Forum Mengeja Hujan #5 : Budaya Ilmu dan Peradaban

Tulisan "Forum Mengeja Hujan" dengan latar gambar air dan payung

Forum Mengeja Hujan #5 bersama Ustadz Anton Ismunanto pada 30 Mei 2021. Rekaman seluruh kegiatan Forum Mengeja Hujan dapat diakses di bit.ly/RekamanFMH


Syarat asasi peradaban adalah keberadaan budaya ilmu di masyarakat yang memungkinkan masyarakat berkembang secara duniawi dengan sistem nilai yang turut berkembang.

Budaya ilmu adalah sebuah budaya yang mendudukan ilmu di tempat yang paling tinggi melampaui hal-hal lainnya, contohnya ekonomi. Ilmu lebih tinggi dibandingkan pertimbangan ekonomi, sehingga bukan ilmu yang melayani proses ekonomi, melainkan hal-hal berkaitan dengan ekonomi dikorbankan atau sekurang-kurangnya dialokasikan untuk perkembangan ilmu. Jika kita melihat budaya barat, kita akan menemukan budaya ilmu yang cacat. Memang mereka punya ilmu yang mengagumkan, tetapi ilmu yang ada pada mereka menghamba pada aspek-aspek ekonomi, sehingga ilmu yang mengangkat manusia ke derajat yang lebih tinggi menjadi terabaikan.

Berkenaan dengan itu, terdapat bentuk pemikiran “bebalisme”. Bebalisme adalah ketika seseorang secara kognitif menjadi lebih tinggi, namun persoalan yg reflektif malah gagal dilakukan. Profesor Syed Al-Attas menyampaikan ciri bebalisme, di antaranya:

1. Tidak mampu mengenali masalah
2. Jika diberitahu, dia tidak berupaya menyelesaikannya
3. Tidak mampu mempelajari apa yang diperlukan, malah tidak memiliki kemahiran belajar
4. Tidak mengaku bebal
5. Tidak bisa mengaitkan sesuatu dalam konteks ruang & waktu dengan faktor lain

Intinya, di masyarakat berbudaya ilmu, ilmu didudukan pada tempat yang tinggi. Ketika orang berorientasi pada ilmu artinya dia berorientasi pada perkembangan manusia. Budaya ilmu penting untuk menjadi komitmen kita bersama.

Dengan hilangnya budaya ilmu menjadi sekadar budaya sekolah, orang menjadi berorientasi pada gelar dan tidak memperhatikan poin esensialnya. Berkaitan dengan mementingkan ilmu, di dalam masyarakat berbudaya ilmu, ilmu berada pada kedudukan yang tinggi melampaui persekolahan. Budaya ilmu tidak memisahkan pelaksanaan pendidikan formal-informal.

Budaya ilmu ditopang oleh sistem nilai yang membuat ilmu berada pada kedudukan tinggi sehingga nantinya bisa tampak pada beberapa aspek yang memastikan masyarakat bergerak dari kualitas kognitif menjadi masyarakat baru yang sesuai dengan nilai Islam. Nilai-nilai tersebut di antaranya:

1. Mementingkan ilmu
2. Berpemahaman bahwa hasil ilmu itu abadi
3. Proses keilmuan itu berkesinambungan dari masa ke masa (belajar sepanjang hayat)
4. Muncul sikap hormat-kritis terhadap ilmu
5. Kesinambungan ilmu (generasi ke generasi)
6. Kepemimpinan
7. Bermusyawarah
8. Peranan Wanita

Ilmu adalah kebaikan, tidak hanya mengantarkan pada kebaikan, namun kebaikan itu sendiri. Sedangkan jahl adalah keburukan. Di dalam buku Franz Rosenthal disebutkan bahwa Islam dicirikan dengan ilmu, jika anda muslim artinya anda ‘alim, karena anda tidak bisa menjadi seorang muslim tanpa menjadi orang berilmu.

Setiap usaha dan hasil yang berlandaskan ilmu bersifat kekal. Dalam Islam ilmu itu dibawa mati. Kemudian orang yang memiliki budaya ilmu itu belajarnya sepanjang hayat.

Berkaitan dengan pemimpin, orang yang menjadi pemimpin adalah orang yang memiliki ilmu, bukan orang yang memiliki citra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.