Berita itu sampai kepadaku dengan cara yang kurang lebih sama dengan cara ia sampai kepada orang lain. Di siang hari yang terasa begitu panjang itu, aku memutuskan untuk rehat sejenak dari rutinitas dan membuka media sosialku. Kubuka timeline dan aku pun melihat video-video lawakan yang tidak berhasil menaikkan mood-ku, kritikan yang senantiasa diluncurkan terhadap pemerintah, lantas kemudian tertegun sejenak. “Apa ini?” Sebuah berita yang berbeda dari biasanya. Aku pun membuka tautan tersebut dan cukup terkejut saat membaca kontennya. Berita itu mengulas mengenai kejadian menyedihkan yang telah terkubur setelah setahun lamanya. Tentang seorang gadis bernama samaran Agni, yang harus dengan mandiri memperjuangkan keadilan terhadap kasus pemerkosaan yang dialaminya.
Sebenarnya hanya sekadar membatin kata ‘pemerkosaan’ saja aku refleks bergidik, terlebih ketika aku membayangkan jika itu terjadi padaku saat aku sedang menjalankan bagian dari kewajiban akademikku. Pengalaman yang seharusnya membangun masa depanku malah menjadi sesuatu yang berpotensi untuk membuatku ragu, takut, dan tertahan karena trauma. Hebatnya Agni, dia tidak lantas diam dalam situasinya. Meskipun ada saat-saat ketika ia merasa tidak berdaya dalam posisinya, ia bangkit dan bersuara; bertanya, memastikan kembali bahwa harapan akan masa depan yang seharusnya bagi dirinya, yang melecehkannya, serta kasus-kasus serupa yang barangkali kelak terjadi di masa depan memang sebenarnya berada dalam jangkauan (akan tetapi, kita sama-sama berharap jangan sampai kasus seperti ini terulang lagi).
Allah memang selalu penuh dengan hikmah dalam segala koordinasi takdir-takdirNya. Selalu ada yang bisa kita petik dari setiap detik kehidupan yang kita jalani, tak terkecuali dalam hal ini. Setelah menyebarnya kabar dan maraknya diskusi mengenai Agni yang ini, aku berdoa tidak akan ada Agni yang kedua, ketiga, ataupun keempat. Sederhananya, tidak ada yang seharusnya dilecehkan dalam keadaan apapun, di tempat apapun, dan dalam situasi apapun.
Mau dilihat dari sudut pandang manapun juga, terjadinya pemerkosaan adalah sebuah bencana. Tidak ada seorangpun yang mau diperkosa; baik itu perempuan maupun laki-laki. Tidak ada yang mau bila hal yang ia miliki direnggut oleh orang lain tanpa izinnya, tanpa ridhanya, tanpa restunya… kemudian bagaimanakah jika hal yang direnggut adalah sesuatu seintim seksualitas tubuhnya sendiri? Sesuatu yang secara naluriah ingin kita hadiahkan kepada mereka yang pantas dan kita cintai. Ketika ia dinikmati secara sepihak dengan jalur paksa, tidakkah itu merupakan salah satu bencana terbesar yang dapat menimpa?
Dalam agama Islam, pernikahan merupakan salah satu jalan yang menjadi opsi agar sebuah pasangan dapat saling berhubungan badan secara sah. Hal ini menunjukkan betapa mulianya Islam memposisikan hubungan antara perempuan dan laki-laki. Baik pihak perempuan maupun laki-laki insyaAllah tidak akan merugi dari hubungan badan yang mereka lakukan dalam suatu pernikahan, sebab mereka berdua telah mengikat janji yang begitu kuat –bahwa inilah mereka sebagai suami-istri yang bertugas untuk saling membahagiakan, saling membantu, tidak sebaliknya; serta membangun peradaban melalui keturunan yang bisa mereka miliki. Berbeda halnya dengan perzinaan yang tidak memiliki ikatan maupun tujuan yang jelas, yang sangat memungkinkan untuk membuat kedua pihak merugi, melalui kehamilan yang tidak diinginkan, misalnya.
Kendati demikian, pada kenyataannya tidak serta merta semua orang bisa dan mampu untuk langsung menikah saat hasrat yang alami itu datang kepada mereka. Bisa jadi, mereka terkendala oleh beberapa hal, seperti tidak cukupnya pemasukan untuk menafkahi istri dan anak-anaknya kelak, terhalang restu orang tua, serta kendala-kendala lainnya yang barangkali ada. Kemudian, saat mereka memang belum mampu untuk menikah dan berkeluarga, seseorang tidak lantas menyalurkan hasrat seksualnya kepada sesuatu yang tidak semestinya. Ajaran-ajaran Islam justru meminta agar mereka menahan pandangan, menjaga kemaluan, berpuasa, serta menjauhi segala hal yang dapat menjadi pintu pembuka terhadap perzinaan (seperti sekadar berdekat-dekatan dengan lawan jenis, dan seterusnya).
Fungsi dari keempat hal tersebut adalah untuk menahan hasrat seksualnya yang bergejolak, agar ia terbentengi dari hal-hal yang bukan merupakan haknya. Seperti pepatah yang mengatakan, “Dari mata turun ke hati,” itulah yang diimplikasikan dari perintah untuk menjaga pandangan, agar bahkan seseorang tidak bisa untuk menikmati melalui imajinasi hal-hal yang ia tidak memiliki hak atasnya, sebab imaji atas hal tersebut pun ia tidak punya. Inilah yang menjadi garda pertama terhadap perlindungan kemaluannya, dan sebenarnya kedua hal ini –menjaga pandangan dan menahan kemaluan– merupakan dua dari sekian banyak esensi dari berpuasa. Kemudian dengan menjauhi segala hal yang dapat menjadi awal dari perzinaan, sudah pasti seseorang pun tidak akan terjerumus dalam perzinaan. Patut untuk kita garisbawahi bersama, bahwa baik perempuan maupun laki-laki memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga diri dari penyaluran hasrat seksual melalui hal-hal yang tidak semestinya. Bukan hanya perempuan yang diwajibkan untuk menahan pandangan dan kemaluannya, menutup auratnya saat ia sedang berada di sekitar mereka yang dapat ia nikahi (non-mahram), serta menjaga diri dari segala pintu pembuka zina; tetapi laki-laki pun mengemban tanggung jawab yang sama.
Peristiwa yang harus dialami Agni adalah peristiwa yang mirisnya terjadi; tetapi kita ketahui bersama bahwa ia adalah peristiwa yang tidak seharusnya terulang lagi. Aku sangat menyayangkan segala yang harus dialami Agni sampai titik ini, trauma yang sangat sulit untuk dihapus, diikuti dengan penyikapan yang kurang serius dari pihak pemegang kebijakan. Aku berdoa Agni bisa mendapatkan ketenangan yang ia dambakan, serta tidak ada yang harus tersakiti lagi dari penyelesaian kasus yang sudah terlanjur terjadi ini. Amat disayangkan bahwa masih ada yang memandang sebelah mata terhadap pengalaman pahit Agni, serta menaruh banyak tuduhan kepada dirinya yang pada hakikatnya merupakan seorang korban atas hal yang tidak ia inginkan untuk terjadi. Padahal Islam sendiri mengutuk keras pemerkosaan, yang merupakan suatu bentuk dari pelanggaran hak seorang wanita atas penjagaan kehormatan yang sepatutnya ia dapatkan.
Teruntuk Agni dimanapun kamu berada. Semangatlah dan bangkitlah kembali, karena bahagia berhak kau dapati.