Arie Sujito Desak Intelektual Muda Lakukan Kolaborasi dan Ciptakan Terobosan

Dalam Safari Ilmu di Bulan Ramadhan (SAMUDRA) yang dilaksanakan di Masjid Kampus UGM (29/3), Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat dan Alumni Universitas Gadjah Mada, Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si. membahas problematika ketimpangan sosial yang terjadi saat ini. Beliau memaparkan analisis, tantangan, dan strategi penanggulangan ketimpangan sosial yang terjadi dengan memberdayakan masyarakat lokal melalui kolaborasi strategi kampus dan pemerintah daerah.

 

Kesenjangan sosial dan kemiskinan merupakan problem krusial yang menjadi permasalahan negara. Perguruan tinggi sebagai instansi pencetak warga negara terdidik memiliki suatu gagasan atau konsep kerangka berpikir yang seharusnya berkolaborasi dengan pemerintah atau sektor swasta, dengan tujuan ilmu pengetahuan yang dimiliki bermanfaat untuk memecahkan masalah yang ada. Menyelesaikan masalah tidak hanya dengan uang semata, tetapi dengan berbekal ilmu pengetahuan yang terkonsep, permasalahan yang ada dapat teratasi. Maka itulah yang disebut dengan praksis, mengoperasikan pengetahuan dengan membumikan perspektif ilmiah dan memberi makna kerja program untuk menghasilkan kebijakan yang lebih baik.

 

Membahas mengenai kesenjangan sosial dan kemiskinan, Arie  Sujito mengajak jamaah merefleksi akar kemiskinan, diantaranya: pertama, kemiskinan bersifat alamiah; kondisi alam yang kering, tidak subur atau rawan bencana menyebabkan kemiskinan. Kedua, kultural; sikap hidup masyarakat (misalnya malas, pasrah, sharing poverty, dll) yang membuat kemiskinan. Ketiga, struktural; keterbatasan aset dan akses orang miskin karena ketimpangan penguasaan sumberdaya ekonomi. Keempat, institusional; kebijakan, birokrasi dan anggaran yang tidak pro miskin. Kesejahteraan, secara institusional, membutuhkan  kebijakan yang pro poor, pro growth, dan pro jobs.

 

 Terdapat tiga konteks yang mempengaruhi strategi penanggulangan kemiskinan: pertama, reformasi birokrasi yang terhambat. Dengan adanya terobosan membuat perspektif menjadi tantangan intelektual muda untuk memperbaiki sebuah sistem yang terhambat. Kedua, paradigma pembangunan yang belum berubah. Terjadinya pergeseran dari sentralisasi ke desentralisasi; tetapi paradigma pembangunan masih mengacu pada sekadar pencapaian pertumbuhan belum memperkuat arah pemerataan. Ketiga, pelemahan partisipasi warga dan pemiskinan sosial. Dalam strategi penanggulangan kemiskinan, posisi masyarakat masih sebagai “objek”, kelompok miskin belum sepenuhnya menjadi “subjek”.

 

Dari permasalahan yang ada, Arie Sujito mengatakan “kampus perlu berkolaborasi untuk membantu membuat terobosan dengan akselerasi reformasi birokrasi, perubahan substansial paradigma pembangunan, dan peningkatan kualitas partisipasi masyarakat”. Tiga terobosan yang beliau sebutkan mampu terealisasi dengan mendorong reformasi birokrasi supaya prioritas pembangunan pro masyarakat miskin dan memperkuat paradigma pembangunan supaya tidak semata-mata mementingkan pertumbuhan, tetapi juga pemerataan. (Fatiya Auliya/Editor: Hafidah Munisah/Foto: Tim Media Kreatif RDK)

 

 

 

Saksikan videonya berikut ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.