otomasi industri dan elektronikalah yang mendapatkan pekerjaan berlebih. Tapi tetap saja bukan mereka yang tiba-tiba menjadi polisi lalu lintas, mereka hanya membuat robot polisi, robot-robot itulah yang menggantikan sebagian besar peran polisi di jalanan.
Sayang, kamu juga sudah mesti paham, bahwa kebanyakan yang membuat robot itu bukanlah orang-orang pribumi seperti kita. Mereka adalah bangsa yang pernah menjajah negeri kita dulu, Negari Matahari Terbit yang nun jauh disana. Entah apa alasannya, negeri kita sekarang senang menjalin hubungan bilateral dengan mereka. Bangsa ini seakan lupa bahwa bangsa merekalah yang pernah membunuh ratusan ribu warga Indonesia sebab kerja paksa yang tidak manusiawi itu. Ah kamu juga mesti mengetahuinya, bahwa ayah dari kakekku yang juga berarti kakek dari kakekmu mati terbunuh karena kelaparan. Ia tidak diberi makan saat dipaksa mengikuti PETA (Pembela Tanah Air) yang tidak lain untuk mengamankan posisi Jepang dari serangan Sekutu kala pertempuran 1944 di Balikpapan, 1 abad yang lalu.
Allegra, aku kira dahulu, jika zaman semakin maju dan kehidupan semakin berkembang, nilai-nilai kemanusiaan juga ikut terangkat dan manusia satu sama lain akan bisa saling menghormati dalam bingkai persatuan. Tetapi sayang, nyatanya hal tersebut tak pernah terwujud. Kemajuan teknologi nyatanya tak berbanding lurus dengan kehidupan yang lebih memanusiakan manusia. Ribuan mil dari tempat kamu membaca catatan ini sekarang, di bumi para Nabi, Syam masih saja perang bergejolak. Bak arena pertempuran kelas kakap, Syam telah berubah menjadi kota darah dan benteng terakhir para mujahid. Kamu juga mesti tahu, bahwa yang terjadi disana bukan hanya tentang konflik agama sektarian belaka, itu hanya kedok untuk menutupi kepentingan sumber daya dan politik luar negeri yang rumit di belakangnya. Aku kira, perang segera berakhir sejak teknologi semakin berkembang, ternyata aku salah besar dalam menilai. Syam perlu kita tolong, bukan malah pergi acuh tak acuh karena hal itu tak terjadi di negeri kita sendiri. Karena bagaimanapun juga, nubuah Nabi tentang kemenangan umat Islam pasti akan datang dan terwujud. Kau harus menjadi bagian dari mimpi Nabi itu Allegra.
Sayang, ibu memang tak pernah meminta kamu lebih dari apa yang kamu bayangkan sebelumnya, akan tetapi, diusiamu yang sudah menginjak 21 ini, ibu ingin berpesan tentang sesuatu yang mungkin belum pernah kamu bayangkan sebelumnya. Kelak, jika kamu sudah semakin dewasa, jadilah pemimpin di negeri ini, jadilah mutiara di tengah dalamnya samudera, jadilah seseorang yang bermanfaat di tengah banyaknya maksiat, jadilah intan diantara butiran pasir di sungai yang keruh. Negeri ini perlu ditolong dan diselamatkan oleh orang baik sepertimu, yang memahami agama sepertimu.
Allegra, dulu ayahmu ingin mengambil kesempatan emas itu, tapi sayang dia gagal dan dikalahkan oleh persengkokolan politik yang busuk, dia gagal dan dianggap buruk, tak mau bermain uang, dan dianggap terlalu idealis. Padahal, apa salahnya berbeda di tengah keburukan yang ada? Memilih menjadi baik adalah tantangan yang benar-benar besar hari itu. Sekarang dia justru memilih untuk memutar haluan menjadi pebisnis, sama seperti yang kamu lihat sekarang. Allegra, tapi ibu yakin, suatu saat nanti kamu bisa menggapai cita-cita ayahmu yang tertunda itu. Entah ibu nanti bisa melihatnya atau tidak, Ibu sudah sangat senang jika kamu mau mengambil kesempatan baik itu. Kamu memiliki kemampuan, dan ibu akan memberikan kekuatannya.
