Perubahan Iklim: Perkembangan dan Dampaknya

Perubahan Iklim: Perkembangan dan Dampaknya

Oleh Departemen Kajian Strategis Jama’ah Shalahuddin

Kemajuan teknologi dalam beberapa dasawarsa terakhir telah mengubah wajah dunia. Transportasi antar negara menjadi sangat mudah dan relatif murah. Berbagai kenyamanan yang tidak pernah terbayang sebelumnya, sekarang bisa kita nikmati dengan mudah. Namun, kenyamanan ini tidak gratis, selalu ada harga yang harus dibayar (Dewi 2012, 440-441).

Kegiatan Manusia Memicu Pemanasan Global

Kegiatan manusia telah mempengaruhi lingkungannya sejak dahulu kala. Pada zaman “hunter gatherer”, ketika manusia mendapatkan makanannya dari berburu, kerusakan lingkungan sangat minimal. Namun setelah manusia menetap dan hidup dari pertanian, maka kerusakan lingkungan mulai bertambah. Jumlah penduduk juga bertambah pesat, sehingga menambah beban bagi lingkungan. Perkembangan teknologi juga membuat manusia makin mudah melakukan aktivitas yang merusak lingkungan (Soemarwoto, 1997; Soemarwoto, 2001)

Kerusakan lingkungan yang dimulai sejak revolusi industri, saat ini telah sampai pada titik yang berbahaya sehingga menyebabkan pemanasan global. Bila dalam 10 tahun ke depan tidak ada perbaikan, maka pemanasan global akan lebih dahsyat dari yang pernah ada dalam sejarah manusia (WHO, 1990; IPCC, 1990).

Pemanasan global terjadi akibat akumulasi “gas rumah kaca” di atmosfir Bumi (WHO, 1990; IPCC, 1990; KLH, 2008). Ketika panas matahari menembus atmosfir dan sampai ke Bumi, seharusnya sebagian dari panas itu dipantulkan kembali ke luar angkasa. Namun, karena akumulasi gas rumah kaca di lapisan atmosfir, panas tersebut justru kembali dipantulkan ke Bumi. Begitulah “Efek Rumah Kaca” menyebabkan Bumi menjadi lebih panas. 

Gas rumah kaca (GRK) yang utama adalah karbon-dioksida (CO2), metana (CH4), dinitro-oksida (N2O), klorofluorokarbon (CFCs), halon (CBrF3) dan ozon (O3) (Dewi, 2012, 440-441). Besarnya sumbangan masing-masing gas rumah kaca terhadap pemanasan global tergantung pada konsentrasinya, lama hidupnya (life-time), dan panjang gelombang radiasi yang diserapnya. Karbon-dioksida (CO2) merupakan gas rumah kaca yang paling banyak di atmosfir Bumi. Karenanya, itu paling mendapat perhatian dari para ahli lingkungan, meskipun klorofluorokarbon (CFC) mempunyai daya rusak terhadap lapisan ozon di atmosfir 10.000 kali lebih kuat dari karbon-dioksida (WHO, 1990). 

Gas rumah kaca sebenarnya dihasilkan oleh berbagai proses alami. Namun, sejak revolusi industri, kegiatan manusia menghasilkan gas rumah kaca yang jauh lebih besar dari yang seharusnya. Gas karbon-dioksida yang paling mendapat perhatian misalnya, secara alami sebenarnya merupakan produk pernafasan makhluk hidup. Namun, kegiatan manusia modern yang memanfaatkan bahan bakar fosil secara masif untuk mendapatkan energi telah menghasilkan gas karbon-dioksida yang sangat besar. Begitulah bagaimana kegiatan manusia menghasilkan banyak gas rumah kaca sehingga memicu pemanasan global.

Dampak Pemanasan Global

Berdasarkan data yang tersedia, IPCC (1990) meramalkan perubahan yang akan terjadi akibat pemanasan global sebagai berikut: 

  1. Suhu permukaan Bumi rata-rata dapat meningkat menjadi 30 derajat Celcius pada tahun 2030; 
  2. Di belahan utara Bumi, kenaikan suhu dapat mencapai 8-10 derajat Celcius;
  3. Permukaan laut dapat meningkat 10-32 cm pada pertengahan abad ke-21 sebagai akibat kenaikan suhu air laut dan melelehnya es di daerah kutub ; 
  4. Perubahan iklim yang luar biasa menyebabkan berbagai bencana seperti gelombang panas, kekeringan, hujan angin, badai, menjadi jauh lebih berbahaya; 
  5. Variasi cuaca sepanjang tahun yang sangat besar sehingga dapat mengakibatkan suhu dingin yang sangat rendah pada musim dingin dan sebaliknya; 
  6. Sulit untuk meramalkan terjadinya hujan, angin, dan badai, yang mungkin lebih jarang tetapi lebih besar intensitasnya; 
  7. Radiasi ultraviolet akan meningkat 20-50% pada tahun 2050. 

Perubahan iklim terjadi secara bertahap dalam beberapa puluh tahun sehingga mungkin perubahannya tidak terasa dengan jelas. Beberapa di antaranya mempunyai akibat langsung (misalnya gelombang panas yang menyebabkan heat illness), tetapi kebanyakan perubahan itu berakibat tidak langsung melalui perubahan ekosistem, produksi pangan, penyakit yang ditularkan oleh vektor, penyakit infeksi dan non-infeksi. (Dewi, 2012, 440-441).

