KAP 19 November | Ukuran Nafkah Sukarela dan Salurannya

Kajian Ahad Pagi | Ahad, 19 November 2023

Tafsir Q.S. Al Baqarah 2 : 215

 “Ukuran Nafkah Sukarela dan Salurannya”

Pembicara : Ust. Abu Abdirrahman. S.Pd.I.,M.Pd.I.

Notulen : Vina Ashima Fibranawa

Ayat 215

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.

(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 215)

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Di dalam surah Al-Baqarah/215, yang dimaksud “mereka” dalam ayat ini adalah para sahabat. Sebab turunnya ayat, salah satunya adalah karena pertanyaan ‘Amru bin Jamu’ yang bertanya kepada Rasulullah mengenai harta apa saja yang dapat diinfakkan. Namun, jawaban Allah Ta’ala di dalam ayat ini tidak hanya berkaitan dengan harta apa saja yang dapat diinfakkan, tetapi juga berkaitan dengan kepada siapa harta dapat diinfakkan. Manusia memiliki sifat dasar “mencintai” harta. Ayat ini turun sebelum turunnya ayat yang mewajibkan mengenai perintah kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Sebagian ulama’ ada yang berpendapat bahwa ayat ini dimansubkan dengan ayat perintah zakat. Namun, sebagian ulama’ pula berpendapat bahwa ayat ini tidak dimansubkan karena infak dalam ayat ini berkaitan dengan infak sunnah.

Infak dalam bahasa Arab memiliki dua makna. Pertama, “al-fanaa’ wannafaq” artinya “rusak dan habis”. Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Al-Isra’ ayat 100, yang mengandung penjelasan bahwa manusia memiliki sifat kikir atau bakhil serta mencintai harta sehingga enggan mengeluarkan infak. Manusia memiliki fitrah atau anggapan bahwa harta dapat “mengekalkan” mereka.

Kedua, infak bermakna “membelanjakan harta” untuk memperoleh manfaat dunyawiyyah (dunia) dan ukhrowiyyay (akhirat). Dalam infak, ada istilah yang berkaitan dengan nafkah. Nafkah merupakan sesuatu yang wajib. Sebab kewajiban mengeluarkan nafkah ada 3, yaitu pernikahan (suami menafkahi istri), hubungan kekerabatan, dan kepemilikan (hewan yang kita miliki atau pelihara).

Orang-orang yang berhak menerima infak (sunnah) :

  1. Orang tua —> ibu, bapak, ke atas.
  2. Orang yang mempunyai hubungan kekerabatan paling dekat —> saudara kandung, keponakan (anak saudara), paman (dari pihak laki-laki maupun perempuan), saudara sepupu (anak paman), dan anak-anak.
  3. Anak-anak yatim —> anak yang ditinggal mati oleh bapaknya dan ia belum usia dewasa/baligh. Allah Ta’ala memberikan wasiat dalam banyak ayat untuk menghibur atau menguatkan perasaan anak yang ditinggal mati oleh bapaknya. Ketika anak dewasa dan sudah bisa memberikan nafkah untuk dirinya, maka ia sudah tidak berhak untuk disantuni. Ukuran baligh adalah bisa menafkahi diri sendiri.
  4. Orang miskin —> orang yang tidak punya harta karena punya penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Sedangkan fakir merupakan orang yang tidak mempunyai penghasilan maupun pekerjaan. Ketika disebutkan kata “miskin”, maka fakir diikutkan. Ketika disebutkan kata “fakir”, maka makna miskin dimasukkan. Ketika disebutkan “fakir dan miskin”, maka keduanya memiliki makna yang berbeda. Penyebutan kata miskin dan fakir (satu-satu) terdapat dalam QS. Al-Hasyr ayat 28, QS. An-Nur, dan  QS. Al-Maidah. Sedangkan penyebutan serangkai (fakir dan miskin) ada dalam QS. At-Taubah.
  5. Ibnu sabil —> orang yang bepergian, tetapi perjalanannya terputus karena kehabisan bekal. Disebut ibnu sabil karena mereka masih dalam perjalanan, tetapi kalau sudah sampai tidak disebut ibnu sabil.