Akan tetapi, sayang, kamu tak perlu berfikir sejauh itu terlebih dahulu, Ibu hanya memberikan saran terbaik untukmu, selebihnya kamulah yang memiliki kuasa dan kemauan atas dirimu sendiri. Tetapi, ada hal yang jauh lebih dulu harus kamu siapkan, tentu ibu tahu, di saat-saat usiamu seperti ini, kamu sudah mulai jatuh cinta, memiliki ketertarikan dengan lawan jenis, sesekali mulai berani berbicara dengan wanita yang kamu suka, sesekali sedih karena ternyata dia tak seperti yang kamu harapkan. Allegra, ketahuilah, ayahmu juga seperti itu dahulu. Dia laki-laki yang berani, pintar, baik, sholeh, akan tetapi selalu tidak berani berbicara dengan perempuan satu lawan satu. Dia pemalu dan seketika pertahannya runtuh ketika berhadapan dengan perempuan, dan aku tahu disitu kelemahannya. Suatu ketika, dia memberanikan diri untuk mengajakku berbicara, cukup 5 menit setelah shalat Ashar di kampus, sehari setelah usiaku resmi 20 tahun. Ketika itu dia bilang bahwa dia suka denganku dan mau berkenalan dengan kedua orang tuaku. Aku tertawa dan sontak berseru kaget, ternyata, dia, ayahmu sekarang, tidak seculun seperti yang ibu bayangkan sebelumnya.
Allegra, yang ingin ibu katakan adalah, bahwa nanti, entah kapanpun itu saatnya, kamu pasti akan jatuh cinta. Kamu pasti menginginkan seorang pendamping yang siap hidup di atas dan di bawah bersama-sama. Allegra, ibu hanya ingin berpesan, jatuh cintalah pada perempuan yang cantik, bukan cantik karena parasnya yang menawan, tapi cantik karena hatinya yang lembut dan tutur katanya yang baik. Jatuh cintalah pada perempuan yang kaya, bukan kaya dari segi materil dunianya, tetapi dari segi hati, ilmu pengetahuan, dan kekayaan dalam berfikir yang bijak. Siapapun pilihanmu nanti, pilihlah perempuan yang kamu ketika melihatnya ikut senang dan bahagia, berguguran dosa-dosa, bertambah pula pahala.
Allegra, kamu harus mengetahui, bahwa hari ini banyak generasi yang lahir menghendaki segala sesuatunya dengan instan, menghendaki kejeniusan instan tanpa belajar, sholeh tanpa ibadah, bahkan hijrah tanpa celaan. Padahal, agama kita tak pernah bosan-bosannya mengajarkan kepada kita semua, bahwa tidak ada segala sesuatu yang instan dalam beribadah. Tahukah kamu, mengapa Allah menciptakan alam semesta ini selama enam hari padahal Allah mampu menciptakannya dengan sekali ucap Kun Fayakuun? Mengapa Rasulullah SAW harus berdakwah lebih dari 20 tahun dulu hingga Allah memenangkan dakwah beliau hingga sampai pada kita hari ini? Semua itu tak lain karena Allah ingin mengajarkan kepada kita, bahwa semua hal butuh proses, tidak ada yang instan dalam menggapai sesuatu. Kejarlah apapun yang baik dari kehidupan ini Allegra, jadilah sebagaimana seharusnya engkau menjadi.
Tulisannya sebelumnya dapat dilihat di : http://bit.ly/BerbahagialahNukila (Karya Alif Fadhiyah Chairunnisa –yang sebentar lagi wisuda)