Saat ini, tiga puluh tahun setelah laporan IPCC pada 1990, kita bisa melihat bagaimana pemanasan global dan perubahan iklim benar-benar menghasilkan dampak nyata yang telah kita rasakan. Berbagai bencana alam seperti gelombang panas, kekeringan, banjir, kebakaran, badai telah menjadi lebih berbahaya daripada puluhan tahun yang lalu. Berbagai ekosistem juga mulai melemah akibat perubahan iklim ini. Dana yang dihabiskan untuk penanggulangannya pun sudah sangat besar. Berkaitan dengan ini, pada Agustus lalu, IPCC memberikan laporan untuk menegaskan bahwa perubahan iklim ini telah sampai pada level yang inevitable dan irreversible. Ini merupakan RED CODE bagi umat manusia.

Perubahan iklim memang memberikan dampak negatif yang sangat besar di berbagai bidang. Namun, selain yang telah disebutkan, perubahan iklim juga memberikan dampak yang mungkin belum terlalu diperhatikan, yaitu pada sektor kesehatan.

Dunia Kesehatan dan Perubahan Iklim

Dunia mengalami perubahan dramatis sejak tahun 1951, yaitu saat Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pertama kali mengeluarkan peraturan internasional yang mengikat negara-negara anggotanya dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit (Chan, 2007). Pada waktu itu perhatian hanya ditujukan pada enam penyakit yang harus dikarantina, yaitu: cholera, pes, demam bolak-balik (recurrent fever), cacar, tipus dan demam kuning (yellow fever) (Chan, 2007). Peraturan internasional di bidang kesehatan juga mengalami perubahan pada tahun 2005 dengan memberikan perhatian, tidak hanya terkait penyakit menular,  tetapi juga penyakit yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia. Dari sini, kita bisa melihat bagaimana berbagai sektor lain perlu diperhatikan bahkan diregulasi karena dapat mempengaruhi sektor kesehatan. 

Salah satu sektor yang dapat mempengaruhi kesehatan secara ekstrim adalah perubahan iklim. Pada tahun 1989, WHO membentuk Kelompok Kerja yang melibatkan para ahli dari berbagai bidang dengan dibantu oleh Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). Mereka lalu menerbitkan laporan berjudul: Potential health effects of climatic change (WHO, 1990).

Di dalam laporan tersebut, dibahas berbagai kemungkinan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia, sebagai akibat menipisnya lapisan ozon dan meningkatnya timbunan gas rumah kaca di atmosfer Bumi. WHO merilis beberapa dampak kesehatan yang dapat terjadi akibat meningkatnya suhu Bumi secara signifikan.

Efek langsung

  1. Resiko gangguan fungsi jantung, pernapasan, ginjal, hormonal, kekebalan bayi, anak-anak, usia lanjut dan penderita cacat karena tekanan iklim ekstrim dan adaptasi yang berlebihan.
  2. Heat Illness yaitu penyakit yang diakibatkan oleh panas dengan gangguan pada jantung ringan hingga kerusakan jaringan dan kematian.
  3. Gangguan akibat panas seperti bengkak di tungkai bawah, pingsan, dehidrasi, kekurangan garam, kejang otot, kelelahan, dan tidak suka makan. Ada juga heat stroke dengan panas tubuh 41℃, kejang, kehilangan kesadaran dan kematian.
  4. Radiasi sinar ultraviolet yang menyebabkan kanker kulit, katarak, dan penurunan respon kekebalan. 

Efek tidak langsung

  1. Produksi pangan, pertanian, peternakan, dan produksi ikan akan sangat terpengaruh oleh perubahan iklim. Itu akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Jika tidak terpenuhi, kesehatan akan menurun bahkan dapat menyebabkan kelaparan masif. 
  2. Penyakit menular akan meningkat karena perubahan iklim mengubah ekologi vektor penyebab penyakit dan mengubah faktor resiko pada manusia.

Penutup

Begitulah perubahan iklim memberikan dampak buruk dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk dalam sektor kesehatan. Dampaknya sangatlah besar sehingga telah menjadi RED CODE bagi umat manusia. Para ilmuwan pun telah sepakat bahwa perubahan iklim ini disebabkan oleh kegiatan manusia. Maka, dampak dari perubahan iklim ini dapat berkurang hanya jika manusia mau berubah menjadi lebih baik. Bagaimana pandangan para pemimpin muslim dan Islam itu sendiri terkait masalah ini? Itu akan dibahas pada bagian kedua.

 

Daftar Pustaka

Lanti, Yulia, and Retno Dewi. “Perubahan Iklim dan Potensi Gangguan Kesehatan di Indonesia.” Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS 2012, Surakarta, Indonesia, 2012. Universitas Sebelas Maret, 2012.

IPCC. (1990). Scientific assessment of climate change. Report of Working Group I of the  Ineter governmental Panel on Climate Change (IPCC), Draft, May, 1990. 

World Health Organization. (1990). Potential health effects of climatic change. Switzerland: Geneva. 

Chan M. (2007). Message from the Director-General. The World Health Report 2007 A Safer Future: Global Public Health Security in the 21st Century. World Health Organization, Geneva, Switzerland.

Soemarwoto, O. (1997). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Cetakan ketujuh. Jakarta: Penerbit Djambatan. 

Soemarwoto, O. (2001). Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Hidup. Cetakan kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.