Hepi Andi Bastoni: Sirah Nabawiyyah dan Ilmu Bisnis Rasulullah

Rangkaian acara RDK yakni Mimbar Subuh kembali dilaksanakan. Pada 12 Maret 2024, RDK 1445 H mengadakan Mimbar Subuh untuk pertama kalinya. Bersama Ustaz Dr. Hepi Andi Bastoni, MA., M.Pd.I. Mimbar Subuh kali ini bertemakan “Metodologi Bisnis Rasulullah saw. Dalam Perspektif Hadis dan Sejarah Islam”. 

 

Dalam pemaparannya, beliau menceritakan tentang bagaimana Rasulullah saw. dulu berdagang saat masih kecil. Beliau juga mengutip sebuah pesan dari salah seorang Profesor yang mengatakan bahwa, usia Nabi Muhammad saw. lebih banyak digunakan dalam berdagang dibandingkan berdakwah. Bagaimana tidak, Rasulullah saw. sudah melakukan perdagangan sejak beliau berusia 12 Tahun hingga 37 tahun. Sedangkan Rasulullah saw. baru mulai berdakwah sebagai Nabi pada usia 40 tahun dan meninggal dunia pada usia 63 tahun. Bahkan, di usia 12 tahun Rasulullah sudah menjalankan bisnis hingga ke negara negara tetangga seperti Yaman dan Syam pada setiap musim dagangnya. 

 

Berdasarkan hal itu, Ustaz Hepi Andi Bastoni menekankan bahwa sangat diperlukan pendidikan tentang bisnis ini sejak usia dini. Beliau juga memaparkan bahwa saat ini sedang menulis sebuah karya tulis dengan judul “Konsep Pendidikan Kewirausahaan Rasulullah Untuk Anak SD”. Ustaz Andi juga menjelaskan bahwa, sejak kecil perlu adanya penanaman spirit entrepreneurship (semangat kewirausahaan) dengan cara membangun lingkungannya dalam lingkup menjual dan membeli. “ Saat ini, banyak sekali anak usia dini yang hanya diajarkan untuk membeli tanpa tau konsep menjual juga” tuturnya. 

 

Di Negara Eropa, sudah banyak yang menerapkan Konsep Ekonomi Syariah ala Rasulullah saw. dengan mengedepankan keadilan dan tidak terjadi kezaliman. Beliau juga sempat mengutip sebuah hadis yang mengatakan “Kalau lah pintu rezeki terdiri dari 20 pintu, maka 11 pintu diantaranya berasal dari jalur bisnis”. Beliau juga mengatakan jika peluang bisnis Negara Indonesia sangatlah besar, sayangnya negara kita hanya memiliki pebisnis kurang dari 1 persen, yang mana seharusnya setiap negara memiliki 4-7 persen pebisnis. 

 

Kemudian, bagaimana dengan Etika Berbisnis ala Rasulullah? Dalam pemaparannya, Ustaz Hepi Andi mengatakan jika terdapat 4 etika ketika Rasulullah berbisnis. Yang pertama adalah Memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam berbisnis. Ustaz Hepi Andi mengutip ucapan dari Ali bin Abi Thalib yang mengatakan, “Jangan kalian berjualan di area kami kecuali kalian mengerti ilmu nya.” Ilmu disini berarti bahwa mengenal produk yang akan diperjualbelikan serta mengetahui tata cara penjualannya. 

 

Yang kedua yaitu Jujur dan Amanah, kedua hal ini bahkan telah menjadi personal branding tersendiri bagi Rasulullah SAW. Amanah disini juga terdiri dari beberapa faktor, diantaranya, tidak mengurangi kualitas atau kuantitas produk, tidak mengambil keuntungan terlalu besar, dan mempermudah dalam transaksi. Ketiga, toleran dalam menagih utang. Ustaz Hepi Andi mengatakan dengan mengutip Hadits Riwayat Bukhari yang berbunyi “Menunda membayar utang (bagi mereka yang mampu) adalah sebuah kezaliman.” Kita terlalu sering terfokuskan pada hasil akhirnya, dibandingkan proses nya. Padahal, kita lebih menghargai proses dibandingkan hasilnya. “Bagaimana Allah akan mengabulkan permohonan hamba-Nya jika melakukan bisnis dengan cara yang tidak dihalalkan oleh Allah.” Ungkap Ustaz Hepi Andi. 

 

Yang terakhir, Rapi dalam administrasi. Poin ini dilakukan agar kita tahu bagaimana sistem keuangan kita saat ini. Dalam sebuah ayat Surah Al-Baqarah menyatakan keharusan untuk mencatat utang piutang. 

 

Sebagai penutup, beliau menyampaikan jika negara kita merupakan negara yang besar dan harus diolah oleh anak dari negara itu sendiri. Dengan memperbanyak pebisnis yang ada di negara kita dapat memperbanyak pula kemungkinan kita menjadi negara maju. Karena mau berjualan apapun, negara kita pasti akan membeli produk tersebut. Bahkan orang Australia yang penduduknya tidak lebih dari setengah penduduk Jawa Barat mengaku jika kesulitan untuk menjual produk mereka di negara mereka sendiri karena penduduknya yang sedikit. Sehingga mereka harus menjual ke negara tetangga yang penduduknya lebih banyak. (Khairunnisa Hapsari/Editor: Hafidah Munisah/Foto:Tim Media Kreatif RDK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.