Allah Ta’ala menutup ayat ini (QS. Al-Baqarah/215) dengan pernyataan umum bahwasanya apa saja kebaikan yang kita lakukan, maka Allah mengetahuinya. Tujuannya adalah untuk penjelasan bahwa ilmu Allah itu meliputi seluruh perilaku manusia. Allah akan membalas segala perilaku, termasuk kebaikan manusia. 

Kesimpulan ayat ini (QS. Al-Baqarah/215) :

  1. Semangat para sahabat untuk bertanya kepada Rasulullaah Saw. mengenai ilmu. Kata “yas aluunaka” disebutkan 12 kali di dalam Al-Qur’an. Metode belajar ada dua, yaitu belajar langsung kepada para guru yang dipercaya dan bertanya kepada orang yang “ahli” atau guru. Guru adalah orang yang mengajarkan ilmu, sedangkan murid (mustahiq) adalah orang yang membutuhkan atau mencari ilmu. Dalam bertanya ada  2 syarat, yaitu bertanya dalam hal-hal yang dibutuhkan dan bermanfaat dalam perkara agama serta tidak banyak bertanya. 
  2. Jawaban yang baik adalah jawaban yang memberikan tambahan informasi untuk hal yang ditanyakan karena bisa jadi hal itu dibutuhkan. 
  3. Adanya prinsip, batasan, serta urutan dalam sesuatu, dalam hal ini berinfak. Prinsip berinfak, yaitu berinfak di jalan Allah Ta’ala serta menjaga harta dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah, berinfak dengan sesuatu yang halal dan menjauhi sesuatu yang haram, pertengahan dalam berinfak (tidak berlebihan dan tidak bakhil), menjaga prioritas, pertengahan antara pemasukan dan pengeluaran, perlu prioritas antara interaksi antara kaum muslimin dan lainnya, menjauhi ishraf dan tabzir (berlebih-lebihan dan pemborosan; tabzir ada dua, dari segi kualitas, yaitu membelanjakan untuk maksiat  dan kuantitas, yaitu membelanjakan untuk hal-hal yang tidak perlu), menghindari infak dengan tujuan bermewah-mewah maupun kesombongan, dan meninggalkan mengikuti hal-hal atau cara-cara yang menyimpang dari syariah Islam.
  4. Anak yatim memiliki hak di dalam infak, walaupun dia adalah orang yang kaya. Karena Allah Ta’ala memberikan mereka pengecualian setelah penyebutan orang-orang miskin (penyebutan secara khusus).
  5. Keumuman ilmu Allah Ta’ala
  6. Setiap perbuatan baik (baik amalan badan maupun fikiran), maka Allah Ta’ala mengetahuinya dan akan memberikan balasan.
  7. Tidak seharusnya seseorang meremehkan kebaikan sedikitpun. Amalan kecil itu mudah dilakukan, mudah dalam menjaga keikhlasan, dan dapat menjadi penentu seseorang masuk surga maupun neraka.

QnA

  • Bagaimana hukum menerima infak dengan alasan politik? Jawabannya hukum asal menerima infak itu mubah (boleh) dengan 2 syarat, yaitu dipastikan dari harta yang halal dan tidak ada syarat yang mengikatnya. Pemberi tidak boleh mengambil kembali pemberiannya. 
  • Bagaimana hukum infak kepada orang tua, seperti infak melalui menraktir orang tua, dan sebagainya? Jawabannya hukum infak ada yang wajib (nafkah), seperti nafkah kepada orang tua dan ada yang sunnah, seperti pemberian anak kepada orang tua karena kelebihan harta. Apabila belum bisa memberikan infak kepada orang tua, maka kewajiban anak bisa dengan memenuhi perintah dan berbakti kepada orang tua. 
  • Siapakah yang dikatakan anak yatim? Jawabannya adalah anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum mereka baligh serta belum bisa menafkahi diri sendiri.
  • Sampai usia berapa dikatakan anak yatim? Jawabannya sampai usia baligh dan sudah bisa menafkahi diri sendiri.
  • Apakah ibnu sabil itu orang yang melakukan perjalanan umum atau khusus? Jawabannya setiap musafir yang dalam perjalanan kehabisan bekal disebut ibnu sabil. Safar yang tujuannya maksiat tidak berlaku rukhsah.

https://www.youtube.com/live/_gSkZvZSozk?si=VYsX-bIpwSdvR2gi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.