Siapakah Beliau??

Oleh: Genta Ramadhan

Siapakah beliau?

Sosok di atas tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia Ki Hajar Dewantara. Beliau lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889 dan meninggal pada umur 69 tahun di Yogyakarta 26 April 1959.  Ki Hajar Dewantara merupakan seorang aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan di Indonesia. Salah satu perannya dalam bidang pendidikan adalah berdirinya Perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Berdasarkan jasa-jasa beliau dalam merintis pendidikan di Indonesia , berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, Ki Hajar Dewantara dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Selama masa pergerakan, Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetosan Hindia, Kaum Moeda, Tjahja Timur, dan Poesara.  Selain itu, beliau juga aktif mengikuti organisasi Budi Utomo dan turut andil dalam membentuk organisasi Indische Partij bersama Douwes Deker dan dr. Cipto Mangunkusumo.

Perjuangan Ki Hajar Dewantara semakin mencolok tatkala Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan dari Prancis. Beliau menulis artikel “Als Ik Eens Nerderlander Was” (Andaikan Aku Seorang Belanda) dan “Een vor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semuanya untuk Satu Juga). Pemerintah Belanda terkejut, karena Belanda tidak menyangka putra bangsawan akan ‘membelot’ dari kepentingannya. Akibatnya, Ki Hajar Dewantara diasingkan ke Belanda.

Setelah menjalani masa pengasingan, Ki Hajar Dewantara menarik diri dari aktivitas politik. Beliau membentuk perguruan Taman Siswa pada 3 Juli 1923. Selain itu, beliau juga merumuskan tiga falsafah pendidikannya yang menjadi motto kementrian pendidikan saat ini yaitu, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun Karso, dan tut wuri handayani. Pertama, Ing Ngarso Sung Tulodho (Di depan memberi keteladanan) Artinya sebagai seorang pengajar, guru harus memberikan contoh keteladanan yg baik kepada muridnya. Kedua, Ing Madya Mangun Karso (di tengah membangun semangat) Ketika masih berproses (sedang belajar), guru harus memberikan bantuan kepada murid yg sedang menuntut ilmu. Ketiga, Tut Wuri Handayani (dibelakang memberi dorongan) Ketika baru belajar, para guru harus memberikan dorongan dan mendukung motivasi murid dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Tidak masalah ketika banyak salah karena itu merupakan suatu proses pembelajaran.

Pelajaran yang bisa diambil sebagai muslim/muslimah, ialah semangat menuntut ilmu dan jiwa pantang menyerah. Ketika dalam proses menuntut ilmu apapun, tidak boleh ada kata menyerah. Bukankah pendidikan itu adalah senjata pamungkas untuk mengubah dunia sebagaimana yang dikatakan oleh Nelson Mandela? Oleh karena itu, selama raga masih tegak dan nafas masih berhembus, pelajarilah segala macam ilmu dengan sungguh-sungguh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.